° BKK 49

200 30 0
                                    

B i s m i l l a h

Menyia-nyiakan adalah hal bodoh yang dilakukan oleh orang bodoh

°°°

Kejadian tak terduga harus menimpa pada hidupnya hari ini.

Nanta menutup mulut dengan kedua tangan. Ia sempat syok beberapa saat sebelum keluar dari taksi yang ia tumpangi. Dengan cepat Nanta mendekat kearah mobil yang sudah sangat rusak. Keadaan mobil itu menabrak sebuah pohon besar yang berada dipinggir jalan.

"Raja! Ngga. Ini ngga mungkin."

Nanta meraung. Dia melihat Raja dengan kepala yang sudah dipenuhi oleh darah. Laki-laki itu hanya terdiam dengan kedua mata yang terpejam. Membuat Nanta semakin berpikiran yang tidak-tidak.

"Neng, sabar, Neng."

Gerakan Nanta yang akan menerobos dan mendekat kearah Raja harus terhenti. Kedua tangannya ditahan oleh dua Ibu-Ibu disebelahnya.

"Ngga, Bu. Itu calon suami saya." Nanta terus memberontak. Tenaganya sudah pasti kalah, mengingat dirinya juga masih dalam tahap pemulihan.

"Iya, Neng. Kita tunggu sebentar sampai Mas itu dibawa keluar dari mobil. Itu bisa membahayakan untuk Neng sendiri jika Neng masih nekat mendekat."

Kaki Nanta sangat lemas. Napasnya ngos-ngosan. Ia hanya bisa menangis.

Tak lama beberapa Polisi serta Ambulans datang. Dengan jelas Nanta melihat Raja secara perlahan dibawa keluar dari mobilnya. Keadaannya benar-benar sangat memprihatinkan.

Nanta yang semula terduduk pada aspal jalanan kini sudah berdiri tegap. Dengan satu hentakan, Nanta berhasil melepaskan dua tangan Ibu-Ibu yang memegangi lengannya. Memanfaatkan keadaan, Nanta langsung berlari kearah petugas kesehatan yang sedang membawa Raja pada mobil Ambulans.

"Tunggu!" Nanta mencegah mobil Ambulans yang baru saja hendak ditutup. "Saya ikut, Pak. Dia calon suami saya. Tolong," lirihnya.

"Baik. Ayo masuk karena pasien harus segera ditangani."

Tak menunggu lama, Nanta langsung mengambil posisinya disebelah Raja. Dia memandang wajah laki-laki yang tampak teduh. Tak ada lagi canda tawa. Nanta meringis. Di sisi lain, dia juga merasa sangat menyesali sikapnya selama ini. Dia sudah menelantarkan Raja yang jelas-jelas menyayanginya. Laki-laki yang rela mempertaruhkan nyawanya hanya untuk melindungi Nanta. Tak bisa Nanta bayangkan, betapa bodohnya ia selama ini.

"Ja, gue mohon. Lo harus bangun. Gue ngga mau kehilangan lo." Nanta mengenggam erat tangan Raja yang dipenuhi darah. Dia tak merasa jijik. Dipikiran Nanta sudah berkelabut semua hal-hal yang tak mau ia inginkan.

Nanta masih terus menangis dengan tangan Raja yang masih terus ia genggam. Kepalanya ia tundukkan. Terlihat bahu gadis itu bergerak hebat. Tangisnya benar-benar keras. Nanta sudah tak memedulikan siapapun.

"Ki-ki-nan?"

Mendengar namanya dilantunkan, Nanta mendongak. Ia meneguk salivanya melihat Raja yang saat ini sudah membuka mata. Laki-laki itu baru saja menyebut namanya. Bahkan seulas senyuman sudah tertampil diwajahnya.

Benar Kata Kakek [t a m a t]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang