🥀MEMINTA MAAF🥀

1.1K 139 29
                                    

"Seperti bunga yang memperlihatkan keindahan yang sementara, setelahnya ia pun layu maka jangan mengharap untuk dirawat kembali, justru tidak akan dipedulikan lagi."____RAPUH🥀

                        ~RAPUH🥀~

Lyvia menidurkan kepalanya di bantal sambil melirik Bibi Minah yang mengusap rambutnya lembut. Lyvia menghela nafas panjang mengingat kejadian tadi adalah hal yang belum pernah dia lakukan.

"Non yakin enggak mau ke rumah sakit. Siapa tau ada cendera di kepala, Non," ucap Bibi Minah membuat Lyvia menggeleng.

"Enggak perlu, Bi. Aku juga udah biasa," balas Lyvia lalu duduk di atas kasur seraya menatap Bibi Minah.

"Apa yang Lyvia lakuin tadi salah, ya, Bi?"

Bibi Minah menggeleng. "Enggak, non. Non cuman ngungkapin perasaan non yang terus non pendam. Lagi pula perlakuan tuan sama non itu kelewatan batas, non berhak untuk marah," jelas Bibi Minah mengelus rambut Lyvia.

Lyvia menghembuskan nafasnya. "Aku bakal minta maaf, omongan aku itu pasti nyakitin Papa." Lyvia menoleh pada Bibi Minah. "Papa kalo pulang jam berapa, Bi?"

"Sekitar jam sembilan gitu, emang non mau ngapain?" Bibi Minah balik bertanya.

"Ingin meminta maaf. Bibi lebih baik istirahat, biar teh kesukaan Papa aku yang buat," tutur Lyvia menggerjapkan matanya.

"Bener non?" tanya Bibi Minah membuat Lyvia menggangguk dan mendorong tubuh wanita paruh baya itu pelan.

"Bibi banyakin istirahat, biar Papa jadi urusan aku," ucap Lyvia keluar kamar. Sementara itu Bibi Minah tersenyum lalu menuju ke kamarnya.

Lyvia melangkah ke arah dapur lalu menggambil teh celup, susu dan air hangat. Papanya sangat suka teh susu, entahlah Lyvia tidak pernah mencobanya, tetapi Papanya sangat menyukai teh tersebut.

Selesai membuat teh dirinya pun melihat jam dinding dan menunjukkan pukul 21.00, berarti Papanya akan pulang sebentar lagi. 

Pintu utama akhirnya terbuka Lyvia tersenyum mendapati Papanya. Ia segera menghampiri Papanya sambil membawa teh di atas nampan.

"Pa. Ini di minum, hem Lyvia mau minta maaf atas kejadian tadi. Maafin Lyvia, ya, Pa," tutur Lyvia menunduk.

Vito memutar bola matanya malas lalu melempar segelas teh itu ke lantai hingga gelas itu pun pecah.

"Saya enggak semudah itu buat maafin kamu," sungut Vito berjalan lalu berbalik. "Dan jangan pernah menyentuh dapur, karena pasti teh buatan kamu berisi racun." Vito kembali melangkahkan kakinya ke arah kamarnya.

Dilain sisi Lyvia menunduk sambil mencakar pergelangan tangannya dengan kuku-kuku tajamnya. Niatnya ini baik, ingin meminta maaf tetapi justru respon Papanya seperti itu.

Lyvia berlari tidak peduli pada gelas kaca yang berserakan di lantai. Sementara itu Bibi Minah yang sedari tadi memperhatikan kejadian itu menghela nafas, dirinya pun segera menggambil pecahan beling itu lalu membersihkan nya.

Di kamar Lyvia menatap dirinya di cermin. "Cermin, apa aku seburuk itu? apa aku enggak pantas untuk mendapat maaf? aku hanya ingin memperbaiki tetapi kenapa sangat sulit?" Lyvia merosotkan tubuhnya ke lantai dengan air mata mengalir deras.

                     ~RAPUH🥀~

Lyvia membaca buku fisika dan matematika dengan lembar-lembar soal juga contoh. Guru privatnya tidak datang karena sedang sakit, dia hanya memberi soal dan contoh pada Lyvia. Setelah membereskan semua pekerjaannya Lyvia menuruni tangga dan mendapati Papanya yang sedang membaca satu-persatu dokumen.

RAPUH (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang