tujuh

83 11 140
                                    

Jihan terdiam di depan sebuah bangunan yg sangat tidak ingin dia datangi. Dia memegang pegangan tasnya erat, dia benar-benar tidak ingin datang kesini. Setelah berpikir cukup lama, Jihan segera masuk ke dalam dan kembali terdiam ketika sudah masuk. Dia kembali ragu, apa dia harus kembali pulang? Tapi dia sudah sampai sejauh ini, tidak mungkin pulang begitu saja.

Jihan segera berjalan menuju meja resepsionis. Petugas yg ada disana menyapa Jihan dengan senyum ramah yg justru membuat Jihan semakin gugup.

"Selamat pagi, ada yg bisa dibantu?"

"Sa..saya.. Saya mau.."

"Iya?" Jihan malah diam, tidak tahu harus mengatakan apa.

"Tidak perlu gugup. katakan saja apa yg bisa saya bantu. Oh.. Kamu ingin menjenguk seseorang disini?"

"I..iya!"

"Begitu... Siapa ingin kamu jenguk?"

"Ba...bapak... Bapak Haikal!"

"Haikal? Nama lengkapnya?"

"Haikal Adiputra."

"Tunggu sebentar ya. Setahu saya hari ini bapak Haikal ada jadwal kunjungan.. Apa kamu anaknya?"

Jihan mengangguk pelan.

"Baiklah.. Silahkan isi datanya lalu tunggu dipanggil ya. Untung kamu datang pagi, hari sabtu biasanya ramai dan mungkin kamu tidak bisa mendapat antrian."

"Terima kasih.."

Jihan segera mengisi formulir yg diberikan petugas tadi. Tangannya bahkan tidak berhenti bergetar ketika mengisi formulir. Perasaannya campur aduk sekarang. Setelah membutuhkan waktu cukup lama, Jihan selesai mengisi formulirnya. Dia segera duduk di kursi tunggu, menunggu gilirannya dipanggil.

Jihan tidak bisa diam di kursinya. Kakinya terus bergerak tanda gadis itu sedang gugup. Orang-orang yg ada di sekitarnya terus menatapnya dengan tatapan kasihan. Jihan berusaha untuk tidak memerdulikan tatapan orang-orang dan fokus pada tujuannya datang kesini.

"Kirana Jihan.. Silahkan.."

Jihan beranjak dari tempatnya dan berjalan mengikuti seorang petugas wanita. Petugas wanita itu membawa Jihan memasuki sebuah ruangan yg entah kenapa Jihan merasa disana lebih dingin.

Ruangan yg dimasuki Jihan memiliki beberapa ruangan lagi di dalamnya. Ruangan yg tidak begitu luas, cenderung sempit bahkan. Jihan lihat beberapa orang terlihat sedang mengobrol dan mereka dibatasi oleh kaca di tiap ruangannya. iya mereka hanya bisa melihat dan berbicara tanpa bisa bersentuhan karena adanya kaca diantara mereka.

"Silahkan masuk. Tunggu dulu ya. Ingat, waktu kamu hanya sepuluh menit, dimulai saat ayah kamu nanti masuk. Gunakan waktunya sebaik mungkin ya." Jihan hanya mengangguk lalu masuk ke dalam ruangan yg ditunjuk. Jihan segera duduk di kursi yg tersedia, sendirian..

Dia terus meyakinkan dirinya bahwa papanya bukanlah orang jahat. Papanya tidak salah. Papanya hanya sedang sial. Hal itu lah yg berhasil meyakinkan Jihan hingga akhirnya Jihan berani datang kesini.

Pintu di seberang sana terbuka, seorang pria paruh baya masuk. Pria itu tersenyum, senang karena setelah sekian lama, akhirnya anak kesayangannya datang untuk menemuinya. Jihan merindukan senyuman itu..




"Jihan apa kabar?"

"Papa.."

"Iya, kenapa? Waktu kita cuma sedikit, nangisnya nanti aja ya.. Papa seneng akhirnya kamu kesini. Papa kangen sama Jihan. Papa minta maaf ya, papa belum bisa jadi papa yg baik buat anak papa. tapi papa janji, setelah papa keluar dari sini, papa akan memerbaiki semuanya. Papa akan berusaha jadi papa yg baik dan bisa dibanggain sama Jihan. Jihan tunggu ya.."

QuerenciaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang