° BKK 50

416 39 8
                                    

B i s m i l l a h

Akhir dari segalanya kini terjadi

°°°

Didalam sebuah pelukan, tangis Nanta sejak tadi belum berhenti. Dia terus menyalahkan dirinya. Dia tidak bisa membuang pikiran itu. Menurut Nanta, memang benar adanya jika ialah yang membuat Raja menjadi seperti ini.

"Nanta, sudah. Kamu jangan kacau gini. Tante ngga mau liat kamu nangis terus, Nta. Apa yang harus Tante katakan sama Raja ketika dia melihat kamu seperti ini?"

Ningrum, sejak tadi dia terus menenangkan Nanta. Berulang kali Ningrum mengeluarkan kata-kata penyemangat untuknya. Tangannya pun ia bawa untuk mendekap tubuh mungil Nanta dan mengelus rambutnya pelan.

Ningrum tahu bagaimana suasana hati Nanta saat ini. Dia pasti merasa sangat bersalah. Padahal dia tahu jika ini bukanlah kesalahan dari keponakannya itu.

"Gara-gara Nanta, Raja jadi seperti itu, Tante. Ini semua karena Nanta, Tan. Nanta ngga mau kehilangan orang yang Nanta sayang lagi."

Sebuah senyuman terbit diwajah Ningrum setelah mendengar pernyataan Nanta.

Tangan Ningrum memegang kedua pipi Nanta. Ia mengelusnya pelan. "Tugas kamu sekarang harus doakan Raja. Doakan semoga dia bisa melewati masa-masa sulit itu. Dengan keadaan kamu yang seperti ini tidak akan mengubah segalanya, Nanta. Justru kamu memperburuk itu semua."

Tubuh Nanta terdiam. Dia berpikir atas apa yang terlontar dari mulut sang Tante.

Lalu tak lama, sebuah jenjang kaki berhenti tepat didepannya. Nanta merasa bersalah pada perempuan paruh baya itu. Dia adalah Bunda Raja. Ya, sejak tadi kedua orang tua Raja senantiasa berdiri didepan pintu ruangan sang anak. Menunggu kabar baik yang dibawa dari Dokter tak kunjung datang.

Ningrum yang mengerti segera berdiri dan mempersilakan Bunda Raja untuk duduk ditempatnya semula.

Nanta terdiam. Dia siap jika kedua orang tua Raja meminta pertanggungjawaban padanya dengan berakhir pada sebuah kurungan penjara. Sejak tadi Nanta terlarut dalam kesedihannya hingga belum bertegur sapa sama sekali dengan kedua orang tua Raja.

Tangan Bunda Raja terbawa menghapus buliran air disudut mata Nanta. "Ngga boleh nangis. Nanti cantiknya hilang," ucap Bunda Raja dengan tersenyum.

Nanta sempat terdiam. Dia mengira jika sang Bunda akan memakinya habis-habisan.

"Kamu itu gadis kuat yang Bunda kenal. Bunda tau gimana khawatirnya kamu. Bahkan, kamu terlihat lebih khawatir daripada Bunda. Bunda bersyukur jika anak Bunda dikhawatirkan oleh gadis seperti kamu."

Setelah itu Bunda Raja membawa Nanta kedalam pelukannya. Ia menyalurkan sebuah energi positif untuk menenangkan Nanta.

"Jangan menyalahkan diri kamu sendiri, Kinanta. Bunda ngga mau kamu merasa bersalah seperti ini. Apa yang Raja alami itu semua adalah takdir. Betul apa yang diucapkan oleh Tantemu tadi, kita harus berdoa untuk kesembuhan Raja. Menyalahkan diri sendiri bukan solusi dari sebuah masalah, Kinanta."

Awalnya Nanta sempat terkejut, bagaimana Bunda Raja bisa mengetahui namanya.

Ah, dia ingat. Bunda Raja sangat sering menitip salam padanya melalui Raja. Mengiriminya sebuah bekal. Dan ini adalah pertama kalinya kedua perempuan itu bertemu.

Benar Kata Kakek [t a m a t]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang