dua puluh lima

104 6 565
                                    

Kangen yg manis-manis gak? Hehe.. Dari kmaren serius mulu kan ya hihihi...




"Rapi banget bang? Mau kemana sih?"

Januar hanya tersenyum kepada mamanya. Sebenarnya dia hanya berpakaian biasa, tapi karena mamanya tahu dia akan pergi kemana, jadi wanita paruh baya itu menggodanya. Januar berjalan menghampiri mamanya yg sedang membaca majalah di ruang keluarga. Perutnya mulai membuncit, beberapa bulan lagi adiknya Januar akan lahir dan Januar sudah tidak sabar. Apalagi dia dengar, adiknya kemungkinan perempuan, pasti akan sangat menyenangkan.



"Lho kok gak berangkat? Ngambek lagi lho nanti Meisya nya."

"Bentar lagi. Meisya juga baru selesai mandi."

"Kalau gitu kamu tinggal tidur dulu bisa, bang."

"Hahaha... Meisya gak suka dandan ma."

"Masa sih?"

"Iya ma. Meisya anaknya agak... Cuek sih kalau soal penampilan. Liat aja bajunya suka nabrak-nabrak warnanya."

"Tapi tetep cantik kan bang?"

"Hadeh..."

"Mukanya merah ehm... Oh ya, karena kamu pergi sampe sore, jadi mama ke rumah tante Yani ya? Nanti kamu samperin mama ke sana aja ya, terus kita pulang bareng."

"Oke!"

Sejak mamanya hamil, Januar hampir tidak pernah meninggalkan mamanya sendirian di rumah, kecuali jika Januar sekolah. Jika Januar hendak main, biasanya mamanya akan pergi ke rumah adiknya, tantenya Januar, dan baru pulang kalau Januar juga pulang. Hampir begitu setiap Januar mau main. Januar lebih tenang begitu daripada harus meninggalkan mamanya sendirian di rumah.



"Aku berangkat sekarang ya ma."

"Hati-hati. Meisyanya jangan dibikin ngambek lagi."

"Hehehe iya ma. Dadah mama."




























Cling...

"Selamat datang."

Januar tersenyum kepada pegawai cafe yg menyapanya. Dia segera menuju salah satu bangku dimana Meisya sudah menunggunya. Hari itu mereka tidak berencana untuk berkencan, ehm... Lebih tepatnya... Mereka tidak pernah pergi berkencan.

Meisya terlihat fokus dengan bukunya. Sudah bisa menebak kan apa yg akan mereka lakukan hari ini? Sekarang tanpa disuruh, justru Meisya yg suka mengajak Januar untuk belajar. Perubahan yg bagus kan?



"Serius banget belajarnya mbak?"

"Siapa yg belajar? Baca novel doang."

"Kirain belajar."

Januar segera duduk di kursi kosong di depan Meisya. Meja mereka penuh dengan buku dan tidak ada yg dibuka oleh Meisya.


"Kenapa dibaca terus sih?"

"Bagus aja."

"Udah dibaca berapa kali?"

"Berapa kali ya? Ya tapi ini kan kamu yg beliin, masa gak dibaca sih?"

Ingat buku yg waktu itu dibeli oleh Januar untuk Meisya? Ya buku itu yg dibaca oleh Meisya. Entah sudah berapa kali dia membacanya dan Meisya tidak pernah bosan. Bahkan Meisya menandai beberapa halaman yg berisi kalimat favoritnya.



"Oh ya... Mama kamu apa kabar? Udah lama aku gak main ke rumah."

"Mama baik-baik aja. Gak ngangenin kamu juga."

QuerenciaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang