(2)🥀SEBUAH KISAH🥀

2.5K 215 64
                                    

"Berjalan nya waktu hati semakin sakit menerima kenyataan dan terlalu sulit memaafkan. Lelah, kata itu selalu ku ucapkan setiap waktunya."____Lyvia Gemerlap.

~RAPUH~🥀

Pak Hendri menghela nafas kala tidak mendapat sahutan. "Udah sampe non."

Lyvia keluar dari dalam mobil tanpa mengucapkan sepatah kata pun pada Pak Hendri. Lyvia melangkahkan kakinya dengan wajah pucat, semua siswa menatap aneh pada Lyvia.

Huh najis bat dah.

Dia kan bisu!

Mana sampah woy?!! pengen gue lempar mukanya pake sampah!

Liat kan, sombong bat!

Kok pengen muntah ya liat muka dia!

Tanpa mereka sadari raut Lyvia berubah sendu, kepalanya tertunduk. Sebegitu tidak pantaskah dirinya ini? sampai-sampai mereka mengatakan hal itu sehingga membuat hatinya sakit. Apakah sebelum mengatakan itu mereka pernah memikirkan perasaannya?

Tawa dari mereka bergelar. Namun, Lyvia sudah menutup telinganya rapat-rapat, sudah biasa. Lyvia tau kata bisu itu dilemparkan untuknya, selain itu dirinya tidak pernah berinteraksi pada teman-teman nya dan lebih banyak diam-ralat tidak pernah berbicara dari kelas 10.

"Weh ada si bisu," ejek gadis-Emilia namanya seraya bersedekap. Lyvia menghentikan langkahnya di depan pintu kelas.

"Cantik-cantik, tapi bisu." gadis di samping Emilia bernama Vienna.

"Masih cantikan gue!" sewot Emilia.

"Eh-iya maksudnya masih cantikan Emil," ralat Vienna.

Seorang gadis bernama Silvi itu merangkul Emilia. "Mau kita apain si bisu ini?"

Emilia mengelus dagunya. "Untuk kali ini enggak karena gue lagi baik hati. Mending ke kantin gue teraktir soalnya Papa gue baru naik pangkat. Ayok guys!"

Emilia menyenggol bahu Lyvia begitu juga teman nya. Teman sekelasnya pun mengikuti Emilia, sedangkan dirinya ditinggalkan.

Seorang cowok tiba-tiba menghampirinya dan tersenyum lebar. Cowok berwajah manis dengan kedua lesung pipinya itu kini berada di hadapan nya.

"Hai patung berjalan," sapa cowok itu ber tag name Avaro. "Mau jadi temen gue enggak?" kata itu lagi yang keluar.

Sedikit cerita cowok bernama Avaro itu sudah dari kelas sepuluh hingga sekarang berusaha menjadi teman nya, tetapi Lyvia tidak butuh teman karena hanya dirinya saja yang mengerti kehidupan nya sendiri.

Seperti biasa Lyvia mengganggap Avaro angin lalu masuk ke dalam kelasnya. Di lain sisi Avaro tersenyum kecil ia pun melambaikan tangan nya.

"OKE BESOK KITA TEMENAN YA!" teriak Avaro berlari menuju kelasnya.

Bel masuk pun berbunyi kini semua murid sudah kumpul di dalam kelas. Guru wanita itu menyapa anak muridnya ramah.

"Seperti kemarin Ibu sudah bilang bakal ada ujian hari ini. Semuanya sudah belajar pasti, ini ibu bakal kasih soal-soalnya."

Guru itu menaruh satu lembar soal di atas meja muridnya dan terakhir di meja Lyvia. Kerena Lyvia lebih suka tempat sunyi dan duduk di ujung dekat jendela kaca.

Lyvia membaca satu-persatu soal tersebut dan mengerjakan nya dengan teliti. Selesai sudah mengerjakan soal Lyvia menunggu mereka mengumpulkan soal setelahnya ia pun langsung mengumpulkan soal tersebut, terakhir.

Mereka berhamburan kelas untuk menuju kantin karena bel istirahat sudah berbunyi sedari tadi. Sementara Lyvia tetap berada di kelas ditemani beberapa buku kitab untuk di baca.

Tidak sadar bel masuk pun berbunyi. Pembelajaran ketiga pun dimulai, hari ini mereka di suruh mencatat tentu Lyvia mematuhinya, berbeda dengan mereka yang mengeluh karena harus mencatat banyak pula.

Selang beberapa jam. Bel pulangan pun berbunyi Lyvia menyampirkan tasnya di bahu seraya menunggu mereka keluar lebih dulu, setelahnya ia pun melangkahkan kakinya menuju ke parkiran.

Pak Hendri tidak melunturkan senyumnya dan membuka pintu mobil untuk di masuki Lyvia. Lyvia menduduki dirinya di kursi belakang, sementara Bapak Hendri mulai mengendarai.

Sampai sudah di rumahnya. Lyvia berjalan ke dalam rumah besar itu, baru tiga langkah ia pun di sambut dengan tamparan di pipinya.

Plak!

Lyvia terdiam tidak protes sama sekali. Ia berdiri seperti patung yang tidak bernyawa hanya diam mendengarkan bentakan sang Papa.

"APA YANG BISA KAMU DAPATKAN DARI MENULIS CERITA TIDAK BERGUNA INI LYVIA!" bentaknya. "Buang-buang waktu! tugas kamu hanya belajar dan menjadi nomor satu!"

Vito melempar ponsel putrinya ke lantai hingga retak. "Tidak ada menulis cerita! sekarang kamu tidak boleh memegang hp sama sekali! biar informasi di sekolah kamu Papa cari tau sendiri!"

"Papa sudah membeli beberapa buku yang harus kamu pelajari!" Vito ke luar tanpa peduli pada anaknya padahal hati anaknya terluka.

Lyvia menatap nanar pada ponselnya. Padahal kata-kata semangat dari pembaca setianya adalah memberi semangat untuknya juga kerena cerita itu adalah kisahnya.

"Makasih atas semuanya Pa," lirih Lyvia menintikan air mata.

Lyvia menaiki tangga lalu membuka pintu kamarnya keras. Ia pun menggambil kaca dan menggesekan ke tangan putihnya hingga cairan merah itu keluar.

Lyvia melempar kaca runcing itu ke segala arah. Ia menuju balkon kamarnya dan menemukan seorang cowok yang duduk di kursi roda yang kini tengah berada di balkon.

Cowok itu menulis sesuatu lalu membentuk kertas itu bulat dan melemparkan nya ke arah Lyvia. Balkon Lyvia dan cowok itu lumayan dekat jadi mudah ketika melempar kertas itu.

Lyvia membuka isi kertas itu.

Merasa kesepian?

Hampa?

Tidak ada yang peduli?

Ingin menangis, tapi tidak ingin terlihat lemah?

Lyvia menatap cowok itu. Apa dia cenayang? kenapa kata-katanya tepat sekali?

Cowok itu menulis kembali dan melemparkan nya lagi.

Aku bukan cenayang hanya menebak.

Ingin berteman?

Lyvia menggambil pulpen dari dalam tasnya lalu mulai menulis sesuatu kemudian melemparkan nya ke arah cowok itu.

Cowok itu sedikit menunduk untuk menggambil kertas itu karena ia duduk di atas kursi roda.

Aku enggak percaya teman.

Cowok itu tersenyum tipis. Ia menulis sesuatu lagi di buku dan merobeknya seraya di bentuk bulat dan di lempar.

Lyvia meraih kertas itu dan membacanya.

Nama aku Guntur Gemilang. Jika ingin berteman :)

Aku kecelakaan makanya lumpuh. Aku berdoa semoga bisa berjalan lagi.

Enggak papa kan aku cerita. Aku udah anggap kamu temen aku.

Lyvia melempar kertas itu ke bawah balkon lalu masuk tanpa membalas surat itu. Lyvia menutup hordeng tidak sengaja telinganya mendengar teriakan dari sebrang sana.

"Heh anak enggak guna! makan tuh bubur basi, cuman itu yang ada!" teriak wanita itu. Sedangkan cowok bernama Guntur itu tidak protes dan memakan nya akibat rasa lapar yang tidak bisa ditahan.

Lyvia menatap kasian. Lyvia menunduk dalam seraya melihat bagaimana Guntur makan dengan lahap padahal bubur itu tidak layak di makan.

"Mungkin kita bisa jadi teman untuk saling menguatkan," gumam Lyvia.

~RAPUH🥀~

Feel-nya belum dapet. Maaf🙏

RAPUH (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang