Jeno memang berani kalau di chating, tapi sekarang berhadapan di depan si dosen nyalinya menciut sampai tidak berani mengangkat kepalanya. Jeno takut, tapi banyakkan rasa malu, rasa ingin menghilang seperti bunsin milik Naruto. Foop!Sialnya saat ia mengangkat pandangannya, dirinya tetap disuguhi wajah dingin dosen tampannya. Ini tidak baik, terlebih untuk jantung Jeno. Degupnya berbahaya, Jeno meremasnya pelan sambil memandang kembali sepatu usangnya.
"Kamu bisa buat kopi?"
"Ya?" Jeno dengan wajah bodohnya tanpa sadar berkata iya, dia bertanya, tapi bagi dosennya itu jawaban.
"Buatkan saya, kopinya jangan terlalu banyak, gulanya banyakin. Di sana kamu bisa bikin."
Jeno menelan ludahnya kasar, kalau ini kopi instan mudah saja bagi Jeno, tapi kalau kopi-
"Mengapa masih diam?"
"Ah! Iya, saya kerjakan, Sir!" Jeno beranjak menuju tempat pantry mini. Mengambil cangkir dan sendok, kemudian menilik gula dan kopi. "Tadi yang banyak gulanya apa kopi, ya?"
Jeno jadi meragu. Bagaimana ini, dia tidak fokus mendengarkan sir Mark tadi. Jangan sampai perkara kopi dia dicaci maki lagi.
Jeno memberanikan diri mengambil dua sendok kopi dan dua sendok gula lalu memasukkannya ke dalam cangkir sedang, ia tahu rasanya pasti tetap pahit, tapi kan kalau di film-film orang tua sukanya kopi pahit kan? Jeno tersenyum, air dari despenser sudah mengisih cangkir tadi. Dirasa cukup Jeno mengaduknya kemudian. Menatanya di atas piring cantik kemudian dibawa ke meja Mark.
Dasarnya Jeno itu ceroboh jadi pas saja saat ia ingin meletakkan cangkir itu kebetulan Mark bergerak mengakibatkan tangannya menyentuh cangkir itu. Air panas terciprat ke lengan baju sang dosen hingga membuatnya menggeram dan berdiri. Cukup banyak.
Tangan Jeno gemetar, dia tak lebih seperti tikus kecil di hadapan harimau sumatra.
"Mengapa kamu selalu membuat masalah? Kamu tahu bukan kopi itu panas-"
Jeno segera menangkupkan kedua telapak tangannya kemudian berlutut meminta ampun. "Maaf Sir ga sengaja sumpah, ampun Sir jangan bunuh saya, saya masih jomblo!" Kepalang takut Jeno tidak sadar dengan ucapannya.
"Siapa yang ingin membunuhmu?"
Jeno mendongak, tapi masih seram saja wajah dosennya itu. "Maaf banget Sir ga sengaja, sumpah, maafin saya, Sir!"
Mark menghela nafas, percuma saja ia meledak marah mahasiswanya ini paling semakin takut. Itu malah menjadi image yang buruk untuknya. "Berdiri kamu, duduk di sana!"
Mark mengambil tisu dan membersihkan bekas kopi di lengan bajunya. Sementara Jeno kembali duduk di kursi. Dia semakin kalut takut-takut ini menjadi akhir riwayatnya, memang sih Jeno agak lebai berpikir Mark akan membunuhnya. Tapi ya namanya orang panik mana bisa berpikir rasional.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantra Cinta [MARKNO]
Fiksi PenggemarIni kisah suka dukanya mahasiswa semester akhir. . 'Hari ini saya tidak masuk. Saya sakit gigi.' Jeno tersenyum sambil menggenggam ponselnya erat. Rasanya sangat percuma ia menahan kantuk 2 jam menunggu dosennya. Rasanya percuma bangun subuh-subuh m...