O6. Favorite day

412 78 56
                                    

Happy reading ♡



"Maaf kalau lo risih sama sikap gue ke Jian tadi, Ze. Gue cuma mau kasih tahu Jian kalau gue udah gak ada harapan lagi sama dia, dan satu-satunya harapan gue cuma lo," ujar Ayden sambil menunduk, tidak berani menatap mata Zea.

Mereka kini sedang di rooftop sekolah, membicarakan masalah tadi di mana Jian mengganggu Zea. Jujur saat ini Ayden sangat gugup di depan Zea. Ia takut, benar-benar takut, karena menyatakan perasaannya kepada Zea secara terang-terangan tadi itu bisa membuat hubungan mereka memburuk.

Ayden takut tidak bisa mendekati Zea lagi.

"Ayden, gue ngerti kok maksud lo. Tapi lo gak perlu sampai segitunya cuma buat buktiin ke Jian kalo lo udah gak ada perasaan lagi sama dia," ujar Zea lembut.

Zea bisa melihat kegelisahan di wajah Ayden. Ia tahu Ayden pasti sangat khawatir akan hubungan mereka setelah insiden tadi.

"Gue gak mau lo ngerasa terpaksa atau apa cuma buat buktiin sesuatu ke Jian. Gue cuma mau lo jujur sama perasaan lo sendiri," lanjut Zea.

Ayden perlahan mengangkat wajahnya, menatap Zea dengan tatapan penuh harap.

"Ze, gua bener-bener cinta sama lo. Gua gak pernah ngerasa terpaksa atau apa. Gua cuma mau lo tau kalo lo satu-satunya harapan gue," ujar Ayden dengan suara bergetar.

Petakk

Zea menyentil kening Ayden, membuat pemuda itu yang tadinya tertunduk kini mendongakkan kepalanya dengan ekspresi bingung.

"Kenapa lo gak bilang dari awal sih? Kenapa harus mau ganggu gue dulu biar bisa deket sama gue?" tanya Zea.

Tangan Ayden kini menggaruk tengkuk kepalanya yang tidak gatal, "Karena selain gue mau deket sama lo, gue juga mau sekalian ngehibur lo. Karena gue pikir lo butuh seseorang yang mau nemenin, dan ngehibur lo di saat lo lagi kesepian."

Zea terdiam sejenak, mencerna penjelasan Ayden. Ia bisa melihat ketulusan di mata pemuda itu.

"Jadi lo ngelakuin semua itu cuma buat gue?" tanya Zea lagi.

Ayden mengangguk pelan, "Iya, Ze. Gue gak mau lo ngerasa sendirian. Gue pengen lo tau kalo ada gue yang selalu ada buat lo."

Zea tersenyum lembut. Ia bisa merasakan kehangatan menyusup ke dalam hatinya. Ternyata selama ini Ayden tidak hanya ingin mendekatinya, tapi juga ingin menghibur dan menemaninya.

"Makasih ya, Ayden. Lo emang selalu bisa buat gue ngerasa lebih baik," ujar Zea tulus.

Ayden balas tersenyum lega. Setidaknya Zea tidak marah dengan sikapnya tadi. Malah, gadis itu terlihat senang dengan perhatian yang diberikannya.

"Gue mau jadi seseorang yang mampu menemani juga menghibur lo, disaat lo lagi sedih maupun senang, Ze!" ujar Ayden dengan penuh keyakinan.

"Dan semakin lama gue bersikap kayak gitu, gue langsung sadar kalau gue punya rasa sama lo," lanjutnya.

Mendengar penjelasan Ayden yang cukup panjang, air mata Zea yang ia tahan kini pecah dan mulai turun membasahi pipinya. Apa yang baru saja diucapkan Ayden benar-benar membuat Zea terharu dan sangat menyentuh hatinya.

Zea benar-benar menganggap Ayden sebagai orang yang selalu ada untuknya, di saat ia sedang suka maupun duka. Ayden selalu ada untuk Zea.

"Ayden..." Zea tidak bisa menahan isak tangisnya. Ia merasa begitu bersyukur dan bahagia memiliki seseorang seperti Ayden di sisinya.

Perlahan, Zea melangkah mendekat dan memeluk Ayden erat. Ia ingin Ayden tahu betapa ia menghargai kehadiran pemuda itu dalam hidupnya.

"Terima kasih, Ayden," ucap Zea di sela-sela tangisnya.

𝗔 𝗳𝗼𝗿 𝗭 || 𝗔𝘆𝗱𝗲𝗻  ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang