° BKK 24

171 26 0
                                    

B i s m i l l a h

Kebahagiaan tiap orang itu berbeda. Menghargai adalah tugas kita.

°°°

Nanta menatap sangat malas pada menu sarapan pagi ini. Dia sangat tidak nafsu untuk memulai sarapannya.

"Nta, ayo dimakan dulu sebelum berangkat kuliah."

Ayu terus memberikan perhatiannya sejak tadi. Sedangkan hati Nanta sudah seperti memberikan pertanda. Dia takut. Dia tidak terlalu berharap. Biarlah semuanya mengalir dan waktu yang menjawab.

Nanta berdiri dari duduknya. "Nanta sarapan dikantin kampus aja, Ma."

Ayu menatap iba. Apakah anaknya sudah terlanjur kecewa? Untuk duduk bersama melakukan sarapan saja rasanya sangat enggan.

Baru ingin melangkahkan kaki menjauh, Miftah turun dari tangga dan berjalan kearah mereka. "Mau kemana, Nta?" Miftah mengambil tempat duduk sebagai Kepala keluarga dan sedikit membenarkan kerah bajunya. "Ayo, kita sarapan dulu."

Tatapan mata Nanta datar. Dia terlalu lelah untuk menjalani drama hidup ini. Karena tak mau menimbulkan masalah di pagi buta, Nanta mengikuti intruksi sang Papa. Senyum Ayu terbit kala melihat anaknya kembali duduk pada tempat semula. Dia mulai menuangkan susu ke cangkir Nanta dan meletakkan tepat didepannya.

Miftah yang melihat keganjilan pun menghentikan aktivitas merapikan bajunya. "Ada apa, Nanta? Kenapa wajahmu ditekuk seperti itu? Kau tidak menyukai sarapan bersama kita pagi ini. Jika iya, Papa akan berangkat sekarang dan sarapan dikantor."

Nanta mencegah cepat. "Tidak. Aku tidak apa-apa."

Ayu tersentak. Dia terlihat sangat kaget mendengar ucapan formal anaknya. "Nta, dimakan." Ayu tetap memasang senyum walau hatinya sangat sakit.

Nanta mengangguk lalu memulai acara sarapannya. Begitupula dengan Miftah dan Ayu sebelum mereka saling pandang dan tersenyum melihat Nanta. Ada rasa sangat bersalah yang tersarang di hati mereka. Sepasang suami-istri itu merasa sudah sangat gagal menjadi orang tua anaknya. Tidak becus.

Dari arah dapur Bi Suti tersenyum melihat keluarga majikannya berada dalam satu meja dan melaksanakan sarapan bersama. Moment-moment seperti ini adalah moment yang sangat langka terjadi di keluarga ini. Bisa saja mereka lakukan berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Memang orang tua yang sangat payah.

"Mbok, ngapain disini?" Pak Anto muncul dari belakang Bi Suti. Mengikuti arah pandang Bi Suti dan ikut tersenyum.

"Seneng banget ya, Pak, liat Non Nanta bisa dekat sama Mama Papanya. Pasti Non Nanta seneng banget bisa sarapan sama mereka berdua. Rasanya Bibi jadi terharu banget ngeliat mereka kumpul gini. Secara mereka, 'kan emang jarang banget, Pak, sama yang namanya kumpul keluarga," oceh Bi Suti. "Syukur-syukur setahun sekali," lanjutnya dengan menghapus air mata yang menetes.

Pak Anto menepuk pundak Bi Suti pelan dan mengangguk. "Alhamdulillah, Mbok. Tuan Miftah dan Nyonya Ayu masih inget sama anaknya. Mereka berdua terlalu sibuk sama pekerjaannya. Mereka sampe lupa ada Non Nanta yang selalu menunggu kepulangan mereka."

Benar Kata Kakek [t a m a t]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang