° BKK 34

125 28 0
                                    

B i s m i l l a h

Kenapa terus berjuang walau kenyataannya jelas tertolak?

°°°

Hari ini adalah hari ke enam kepergian Varel ke Amsterdam. Keduanya sangat sulit berkomunikasi. Varel sudah memberitahukan hal ini kepada Nanta terlebih dahulu. Biar bagaimanapun, ada sebuah tanggung jawab besar yang sedang ia pikul.

Selama itu pula Raja terus mendekati Nanta. Tak peduli apapun caranya.

"Ngapain lo disini?"

Sekarang sudah pukul setengah lima sore. Nanta baru saja selesai mandi. Bi Suti tiba-tiba memberitahu bahwa ada seorang laki-laki yang mencarinya.

Rupanya itu Raja. Dia sudah duduk disalah satu kursi teras.

Raja memasukkan tangannya pada hoodie yang ia kenakan. "Main."

"Gue sibuk."

Nanta hendak membalikkan badan dan siap melangkah masuk. Tapi tangan Raja lebih dulu mencekal pergelangan tangan Nanta. Membuat pergerakan gadis itu terhenti.

"Ada tamu itu di ladeni. Bukannya main ditinggal aja."

Nanta mendengus. Dia duduk pada kursi lainnya. "Ngapain lo kesini?"

Raja terkekeh. "Silaturahmi."

"Tudep, deh."

Ucapan Nanta membuat Raja menatapnya bingung.

Nanta memutar bola mata jengah. "To the point, maksudnya." Raja menganggukkan kepala. "Cih. Katanya anak hukum," gumamnya sangat pelan.

"Lo bilang apa barusan? Gue ngga denger."

"Ngga," ketus Nanta sangat malas. "Lo ngapain kesini? Ngga bisa ya kasih gue waktu ketenangan. Lo itu ganggu waktu gue."

Bi Suti datang dari arah dalam membawa segelas kopi dan segelas teh. "Silakan diminum, Den Raja."

"Makasih, Bik." Raja tersenyum dan meminum kopinya pelan.

Nanta yang tak melepas pandangannya pada Raja berdecih. "Sok jaim lo!"

Raja hanya terkekeh. "Gue kesini mau silaturahmi. Siapa tau hubungan kita makin dekat."

Tatapan mata Nanta mengintimidasi.

Tiba-tiba Nanta mengangkat tangan kanannya. Dengan sengaja ia memamerkan sebuah cincin yang tersemat cantik disana. Cincin itu ia elus dengan manja. Sesekali melirik Raja yang sedang menatapnya heran.

"Cincinnya bagus, ya." Nanta memamerkan cincin itu tepat didepan wajah Raja. "Maklum, belinya pake cinta jadi cocok aja gitu di jari gue."

Raja mengangguk. "Mungkin kalau gue yang beli lebih cocok di jari lo."

Nanta mendelik cepat. "Ngga mungkin, sih, kayaknya."

Benar Kata Kakek [t a m a t]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang