21 - DIA MENJADI DIAM

140 6 0
                                    

Akhirnya setelah beberapa tahun ga ngetik, aku mulai berani'in diri lagi buat ngelanjutin Samudera karena menurut aku banyak cerita yang udah terbengkalai disini huhuuu, ternyata kuliah capekk juga yaa sampe aku pernah hapus aplikasi wattpad karena sibuk nugas😭💔

Ga banyak basi-basa sih, intinya semoga kalian tetep mau baca cerita ini. Tetep mau vote sama komenn apapun. Aku bener-bener ngerasa semangatt dengan semua itu😭❤️

Selamat membaca teman-temann❤️❤️

***

Gewanta menatap ke samping, di tempat Viola duduk. Mereka kini sudah berada di dalam mobil Gewanta untuk mengantarkan Viola pulang ke rumah. Sejak tiga puluh menit yang lalu, Viola masih diam. Tidak biasanya perempuan itu menutup mulutnya rapat-rapat. Seperti ada sesuatu yang Gewanta tidak mengetahuinya. Biasanya, Viola akan bercerita apapun yang terjadi padanya. Apalagi, menurut Gewanta, Viola tadi banyak tersenyum saat bersama Sifa.

"Viola," Gewanta memberanikan diri untuk memulai percakapan dengan perempuan di sampingnya.

Viola menoleh, "Kenapa?"

Entah mata Gewanta yang salah atau apa, dirinya melihat mata Viola sedikit berkaca-kaca.

Tidak langsung bertanya, Gewanta justru mengambil jalan kiri untuk menepikan mobilnya. Laki-laki itu nantinya tidak bisa fokus pada Viola jika sembari menyetir.

Gewanta menoleh pada Viola.

"Kamu nangis?"

Viola gelagapan sendiri. Ia langsung menyentuh matanya yang terasa basah.

"E-enggak kok, ini paling cuma bawaan ngantuk doang," Viola mengalihkan pandangannya sembari mengusap pipinya.

"Viola," Gewanta menyentuh pipi perempuan itu agar melihatnya. "Kamu kenapa? Aku perhatiin sejak ke luar dari rumah aku tadi kamu lebih banyak diem. Aku ada salah sama kamu?"

"Gak ada, kok. Mungkin aku capek aja kan seharian ini banyak kegiatan," Viola menjawab dengan tenang.

Gewanta mencoba berpikir keras. Dirinya mengingat lagi kesalahan yang ia lakukan pada Viola sebelum mereka pergi. "Kamu masih marah soal yang kemarin?"

"Aku gak marah soal apapun. Aku cuma mau pulang," Viola mengalihkan tatapannya ke arah jendela.

Gewanta hanya menghembuskan napas gusarnya. Pasti ada sesuatu yang membuat Viola dingin seperti ini. Gewanta tidak ingin nantinya hal kecil seperti ini akan menjadi besar. Gewanta mau, ketika ada kesalahpahaman langsung saja diperbaiki. Agar nantinya tidak melebar kemana-mana.

"Viola," Gewanta mencoba memegang tangan perempuan yang terbalut jam tangan berwarna hitam itu. "Kamu ... ada lihat sesuatu di rumah aku tadi?"

Viola merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. Haruskah ia mengatakan sesuatu yang memang benar adanya? Atau, menyimpan hal itu sendiri agar tidak menyinggung perasaan Gewanta?

"Viola, kalo ada apa-apa kamu bilang sama aku. Aku gak bisa baca pikiran kamu. Gak bisa tau isi hati kamu. Kamu bisa bilang sama aku kalo ada sesuatu yang salah dari aku," jelas Gewanta pada Viola.

"Kamu gak salah Gewanta. Sekarang aku cuma mau pulang," Viola lagi-lagi mengalihkan pandangannya ke arah jendela dan melepaskan genggaman tangan Gewanta. Hal itu membuat hati Gewanta panas. Namun masih bisa menahannya.

Tangan kanan Gewanta yang masih memegang setir lalu mencengkeram kuat. Laki-laki itu tidak bisa melihat Viola yang diam seperti ini. Karena lebih berbahaya. Sebab Gewanta tidak bisa mengetahui apa yang terjadi pada Viola.

SHAMUDERATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang