dua puluh tujuh

85 6 597
                                    

Aku membawa sesuatu yg kalian tunggu dari kemarin hihihi... Sekalian hadiah lebaran nih 😌


Jihan terus menatap ponselnya sejak semalam. Memastikan tidak ada kalimat 'sorry kepencet' yg dikirimkan oleh Mahesa dan memang tidak ada sampai sekarang. Jihan bahkan tidak membalas pesan Mahesa semalam karena bingung harus membalas apa.


"Ada apa sih Ji? HP nya dilihatin terus dari semalem. Tuh pa, lihat anaknya!"

"Gak papa. Emang gak boleh?"

"Disimpen dulu HP nya, sekarang Jihan makan dulu."

Tidak berani menentang ucapan papanya, Jihan segera menyimpan ponselnya dan memakan makanannya. Jihan diam-diam memerhatikan kedua orang tuanya. Mendadak dia teringat cerita mamanya soal bagaimana papanya dulu. Jihan jadi penasaran bagaimana reaksi papanya ketika mamanya mengetahui semuanya tentang dia.


"Papa..." panggil Jihan.

"Kenapa? Hari ini gak boleh sekolah dulu ya."

"Siapa yg minta sekolah sih?"

"Terus? Mau apa?"

"Papa punya rahasia dari mama?"

"Oh... Punya."

"Apa?" tanya mama Jihan tiba-tiba.

"Dulu punya, sekarang gak ada. Apa lagi yg mau aku rahasiakan dari kamu?"

Jihan menatap kedua orang tuanya malas. Ini masih pagi, haruskah mereka begitu? Tidak kah mereka kasihan pada anak mereka yg dari semalam menunggu jawaban yg tidak pasti? Ehm... Sepertinya terlalu berlebihan.

Tapi Jihan tidak bohong soal dia malas melihat orang tuanya yg kadang tidak tahu waktu dan tempat seperti sekarang. Menurut Jihan, mereka tidak ingat umur. Tidak seharusnya mereka begitu di depan anak mereka.

Bilang saja kamu iri, Jihan...



"rahasia apa yg kamu punya?"

"Rahasia apa lagi yg bisa aku sembunyikan dari kamu?"


"Hadeh... Pacarannya nanti aja, ini aku tanya dijawab dulu pa!" protes Jihan.

"Hahaha... Iya iya, kamu tanya apa tadi?"

"Papa pernah ada rahasia sama mama?"

"Semua orang pasti punya rahasia, papa yakin kamu juga pasti punya rahasia yg papa sama mama tidak tahu."

"Aduh gak gitu maksudnya!"

"Ya terus gimana?"

"Mama pernah cerita, katanya papa dulu sering dimarahin sama eyang. Ya pokoknya eyang dulu keras sama papa."

"Iya bener, terus?"

"Terus waktu mama tahu, gimana perasaan papa?"

"Ehm... Malu. Iya malu."

"Kenapa harus malu?"

"Karena papa naksir mama."

"Apa sih? Tauk ah!"

Jihan mengambil ponselnya lalu berjalan menuju kamarnya. Dia kesal. Dia bertanya serius, tapi papanya dari tadi hanya bercanda. Apa papanya mengira Jihan hanya bercanda?

Bukannya membujuk sang anak, kedua orang tua Jihan justru tertawa melihat anaknya yg sedang kesal. Tapi sebenarnya, papa Jihan tidak benar-benar bercanda. Yg dia katakan benar, hanya Jihan saja yg tidak paham maksud ucapan papanya.


"Anak kamu nanya serius malah dijawab bercanda. Ngambek kan itu?" omel mama Jihan kepada sang suami.

"Aku serius kok."

QuerenciaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang