special chapter: hello, jef?

171K 18.3K 13.9K
                                    

Seharusnya ini jadi chapter spesial ulang tahun Jeffri yang dibuat spontan karena iseng aja; tapi some things happened jadi telat, deh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seharusnya ini jadi chapter spesial ulang tahun Jeffri yang dibuat spontan karena iseng aja; tapi some things happened jadi telat, deh... Anyway, jangan berekspektasi apa-apa ok! Enjoy!


-





"Guys... Campaign kita dirombak lagi."

"Sialan!"

Gebrakan meja terdengar keras seiring umpatan dan sumpah serapah melayang dari mulut-mulut pekerja akhir pekan.


Ini hari Sabtu, demi mengejar campaign yang tinggal hitungan minggu, tim berisikan lima orang itu rela bekerja lembur untuk mengejar deadline. Konsep sudah diperbincangkan dan telah disepakati bersama–setelah berkali-kali revisi tentunya. Semua turunan campaign sedang dalam proses produksi, dikejar dengan sangat gencar agar sisa 40% persiapan dapat selesai di pekan depan.

Dengan hati yang waktu itu mulai tenang, tim yang dikomandoi Jeffri itu berkumpul di cerahnya Sabtu sore demi menyambut minggu depan yang (hopefully) kembali lengang. Tapi sayang, harapan tinggal harapan; satu panggilan di Sabtu sore itu menghancurkan segalanya.


Jeffri masuk dengan langkah lunglai, menyampaikan pesan dengan nada datar yang setelahnya disambut dengan umpatan.

"Bisa lah ini!" Teriak Jeffri, tiba-tiba bersikap optimis. "Bisa, kan?! Bisa, yak?!"

Suaranya jelas penuh dengan kepura-puraan dan kemuakkan.

"Bisa gila, sih, gue rasa." Timpal Naya.

"Iya bener, maksud gue juga bisa gila."

Keduanya bertatapan, kemudian tertawa bersama; lebih ke menertawai kepedihan realita.


"Mau cek email dari Mas Ari barengan gak, Nay?" Tanya Jeffri, mulai terbiasa bersandar pada Naya jika ia sudah merasa hampir tidak bisa.

"Ngapain lu ngajak-ngajak gue?" Godanya.

"Gue nggak mau mengalami mental breakdown sendirian. Setengah-setengah, ya? Gue 50, lo 50."

"Gue 40, lo 60."

"Pake ditawar... Ya udah ayo, gue 70, lo 30."

"Gow!"


Keduanya duduk berdempetan, membaca email tanpa suara pada satu perangkat yang sama.

Email yang dikirimkan sebenarnya tidak terlalu panjang, tapi butuh waktu yang cukup lama bagi mereka berdua untuk mencerna isinya karena kalimat yang disampaikan terkesan berantakan.

"Lo ngerti nggak Mas Ari ngomong apaan?"

"Jujur nggak."

"Gue juga nggak."

"Ini yang bego kita apa Mas Ari, ya?"

"Kita. Kan client selalu benar."

"Oh, satu level sama senior, ya."

HIMPUNANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang