5 - OBAT PENAKLUK HATI

362 23 8
                                    

Selamat membaca💖
Jangan lupa untuk meninggalkan jejak agar tidak menjadi pembaca gelap. Okey?

***

"Sakit nggak?"

"Perih dikit," Gewanta meringis saat kapas yang basah karena obat merah itu menyentuh pelipisnya. Matanya memejam menahan perih. Rasanya Gewanta ingin mengeluh tapi melihat wajah Viola yang sangat dekat itu membuat rasa sakit itu menghilang seketika.

"Lagian kenapa harus berantem sih? Kan bisa diselesaikan baik-baik. Gue lihat dari malam waktu itu kalian selalu nggak akur," cerocos perempuan itu.

Viola memundurkan dirinya saat merasa sudah selesai memberikan obat pada luka Gewanta. Mereka duduk di bangku yang ada di UKS. Viola tadi menarik Gewanta secara tiba-tiba saat di kantin. Viola merasa Gewanta sudah menyelamatkannya dari laki-laki tadi. Dan Viola hanya ingin mengucapkan rasa terimakasihnya.

"Namanya juga cowok. Berantem itu hal biasa," jawab Gewanta seadanya.

Viola memutar bola matanya malas. "Jadi karena cowok harus berantem gitu? Nggak semua masalah ya harus pake tenaga,"

Gewanta tersenyum singkat di tempatnya. Ia menyentuh pelipisnya yang sudah diberikan perban kecil oleh Viola.

"Segitunya lo khawatir sama gue. Tenang aja kali. Seorang Gewanta nggak bakalan kalah kalo soal berantem," Gewanta membanggakan dirinya sendiri.

"Enak aja! Gue nggak ada ya khawatir sama lo. Lagian ini juga cuma rasa terimakasih," Viola berdiri dari duduknya. Belum sempat akan meninggalkan tempat itu, lengan Viola ditahan oleh Gewanta. Membuat perempuan itu menoleh.

"Apa?"

"Lo mau ke mana?"

"Kelas lah. Ini udah jam belajar,"

"Nggak mau bareng gue?" Gewanta ikut berdiri dari tempat duduknya.

"Kelas kita kan beda." Viola melepaskan cekalan tangan Gewanta.

"Tapi satu jalur kan? Nanti kalo gue pingsan di koridor gimana? Kepala gue pusing banget nih," Gewanta memegang kepalanya seolah ia merasakan sakit yang sangat berat.

"Eh? Lo beneran sakit ya?"

Gewanta mengangguk kecil. "Kayaknya karena dipukul tadi otak gue terganggu deh. Coba lo periksa dulu,"

Viola mengerutkan dahinya seolah cemas karena keadaan Gewanta. Perempuan itu tidak sadar bahwa Gewanta tengah bercanda. Mana ada otak terganggu. Gewanta terkekeh kecil. Sementara Viola menyentuh rambut tebal Gewanta. Ia mengajak Gewanta untuk kembali duduk. Viola sedikit memberikan pijatan pada kepala Gewanta. Jujur saja Viola cemas karena Jeni pernah berkata bahwa kepala sangat rentan dengan benturan.

"Sorry ya karena gue lo jadi kayak gini. Pasti sakit banget ya?" Suara Viola terdengar begitu khawatir.

Gewanta tersenyum simpul.

"Sakit banget." kata Gewanta sembari memandang wajah cantik Viola. Mungkin kalau lo nggak kenal gue, lo nggak bakalan diganggu sama mereka. Semua juga karena ulah gue. Dan mungkin mulai sekarang lo jadi tanggung jawab gue Viola. Tapi sayang kata-kata itu hanya bisa diucapkan oleh Gewanta melalui hati nuraninya.

Viola masih melakukan hal itu sampai ia sadar bahwa Gewanta tengah menatapnya. Laki-laki itu tidak berkedip walaupun Viola sudah melambaikan tangannya di depan wajah Gewanta.

SHAMUDERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang