° BKK 32

146 27 1
                                    

B i s m i l l a h

Bersyukur atas apa yang kamu miliki sekarang. Karena apa yang sekarang belum kamu syukuri, adalah sebuah usaha yang mereka wujudkan.

°°°

Senyumnya terus merekah. Kedua bibirnya tak berhenti tertarik membentuk lengkungan. Terlalu indah untuk dideskripsikan.

Hari ini adalah hari pertunangan antara Varel Setiawan dan Kinanta Zerapudja.

Siapa yang menyangka jika kedua insan itu berakhir dengan bertukar cincin? Tidak ada.

Apalagi ditambah berita kepergian Varel tiga bulan pada sebuah negara yang cukup jauh ditempuh. Biarpun menggunakan pesawat.

"Seneng banget ya, Non." Bi Suti datang dari arah belakang Nanta dengan membawa senampan minuman untuk Mang Wan dan juga Pak Anto.

Pipi Nanta bersemu. Dia memegangi pipinya. "Ah, Bibi. Nanta tuh seneng banget. Setidaknya, sudah ada ikatan sakral antara Varel dan Nanta."

Bi Suti mengangguk. "Bener, Non. Bibi juga ikut seneng kalau Non Nanta seneng." Nanta menatap Bi Suti dengan tersenyum. "Kalau gitu Bibi anter minuman kedepan dulu ya, Non."

Nanta mengangguk. "Iya, Bi."

Menatap punggung perempuan tua itu. Nanta mengelus lengannya. Senyum pada kedua pipinya belum juga luntur. Rasa bahagianya saat ini masih ada dan terus bertambah.

Pertunangan akan dilaksanakan malam ini juga. Rupanya Varel beserta keluarga sudah membicarakan kepada Pak Aryi. Pertunangan akan dilakukan dirumah Nanta. Walaupun sederhana tapi Nanta bahagia. Dia tidak masalah akan bentuk pertunangan ini.

Ningrum datang dari arah dapur. "Nanta, kamu makan dulu sana. Dari tadi kamu kerja terus. Makan dulu, ya. Nanti dilanjut lagi."

Nanta yang sedang membenarkan letak sofa pada ruang tamunya mengangguk.

"Sefti mana, Tan?" tanyanya.

Ya, Sefti juga ada disini. Temannya itu juga sama terkejut dengannya. Dengan cepat dan tanpa ba-bi-bu, Sefti langsung menuju rumah Nanta untuk membantu persiapan dadakan ini. Beberapa tetangga juga turut membantu.

Nanta terkenal dengan anak yang aktif dan ceria di kompleknya. Jadilah mereka tidak akan berberat hati membantu Nanta. Mereka juga tahu bagaimana keadaan keluarga Nanta yang terjadi. Beberapa diantara mereka juga menaruh rasa simpati atas apa yang terjadi.

"Ada di dapur. Sefti juga udah makan tadi sama Tante. Katanya waktu ngajak kamu, kamunya belum mau. Yaudah Tante temenin dia makan." Ningrum mengelus lengan Nanta lembut. "Makan, ya. Urusan ini bisa dilanjut nanti. Lagian, udah mau selesai juga, kan?"

Nanta mengangguk. "Yaudah. Kalau gitu, Nanta ke dapur dulu ya, Tan."

Dengan gesit Nanta membawa dirinya menuju dapur. Membuat Ningrum menggelengkan kepala.

Alih-alih pandangannya tertuju pada sebuah dekorasi simple yang Nanta ciptakan. Tak banyak dekorasi terpasang tapi keadaannya terkesan elegan dan tidak berlebihan.

Benar Kata Kakek [t a m a t]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang