tiga

96 14 202
                                    

Chapter ini agak panjang, mau dipotong gak enak jadi dilanjut aja hehe..





"Pak tungguuuu!!!"

Jihan berlari mengejar bus yg baru saja berjalan. Bukannya berhenti, bus justru berjalan semakin cepat. Bukan Jihan yg terlambat tapi memang busnya yg berangkat lebih cepat dari jadwalnya. Malah Jihan tadi lihat sendiri kalau busnya baru berhenti lalu tiba-tiba seakan tidak berniat menunggu penumpang.


"Percuma juga lo kejar. Sampe sekolah lo bisa-bisa!" seseorang tiba-tiba menarik tas Jihan, membuat gadis itu menghentikan langkahnya. Jihan menoleh, ternyata Bram yg menarik tasnya.

Bram ngikutin Jihan daritadi sebenarnya. Jihannya lari, Bramnya jalan. Ya bisa dibayangkan secepat apa Jihan lari sampai Bram bisa mengikutinya hanya dengan berjalan santai. Selain itu ya juga karena Bram punya kaki yg panjang jadi gampang ngikutin Jihan.


"Mending tunggu bus selanjutnya aja. Gak usah takut telat. Ini masih pagi, lo mau bantuinn OB beresin sekolah apa gimana sih?" seru Bram sambil menarik Jihan kembali ke halte dan Jihan hanya menurut. Mau ngelawan juga susah. Badannya Bram tiga kali badan dia, sudah jelas kalah.

"Udah ini jangan ditarik! Rusak nanti tas aku!"

Jihan memeluk tasnya lalu duduk di halte, diikuti oleh Bram. Keduanya pun hanya diam. Diam-diam Bram memerhatikan Jihan yg masih memeluk tasnya dan jangan lupakan wajah cemberutnya. Bram hanya bisa tersenyum melihatnya. Pantas saja dua dari tiga temannya menyukai Jihan. Atau jangan-jangan tiga-tiganya?

"Ji.."

"ehm?"

"Mau?" Bram menyodorkan kotak makan berisi sandwich yg sengaja dia buat tadi sebelum berangkat. Jihan mengangguk dan mengambilnya satu.

"Wah.. Keliatannya enak. Mama kamu yg buat ya?"

"Iya?"

"Ah sorry.. Mama kamu gak di rumah lagi?"

"Kenapa minta maaf? Emang bener kok gak di rumah."

"Tapi kan.."

"Santai aja kali. Emang kenyataannya orang tua jarang di rumah. Ya setidaknya mereka masih inget ngasih anaknya uang jajan" Jihan menatap Bram sedih.

Selama ini Jihan sering iri dengan teman-temannya yg bisa hidup bersama kedua orang tuanya sedangkan dia hanya bersama mamanya, sampai akhirnya dia tidak sengaja bertemu Bram yg waktu itu ingin lari dari rumah. Jihan masih ingat ketika dia menemukan Bram sedang duduk di halte sambil membawa sebuah tas cukup besar di hari pertama mereka bertemu.

Jihan yg waktu itu baru pulang dari supermarket untuk membeli roti, menghampiri Bram yg waktu itu duduk sendirian di halte. Bram mengatakan pada Jihan kalau orang tuanya tidak ada di rumah. Jihan yg waktu itu masih kelas 5 SD mikirnya orang tua Bram sedang bekerja dan Bram kesepian di rumah, sama seperti dia yg sendirian di rumah karena mamanya harus kerja. Waktu Jihan SMP, dia baru tahu yg dimaksud Bram kalau orang tuanya tidak ada di rumah ya benar-benar tidak ada di rumah.

Orang tua Bram hampir tidak pernah ada di rumah. lebih tepatnya Jihan hampir tidak pernah melihat mereka. Kalau pun pulang ke rumah ya cuma untuk kasih uang jajan anaknya. Karena Bram sekarang udah SMA, uang jajannya ditransfer, jadi makin jarang ketemu orang tuanya. Bahkan pernah Bram sakit dan harus dirawat di rumah sakit tapi orang tuanya juga tidak datang. Akhirnya mamanya Jihan yg merawat Bram dan orang tua Br cuma kirim uang untuk ganti semua biaya selama merawat Bram.

Jihan kadang tidak paham dengan para orang tua kaya itu. Kalau pada akhirnya tidak urus, lalu untuk apa mereka punya anak? Apa mereka kira anak cuma dijadikan tempat untuk membuang uang mereka? Atau mereka kira punya anak cuma sekedar untuk meneruskan bisnis keluarga? Jihan tidak paham urusan orang kaya.


QuerenciaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang