O3. He's ex

456 97 111
                                    

Gak vote hapenya meledak.

Happy reading ♡

Ayden menatap Zea dengan senyum lebar. "Oke, gua bersihin ruang musik B, lu beres-beres ruang musik A ya?" ujarnya.

"Siap!" Zea mengangguk mantap.

Setelah berdiskusi singkat, Ayden segera bergegas menuju lantai 4 tempat ruang musik B berada. Sementara Zea tinggal di lantai 3, di mana ruang musik A berada tepat di bawah ruang musik B.

Sebelum Ayden melangkah pergi, Zea menahan lengannya. "Nanti kita istirahat bareng, ya?" ajaknya dengan senyum manis.

Ayden mengangguk setuju, lalu melanjutkan langkahnya menuju lantai atas. Zea memperhatikan punggung Ayden yang menjauh, kemudian mulai membersihkan ruang musik A dengan semangat.

Keduanya bekerja dengan cekatan, tak sabar untuk segera bertemu kembali dan beristirahat bersama setelah tugas masing-masing selesai. Hari ini akan menjadi hari yang menyenangkan bagi mereka berdua.

Zea memperhatikan sekitarnya, terdapat banyak sekali alat musik yang terpajang. Mata gadis itu berbinar melihat biola berwarna putih yang dipajang di dalam kotak kaca. Sayangnya kotak itu dikunci sehingga zea tidak bisa memainkannya.

Zea kembali menepis pikirannya untuk bermain-main di ruang musik ini. ia pun segera mengambil sapu dan menyapu seluruh sisi di ruang musik ini. Tidak lupa juga zea menyetel musik yang membuatnya semakin semangat bersih-bersih.


•~•~•

Musiknya kakak ◜◡◝

"Huaaa capek huuhh..." Zea merebahkan tubuhnya di lantai, sembari menyeka keringatnya yang bercucuran di keningnya.

Ia melirik jam dinding menunjukkan waktu yang sebentar lagi akan istirahat, kemungkinan besar ayden sudah selesai membersihkan ruang musiknya.

Zea segera berdiri kembali, dan mengambil ponselnya yang ia letakkan di kursi duduk piano, lalu mematikan musiknya yang masih berputar.

"AYDEN AIM KOMING...." Teriaknya penuh semangat ingin menghampiri ayden yang kini berada di lantai 4.

Zea melangkah ringan menaiki anak tangga, nyanyian riang melantun dari bibirnya. Hati gadis itu dipenuhi kebahagiaan, tak heran jika sedari tadi ia terus menyenandungkan melodi.

Kini, kaki jenjangnya telah berhenti tepat di depan pintu ruang musik B. Pintu itu sedikit terbuka, membiarkan alunan nada-nada piano merayap keluar, membelai pendengaran Zea.

"Ayden pandai main piano?" gumam Zea, rasa penasaran menari-nari di benaknya.

Dengan langkah perlahan, Zea mendorong pintu itu, membiarkan pandangannya menjelajah ke dalam. Namun, apa yang dilihatnya selanjutnya membuat Zea terpaku, tak mampu bersuara.

Mata Zea terpaku pada pemandangan di hadapannya. Ayden, sang pemuda yang baru saja ia ajak beristirahat bersama, kini duduk bersama seorang wanita, jemari mereka menari lincah di atas tuts piano.

Hati Zea memanas, rasa cemburu menyeruak tanpa bisa ia bendung. Untungnya, kedua orang itu belum menyadari kehadiran Zea. Dengan gerakan perlahan, Zea menutup kembali pintu, seolah tak ingin mengganggu.

Namun, rasa penasaran menggerogotinya. Perlahan, Zea mengintip lagi, berusaha melihat siapa gerangan wanita yang kini bersama Ayden. Matanya menyipit, mencoba memastikan.

"Jian?" Zea menggumam, tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Sial," umpat Zea, menahan gejolak emosi yang membuncah di dalam dirinya. Ruang musik itu masih berantakan, namun Ayden malah asyik bermain-main di dalamnya.

Amarah memenuhi diri Zea. Selama ini, ia mengira Ayden sering mengganggunya karena pemuda itu menyukainya. Namun, kenyataan yang ia saksikan kini menghancurkan semua harapan itu.

"Zea bodoh, seharusnya gue ga suka dia!" Zea membatin, mengepalkan tangannya erat-erat.

"sial," Zea mendesis, lalu memutuskan untuk segera meninggalkan tempat itu dan kembali ke ruang musiknya sendiri.

Di balik kata-kata kasarnya yang sering dilontarkan pada Ayden, ternyata tersimpan perasaan yang lain. Hati Zea selama ini terus berdegup kencang, merasa senang saat Ayden berada di dekatnya. Namun, kini semua itu hancur, tergantikan oleh rasa kecewa dan amarah yang membuncah.

Zea tak menyangka, selama ini Ayden ternyata masih dekat dengan mantan kekasihnya. Semua harapan dan perasaan yang ia pendam selama ini seakan lenyap, tergantikan oleh rasa sakit yang menyeruak.

Itu bukan hanya dirasakan oleh zea, ayden pun juga merasakannya, hanya saja tidak ada yang tahu diantara mereka.

Ayden menyadari bahwa posisi duduknya bersama Jian terlalu dekat. Dengan cepat, ia segera berdiri, membuat Jian menatapnya dengan bingung.

"Aku mau menyamperin Zea dulu di ruang musik bawah," pamit Ayden, lalu segera melangkahkan kakinya keluar dari ruang musik, meninggalkan Jian yang masih terduduk di kursi.

Namun, Jian menahan tangan Ayden, membuat pemuda itu berhenti.

"Kamu cintanya sama Zea ya sekarang?" tanya Jian dengan lembut.

Ayden terdiam sejenak, tak tahu harus menjawab apa. Ia memang telah jatuh hati pada Zea, tapi di sisi lain, ia masih memiliki perasaan terhadap Jian, mantan kekasihnya.

"perasaan aku ke kamu masih sama Ayden.."

Namun, Ayden dengan tegas melepaskan genggaman tangan Jian. "Maaf, hati gua berpaling, Jian. Lo yang berkhianat dari gua Ji.."

Ayden menyeringai, lalu melanjutkan, "...Salah lo, semua salah lo, jangan ganggu hubungan gua sama Zea,"

Tanpa menunggu jawaban Jian, Ayden segera melangkah pergi, meninggalkan Jian yang terpaku, hatinya remuk.

Jian menggigit bibir bawahnya, menahan isak tangis yang hendak lolos. Kekesalan dan luka hati memenuhi dirinya, hingga ia menekan tuts piano dengan kasar, menciptakan alunan yang berantakan. Napasnya terengah-engah, sementara air mata perlahan mengalir di pipinya.

Jian hanya bisa menatap kepergian Ayden, sementara cintanya yang masih tersisa, kini harus terkubur dalam keputusasaan.

Jian sangat kesal sampai menekan tuts piano itu dengan abstrak dan kencang. nafasnya terengah -engah menatap kepergian ayden.

"AWAS AJA ZEA, GUA BAKAL BIKIN HIDUP LO GAK NYAMAN!!!!!!" Teriak jian mengeluarkan seluruh emosinya.

Jian merasa amarah dan kekecewaan memenuhi dirinya. Dengan kasar, ia menekan tuts piano, menciptakan alunan yang berantakan dan kacau. Napasnya terengah-engah, matanya menatap tajam ke arah kepergian Ayden.

Tiba-tiba, Jian tidak bisa lagi menahan emosinya. Ia berteriak dengan penuh amarah, "AWAS AJA ZEA, GUA BAKAL BIKIN HIDUP LO GAK NYAMAN!!!!!!"

Suara Jian bergema di ruangan itu, menunjukkan betapa besarnya kemarahan yang ia rasakan. Jian merasa sangat kesal dan iri melihat Ayden, mantan kekasihnya, kini telah berpaling pada Zea. Ia tidak bisa menerima kenyataan bahwa Ayden telah melupakannya.

Dengan penuh emosi, Jian bersumpah akan membuat hidup Zea tidak nyaman. Ia tidak peduli lagi dengan konsekuensi yang mungkin akan terjadi. Yang ada di pikirannya hanyalah bagaimana caranya untuk membalas dendam dan merebut kembali Ayden.

Jian terus menekan tuts piano dengan kasar, seolah-olah ingin melampiaskan seluruh kemarahannya melalui alunan musik yang berantakan itu. Napasnya memburu, matanya berkilat-kilat, menunjukkan betapa besarnya api kemarahan yang membakar hatinya.

To be continued...

𝗔 𝗳𝗼𝗿 𝗭 || 𝗔𝘆𝗱𝗲𝗻  ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang