Serangan jantung ringan."Lo tu selalu bikin masalah deh perasaan, ini maksudnya lo maksa sepupu gue jadi tunangan lo apa, hah?"
"Kamu tahu saya-"
"Alah, berisik, ga usah ngomong formal ya. Jijim gue. Berasa baca buku sastra."
"Aku serius, ngejadiin Jean tunangan karena aku ngerasa cocok sama dia."
"Dih, ngerasa benar lo ngomong gitu di depan muka gue? Cocok? Cocok apaan hah? Cocok buat bahan percobaan pembunuhan kayak Jihan dulu? Jangan mentang-mentang Jeno pake jantung nya lo jadi bisa maksa dia semau lo!" Memang mulut Tirta tidak ada remnya, blong, lepas saja. Apapun kemungkinan yang terpikirkan maka akan ia utarakan. Apalagi jika menyangkut Jeno dan masa lalu Mark.
Nada bicaranya yang hampir berteriak dan membentak tentu menimbulkan lirikan dari pasang mata yang berlalu-lalang di lorong rumah sakit. Mereka tepat berada di depan ruang inap Jeno, seperti yang sudah di singgung lelaki kelahiran november itu kini sedang dirawat karena mendadak terkena serangan jantung ringan.
"Berhenti dari permainan konyol lo. Biarin Jeno bebas, dia masih terlalu muda buat jadi korban kejahatan cewek gila itu. Berhenti, Mark."
"Aku bakal lindungin Jean, apapun yang terjadi. Aku akan berusaha jauhin Jean dari dia-"
"Kamu ga bisa!" potong Tirta, ia menatap Mark, kali ini mimik wajahnya menyuarakan ketakutan. "Dia bisa lakuin itu pada Jihan, ga nutup kemungkinan dia bakal lakuin hal yang sama ke Jeno. Kemarin dia cerita, pacar kamu ngajak dia ketemuan dan memberikan peringatan pertama. Mark, gue cuma ga mau adek kesayangan gue jadi korban. Jeno udah cukup teraiksa dengan hidupnya."
"Tapi aku ga bisa mundur, Tirta. Aku ngerasa nyaman, Jean bikin aku ngerasa berbeda. Aku benar-benar serius dengan perasaanku, aku ngerasa ini cinta."
"Mark, bedain mana cinta mana kasihan."
Mark terdiam, Tirta tetap dengan kilat tajam di sorot matanya. Sedangkan Mark merasakan seperti baru saja tersiram air es, apa yang Tirta ucapkan mulai menciptakan keraguan dalam hatinya.
"Gue harap lo bijak, dengan ga ngorbanin orang sebaik Jeno, cuma buat rasa kasihan yang lo balut dengan kata cinta. Cinta ga gitu, Mark."
Keheningan menyapa mereka setelah Tirta selesai berucap. Tirta kini memilih duduk bersandar di kursi tunggu. Keduanya kini sibuk dengan pikiran masing-masing.
Tanpa mereka sadari Jeno sedari tadi mendengar semua percakapan kedua lelaki itu. Ia sudah tersadar, lalu dengan semua yang sepupunya sampaikan tadi dengan nada setinggi itu siapa yang tidak mendengar.
Memang sangat drama sekali kisah hidupnya ini. Mengapa sulit sekali menemukan kebahagiaan di setiap lembar hidupnya, atau memang Jeno hanya kurang bersyukur saja? Jeno mengusap air matanya yang luasa mengalir, apa tidak ada yang benar-benar tulus mencintainya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Mantra Cinta [MARKNO]
FanfictionIni kisah suka dukanya mahasiswa semester akhir. . 'Hari ini saya tidak masuk. Saya sakit gigi.' Jeno tersenyum sambil menggenggam ponselnya erat. Rasanya sangat percuma ia menahan kantuk 2 jam menunggu dosennya. Rasanya percuma bangun subuh-subuh m...