🥀KELUARGA BARU🥀

1.1K 109 38
                                    

"Dirasa sudah tidak punya tujuan, coba kembalilah pada maha kuasa dan meminta petunjuknya, maka kita tunggu mukjizatnya."__RAPUH🥀

                         ~RAPUH🥀~

Lyvia sudah bersiap dengan jaket merahnya lalu menuruni tangga. Dirinya bertekad untuk menemui Abangnya di rumah sakit tanpa memberitahukan Bibi Minah. Dirinya melihat jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangannya ternyata menunjukkan pukul 06.00 pagi. Lyvia berlari seraya berlari, lumayan sekalian olah raga.

Setibanya di rumah sakit dengan nafas ngos-ngosan Lyvia memegang dadanya lalu berjalan pelan memasuki pekarangan rumah sakit itu. Ternyata ada Papa dan Mamanya di sana bersama seorang Dokter, dan jangan lupa dengan seorang pria yang sedang menggendong seorang gadis mungil, apa itu Papa Avaro?

"Jika tadi saya periksa, pasien seperti diberi obat hingga pasien bisa tertidur dengan lama dan bisa menyebabkan kematian untuk kedua kalinya," jelas Dokter itu. "Obat itu sangat berbahaya, apa kalian bisa melihat orang yang memasuki ruangan ini?"

"Kemarin hanya seorang Suster, Dok," jawab Vito cepat. "Dia menyuntikan sesuatu pada Lion, saya fikir itu vitamin."

Dokter itu menghela nafas. "Tolong lain kali kalian liat siapa orangnya, jika tidak maka keadaan Lion akan semakin parah."

"Iya, Dok. Terima kasih," sahut Lisa sesegukan bersama derai air mata.

"Kalo begitu saya permisi," pamit Dokter itu hingga ketiga orang dewasa itu menggangguk.

Lyvia membekap mulut berusaha menahan tangis. Lyvia ingin pergi ke sana untuk menenangkan Mamanya dan memeluk Mamanya. Astaga! apa yang ia pikirkan, tolong Lyvia buang jauh-jauh hayalanmu itu.

Kakinya menuntun dirinya untuk melangkah mendekati Mamanya. Lyvia sempat terkejut pada tingkahnya membuat Lisa dan Vito menoleh dengan tatapan nyalang.

"Kamu?" Lisa mendekati Lyvia lalu menamparnya kuat. "KAMU KAN YANG NGASIH OBAT ITU AGAR KEADAAN LION MAKIN PARAH?!" teriak Lisa menggebu-gebu.

"Enggak, Ma. Lyvia....," kalimatnya terpotong saat Vito justru menarik rambutnya dan menyeretnya ke luar.

"Pa sakit! maafin Via, Pa!" mohon Lyvia berusaha melepaskan tangan Papanya dari rambutnya.

"Kamu selalu bikin saya malu, sialan! belum cukup buat anak saya Lion menderita?!" Vito berjongkok di depan Lyvia, sementara Lyvia menunduk.

"Pa. Lyvia...," ucapannya terpotong lagi.

Plak!

Vito menamparnya kuat. "Kamu tau, seandainya saja saya berharap kamu bukan putri saya. Siapa yang ingin mempunyai putri pembunuh seperti kamu!" Vito mencengkram kedua pipi Lyvia. "Jika kamu mati pun saya bakal senang, karena kamu hanya beban bagi saya!"

"Pa," lirih Lyvia. "Papa bohong kan?"

"Enggak saya enggak bohong. Cepet mati, ya, biar saya senang. Kamu pengen liat saya bahagia kan?" Lyvia menggangguk kan kepalanya. Lyvia akan melakukan apapun agar keluarga bahagia.

"Maka kamu harus mati mengerti?" Vito beranjak kemudian berlalu pergi. Lyvia menundukkan kepalanya seraya menangis.

"Eh itu Lyvia kan?" tanya gadis yang memakai kaca mata.

"Iya, dia bunuh Kakaknya sendiri. Cih nanjis banget," decih gadis berponi itu.

"Dia pantas dapet perlakuan kaya gitu. Salah sendiri bunuh Kakak kandungnya."

"Gue denger kakaknya lagi kritis. Cih adek macam apa dia!" kedua gadis itu pergi seraya mengatakan hal yang tidak mengenakkan untuk Lyvia.

Lyvia mengacak rambutnya. Ia menatap ke atas, dirinya bukan pembunuhan! kenapa mereka selalu berkata sesuatu yang menyakitkan tanpa tau kebenarannya? seharusnya mereka tidak melakukan itu.

RAPUH (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang