Dua jam berlalu begitu saja, Jeno yang bosan setengah hidup sudah menahan berat matanya agar tidak terpejam. Sudah berulang kali ia menguap lebar. Mungkin orang-orang yang berlalu lalang dikolidor ini sudah bosan melihat muka kusut Jeno, juga mulutnya yang terbuka lebar saat terbuka.
Jeno hampir tertidur jika tidak dikejutkan dengan suara pintu utama dibuka, agaknya sedikit kasar. Dia melihat dosen pemimpingnya dengan seorang mahasiswa yang mengikutinya, yang sepertinya sedang membujuk si dosen. Saat dosennya itu sudah di depan pintu ruangannya Jeno hanya berdiri menyaksikan. Sedangkan mahasiswa lain tadi masih memohon.
"Saya sudah ingatkan jadwal bimbingan untuk anda hanya hari kamis, anda jelas tahu mengapa anda bisa berakhir begini."
"Sir tolong, saya mau cepat lulus. Tolong periksa proposal saya, Sir. Saya akan bayar berapa-"
"Anda kira saya orang miskin?" Dosen muda itu berbicara dengan nada dingin dan datar, belum lagi tatapannya yang tajam menusuk.
Tak sadar Jeno menelan ludahnya, akan sangat gawat jika ia dapat masalah dengan dosennya itu.
"Jika anda masih mau saya bimbing, ikuti aturan saya."
"Tapi, Sir, sa-"
Kalimat mahasiswa itu terhenti karena melihat wajah dosen muda itu yang semakin tak bersahabat. Dengan lesu akhirnya ia pun menganggukkan kepalanya. Lemah ia menjawab, "Baik, Sir. Maaf mengganggu waktu anda."
"Terima kasih waktunya, Sir, saya izin diri." Mahasiswa itu membungkuk hormat sebelum pergi berlalu.
Jeno hanya mengedipkan matanya sambil melihat kepergian mahasiswa itu. Kesadarannya kembali saat mendengar suara pintu terbuka. Entah Jeno terlalu bersemangat atau rohnya hanya setengah di tubuh, ia langsung gesit menghadap sang dosen sampai ikut memegang tangan sang dosen yang sedang memegang handel pintu.
Bisu sesaat, mata Jeno membesar dan berkedip lambat saat dihadapannya disuguhi seorang pria dewasa dengan kacamata yang bertengger manis di hidung mancungnya. Wajahnya tirus amat tampan rupawan, lalu bibirnya- tunggu! Hentikan pikiran kotor Jeno!
Jeno segera menggelengkan kepalanya, menyadarkan kembali dirinya bahwa ia tak harusnya memikirkan hal seperti itu, tapi jika di lihat-lihat pria dewasa ini memang tampan sekali. Jeno tak sadar mengembangkan senyumnya.
"Anda suka saya?"
Doeng!
Jeno langsung menutup senyumnya, berdehem pelan dan menggeleng. "Tidak-anu maksud saya, saya....." ayo bantu Jeno mengisi kalimat rumpangnya.
"Jika tidak tolong lepaskan tangan saya dari tangan penuh bakteri itu."
Jeno melihat tangannya yang ternyata memang berada di atas tangan sang dosen, pantas hangat dan nyaman. Dengan gemetar Jeno menarik tangannya dan tersenyum kikuk. "Maaf, Sir!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantra Cinta [MARKNO]
FanficIni kisah suka dukanya mahasiswa semester akhir. . 'Hari ini saya tidak masuk. Saya sakit gigi.' Jeno tersenyum sambil menggenggam ponselnya erat. Rasanya sangat percuma ia menahan kantuk 2 jam menunggu dosennya. Rasanya percuma bangun subuh-subuh m...