9.

29 1 0
                                    

"Heh anak belagu, kerjain tugas gue!!" Jessy melemparkan bukunya di hadapan Dira.

"Siapa lo?"

"Cepet kerjain apa susahnya sih, kan lo anak pinter buktinya dapet beasiswa."

Dira tidak menggubris ucapan Jessy.

"Berani lo ya sama gue, gue aduin bokap biar beasiswa lo dicabut tau rasa lo."

Dira mendecih "Hidup kok ngandelin orang tua, haduh haduh jaman sekarang ya bener bener."

Dira menggeleng pelan dan terkekeh sinis.

"Okee liat aja nanti."

Dira sebenarnya rada was was, ia takut jika beasiswa nya dicabut. Uangnya saja belum cukup untuk biaya sekolah, mau minta ibu tapi kasihan, mau buka tabungan tapi...entahlah nanti dipikirkan lagi.

Mau bilang apa sama Ibu kalau sampai beasiswa nya dicabut. Lagian ini bukan salahnya mengapa harus takut.

"Mentang mentang anak orang kaya, bisa seenaknya aja lo. Dira tu bukan babu lo yang seenaknya bisa lo suruh suruh."

"Wik, udah biarin aja."

"Gak bisa gitu lah Dir." Dira memberikan tatapan peringatan ke Wika.

"Dasar drama, girls cabut."

Jessy and the geng pergi dengan gaya angkuhnya.

"Nad, kok lo bisa sabar banget sih ngadepin tu badut. Lo tu harusnya lawan dong, lo ga boleh diem aja. Gue tu gak mau lo kenapa napa dan gue tau Jessy orangnya gimana. Dia akan menghalalkan segala cara untuk bisa buat seseorang tunduk sama dia. Banyak Nad korbannya."

"Terus kalau gue tunduk sama dia emangnya Jessy bakal berhenti gitu? Enggak Wik, lo tenang aja, diam bukan berarti takut hanya saja situasi dan kondisi yang memaksa kan untuk menyusun strategi agar tidak salah dalam bertindak."

"Tapi gue udah gedeg banget sama dia. Pengen gue pites rasanya."

"Udahlah lupain aja, selagi masih wajar mah gapapa. Lo kemarin kemarin liat kan kalau udah gak wajar gue bertindak? Udah lah gausah bahas lagi."

Lo nanti bakalan tau Wik, tunggu tanggal mainnya aja semuanya bakalan...wushh dalam sewaktu.

Ehh astagfirullah.

"Lo nanti kerja gak? Main ke rumah gue yok?"

"Gatau sih belum di hubungin juga. Nanti deh ya gue tanya dulu."

Dira menepuk jidatnya "Gue kan nanti latihan, sorry ya. Lain waktu aja."

"Yahh, yaudah deh gapapa."

✍✍✍✍

Peluh membasahi seluruh tubuhnya. Latihan kali ini sedikit berbeda dari biasanya, lebih keras dan harus lebih  bertenaga. Bukan biasanya tidak bertenaga melainkan dilebihkan kekuatan setiap gerakan.

Dari pukulan, tangkisan, tendangan sampai bantingan sudah mereka lakukan. Sekarang saatnya membuat lingkaran dan akan dilakukan semacam demonstrasi atau satu lawan satu.

"Baiklah siapa yang akan melawan saya?" Ucap Pelatih dengan memandangi satu satu muridnya.

"Tidak ada? Oke kalau tidak ada maka saya yang akan memilih sendiri."

Seketika para murid tegang dan berkeringat dingin. Tidak semudah itu melawan pelatihnya, bisa dibilang ia adalah sensei ter atas. Berasal dari salah satu perguruan di Jakarta dan banyak memenangkan medali emas berturut turut.

VALENCIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang