° BKK 33

123 25 0
                                    

B i s m i l l a h

Dimulai dari hal kecil orang melakukan sebuah kelicikan untuk menjadi orang terpandang

°°°

Tak ada raut bahagia terlontar pada wajah Nanta. Hatinya sedih dan juga menangis.

Hari ini adalah hari dimana Varel akan berangkat ke Amsterdam sesuai perkataannya tempo lalu. Sangat tidak rela bagi Nanta melepaskan Varel.

Nanta mendongakkan kepala. Menatap Varel yang kini juga menatapnya. "Kamu janji harus cepet pulang. Jangan lama-lama disana. Apalagi sampe betah. Pokoknya jangan."

Varel terkekeh pelan. "Iya. Doain aku semoga cepat selesai urusannya. Ini semua juga untuk kebaikan kita."

Varel, sebagai putra sulung didalam keluarga, ia diberikan sebuah tanggung jawab pada Papanya. Membantu Papanya mengurus sebuah bisnis yang sedang terkendala. Lebih tepatnya sebuah kerja sama. Karena Varel memiliki otak yang terbilang cerdas, Papanya menaruh rasa kepercayaan lebih padanya.

Tangan Varel mendarat manis pada kepala Nanta. "Kamu harus jaga kesehatan. Jangan paksakan diri kamu untuk melakukan apapun. Kesehatan itu utama."

"Siap, Pak Dokter." Nanta mengangguk.

Tak lama keduanya terkekeh bersama. Melupakan sejenak pikiran yang terus berkelebat pada masing-masing otaknya.

"Gabung sama yang lain, yuk." Ajakan Nanta dibalas anggukan Varel.

Nanta memandang tangannya yang digandeng lembut oleh Varel. Oh iya, jangan lupakan sebuah cincin yang tersemat disana. Sekadar informasi, acara pertunangan yang diadakan secara mendadak pada malam itu berjalan dengan lancar. Tak ada sedikit pun halangan.

Sekadar informasi lagi, tak ada sama sekali kedua orang tua Nanta menghubunginya. Sekadar menanyakan kabar atau mengucapkan selamat, mungkin. Tapi kenyataannya, tidak ada sama sekali.

"Pengantin baru darimana aja?" celutuk Vina.

Aradita melayangkan sebuah pelototan tajam untuk anak kembar satunya. "Mulutnya, Vina."

Vani terkekeh. "Lo kalau belum tau perbedaan tunangan sama nikah, bilang dong. Jatuhnya malu-maluin lo sekarang."

"Yaelah. Sa ae. Baperan." Vina mencebik. Niatnya ingin menggoda eh mulutnya typo malah bilang pengantin.

"Varel, sebentar lagu pesawat kamu akan take off. Inget, disana harus pinter-pinter jaga diri. Kalau masalah pola makan, Mama ngga perlu ingetin lagi ke kamu. Yang Mama mau, berangkat dengan baik-baik, pulang pun harus seperti itu."

Varel tersenyum. "Iya, Ma. Varel bakal selalu inget pesan Mama."

Sedangkan Wira memutar bola matanya jengah. "Anaknya doang yang diperhatiin. Suaminya ngga."

"Yaah ... Papa mainnya sekarang kode-kodean."

"Kek cewek," ucap Vina menyambung ucapan sang kembaran, Vani.

Benar Kata Kakek [t a m a t]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang