11.

13 1 0
                                    

Gue juga manusia!

°°°°°°°

Upacara hari Senin membuat para murid mengeluh. Biasanya amanat dari kepala sekolah sangatlah lama, membahas hampir seluruhnya sekolah beliau jabarkan.

Mulai dari ketertiban, kebersihan, kenakalan muridnya, kedisiplinan warga sekolah termasuk guru-guru nya, parkiran yang harus setiap hari rapi, makanan kantin yang harus sehat bergizi empat sehat lima sempurna. Dan masih banyak lagi.

Akhirnya setelah menunggu lama, upacara sudah selesai. Dira dan Wika menuju ke kelas.

"Nad, lo hari ini ada waktu gak? Maen yok?"

"Sorry ya, gue mau kerja. Kapan-kapan deh."

Dengan lesu Wika mengangguk. Yah seperti ini jika berteman dengan Nadira, orang yang selalu disibukkan dengan pekerjaan.

Mungkin bisa satu bulan sekali Dira menyempatkan untuk rehat dari lelahnya bekerja. Bagi Dira, waktu adalah uang. Tiada hari tanpa bekerja.

Saat istirahat pertama. Nadira kembali di bully oleh Jessy dkk. Kali ini sangatlah memalukan, ia dihina habis habisan. Tak hanya itu, waktu istirahat kedua juga sama bahkan saat pembelajaran berlangsung pun Jessy tetap mem-bully-nya.

"Dasar anak gak tau diri! Anak kampungan aja bangga sekolah disini!" Ucap Jessy.

"Miskin lagi, iyuhh."

"Sok pinter!"

Dira mengambil tasnya lalu melenggang pergi, tak peduli dengan pembelajaran juga Wika yang berteriak memanggil namanya. Sekarang yang harus ia lakukan adalah menjernihkan pikiran dan perasaan.

Ia berlari sekuat tenaga, untungnya gerbang terbuka sedikit. Tak apa bolos sekali tapi besok tidak akan lagi.

Dira sampai di sebuah taman yang sangat jarang dikunjungi oleh orang. Ia terduduk lemas, tangisnya yang sedari tadi ia tahan akhirnya pecah.

Masalah demi masalah akan ia hadapi dengan lapang dada, namun akan ada saatnya ia lelah dan mengadu kepada Tuhan. Mungkin bagi mereka ini hanyalah hal yang sepele tapi tidak baginya.

Menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, badannya bergetar seiring dengan isakannya yang pilu. Sekarang yang Dira butuhkan adalah sebuah sepi dan tenang.

Tidak ada yang namanya sandaran, tidak butuh seorang meluangkan waktunya untuk masalahnya.

"Arghh! Gue benci diri sendiri! Lo tu harusnya kuat gak usah nangis goblokk!!"

"Dira lemah!"

Tangis Dira berhenti saat seseorang mengusap pundaknya. Ia menoleh ke samping.

Arka. Seseorang yang selama ini selalu disamping Dira disaat seperti ini. Seseorang yang entah dari mana bisa tahu apa yang dilakukan oleh Dira, apapun dan dimana pun berada.

"Jangan suka di pendam sendiri."

"Ngapain disini kak?"

"Saya tau kamu lagi ada masalah. Menurut saya, jangan terlalu dipendam sendiri. Kalau kamu bisa ceritakan sama orang yang kamu percaya."

"Bukan urusan lo kak."

Arka tersenyum miris. Memang, memang benar dirinya bukan siapa-siapa Dira dan juga bukan urusannya. Setidaknya sesama manusia harus saling perduli kan?

"Kalau mau nangis, lanjut saja, saya tidak akan menertawakan kamu karena cuma nangis. Beberapa orang terkadang juga melampiaskannya dengan cara menangis."

VALENCIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang