14.

10 1 0
                                    

Tubuh Ibu Dira meluruh ke lantai bersamaan dengan darah yang mengucur deras dari bagian jantungnya. Ia terbatuk-batuk sebelum menutup matanya untuk selamanya.

"ENYAHLAH KAU KEPARAT!!!" Teriak Dira menggelegar.

Dira langsung mengambil pistol yang berada di genggaman Arka, lalu ia arahkan ke Jo dan langsung menembaknya tepat di kepala dan jantung pria itu.

Dorr!

Dorr!

"DIRA!!!"

Jo langsung berhenti tertawa ketika ada peluru yang menancap di salah satu bagian tubuhnya. Ia melihat telapak tangannya yang sebelumnya ia arahkan ke jantungnya, terdapat banyak darah yang keluar. Belum lagi darah yang berada di kepalanya membuat ia jatuh terduduk lemas dengan rasa sakit yang amat mendalam.

Bodyguard Jo tidak tinggal diam, saat akan menyerang Dira, mereka lebih dulu mati sekali tembak.

✍✍✍✍✍


Hancur.

Kehidupan yang baru akan dimulai sudah hancur terlebih dahulu sebelum berakhir dengan bahagia. Semua cita-cita dan tujuan hidup Dira sudah tidak ada lagi.

Hatinya berdenyut nyeri ketika putaran kejadian masih terlihat jelas di pikirannya. Ini semua salahnya yang tidak bisa menjaga permata hatinya hingga menjadi seperti ini.

Meninggalkan banyak kenangan indah, tawa dan duka pernah mereka lalui bersama tanpa rasa mengeluh. Dan sekarang dirinya harus bertopang pada siapa kalau bukan Ibu nya sendiri.

Ya, Dira akui perkataan Jo tentang dirinya dan ibunya memang benar namun kembali lagi pada kenyataan bahwa semua itu memang salah Dira sendiri yang tidak berbakti pada Ibunya. Itu sudah biasa bagi Dira dan ia tidak mempermasalahkannya.

Kenapa dunia begitu kejam kepada Dira. Rasanya Dira ingin sekali menyusul ibunya, bertemu ibunya, mengadu bahwa ia tidak sanggup lagi bertahan di dunia ini. Tetapi Dira teringat akan adiknya yang masih kecil baginya. Kali ini biarkan ia menahan ego-nya.

Dira berjalan perlahan menuju sebuah ruangan. Dari luar, ia bisa melihat keadaan wanita yang sudah melahirkannya terbujur kaku.

Ia menggenggam tangan Ibunya yang  dingin, betapa damainya tidurnya kali ini. Jujur saja, Dira tidak tahu harus bagaimana selain menerima semua ini dengan lapang dada.

"Ibu, sekarang Ibu sudah bisa tenang disana. Tidak perlu khawatir dan pikirkan tentang biaya sekolah adik lagi, biar Dira yang mikir itu semua. Dira janji enggak akan nakal lagi. Sekarang Dira udah besar dan tinggi seperti kemauan Ibu dulu. Semoga Ibu ketemu sama bapak ya Bu. Hehe, Dira tau kok Ibu pasti bahagiaaa disana. Insyaallah Dira buatkan rumah di surga nanti jadi kita semua bisa berkumpul kembali di surga. Pasti bahagia banget ya." Dira mengatur nafasnya sesekali menyeka air matanya yang sedari tadi menetes dari pelupuk matanya.

Dengan perlahan ia mencium kening lalu punggung tangan Ibunya. "Selamat tinggal Ibu, semoga kita bisa bersatu kembali."

01.35

Semoga esok aku mampu untuk mengikhlaskanmu.

"Dira." Panggil Satria saat Dira baru keluar dari ruang UGD. Arka dan Satria langsung menghampiri Dira yang duduk di kursi tunggu depan UGD.

Dira menghela nafasnya.

"Lega banget rasanya gue eh enggak maksudnya kita bisa ngalahin target."

Bisa Arka lihat jika senyum yang Dira berikan itu tanda dari kuatnya Seorang Dira. Arka tahu penderitaan yang dialami gadisnya sekarang.

Sangat sulit memang untuk melupakan seseorang yang berarti dalam hidup kita. Apalagi dengan kejadian yang buruk sekali bagi Dira. Semua orang pasti akan sedih sekali mengingatnya, dan Arka bertekad untuk membuat bahagia Diranya.

VALENCIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang