° BKK 31

150 26 2
                                    

B i s m i l l a h

Sakit untuk digenggam. Terlalu indah jika dilepas.

°°°

Dilanda dengan kekhawatiran. Nanta sedikit cemas.

Varel sudah berdiri tepat didepan pintu rumah. Sedangkan ia dan Raja baru saja pulang dari mall. Nanta tidak jadi mengantar Raja karena tiba-tiba mobil cowok itu sudah berada tepat di garasi rumahnya. Sudah pasti ini adalah ide dari mereka semua.

Varel menatap datar kearah Nanta yang berjalan menunduk. "Mampus," gumamnya. "Ehehe, Varel. Udah lama, ya?"

Tidak ada jawaban. Varel celingukan kebelakang. Mendapati Raja yang baru saja keluar dari mobil Nanta.

"Masuk." Varel memerintah Nanta dengan tenang. "Ada Bi Suti yang udah nungguin dari tadi."

Nanta menepuk jidatnya pelan. Dia lupa waktu. Padahal Nanta sudah membuat janji dengan Bi Suti jika pulang kuliah nanti akan memakan masakan perempuan tua itu. Dengan cepat Nanta masuk dan berlari kearah dapur.

Raja berjalan kearah Varel dan sempat menatap heran Nanta. Dia menatap Varel dari atas ke bawah, seolah menilai.

"Pulang. Lo butuh istirahat."

Raja menaikkan satu alisnya. Dia seperti sedang berhadapan dengan sang Ayah. "Perhatian banget lo."

Varel mendengus. "Lo udah buang waktu berjam-jam diluar rumah. Ditambah lo melakukan kegiatan itu setelah kuliah. Dalam artian, otak dan tenaga lo butuh istirahat."

Raja tercengang. Dia mengira bahwa Varel akan memarahinya karena telah berjalan dengan Nanta. Tapi dia sangat salah besar.

"Gini ya pemikiran Dokter. Ngga jauh dari kesehatan."

"Itu semua kembali pada diri masing-masing. Jika pun lo bukan Dokter tapi peduli sama diri lo sendiri, lo akan mengerti pasal kesehatan. Begitu pula sebaliknya." Kini Varel menentang keras tanggapan Raja.

Raja menganggukkan kepala. "Ya, gue percaya," sanggahnya. "Gue kira lo bakal marah karena gue udah jalan sama Kinanta dan buat lo nunggu."

Varel hanya menatapnya datar. "Alasan kedua yang gue buat. Alasan pertama yang barusan lo ucap."

Mendengar perkataan itu, Raja mengangkat kepala. Cukup lama dua pemuda itu saling pandang.

"Gue pulang."

Tak menunggu balasan dari Varel, Raja langsung membalikkan badan dan berjalan tergesa kearah mobil.

Varel pun hanya menatapnya datar. Satu tangannya ia masukkan kedalam saku. Varel kali ini lebih terlihat tak peduli pada siapapun.

Kepergian Raja yang telah keluar dari halaman rumah Nanta membuat Varel mengusap wajah kasar. Beberapa kali dia menghembuskan napas sangat kasar. Dia menyenderkan tubuhnya pada pintu utama. Menatap mobil Nanta yang baru saja digunakan oleh saingan dan kekasihnya.

"Lo terlalu istimewa untuk dibagi," ucapnya terus memandang mobil itu. "Tapi lo terlalu sakit untuk digenggam dan terlalu indah untuk dilepas."

Benar Kata Kakek [t a m a t]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang