Putus

1.5K 83 0
                                    

Ada dua hal yang aku syukuri dari sesuatu yang menimpaku, besok hari minggu dan aku bisa menangis tanpa perlu memikirkan hal lain.

Nana disini bersamaku, aku tidak mau mengusirnya dan dia juga tidak mau pergi, saat ini aku benar-benar membutuhkannya.

Rasanya benar-benar sakit, ku rasa ini yang disebut patah hati. Daffa adalah pacar pertamaku, dia yang memperkenalkanku cinta dan dia juga yang menghancurkannya, ku kira 5 tahun adalah fondasi yang cukup kuat untuk sebuah hubungan.

Sekarang pukul 9 malam, harusnya pesta sudah dimulai, dan semua tamu undangan datang. Ku serahkan semua acara pada Alan, teman Daffa. Biar saja Daffa merayakan ulang tahun tanpa aku. Atau mungkin biar saja aku pergi dari hidupnya, toh dia sudah mendapatkan penggantiku.

Semua rencana, semua keinginan dan mimpiku bersamanya, hancur bersamaan saat itu juga. Apa salahku?

Aku memang tidak bisa selalu ada di sampingnya seperti Sera, tapi itu bukan salahku. Aku berhak memutuskan hidupku, dan dia menerimanya. Tapi kenapa dia membalasku seperti ini?

Dari tadi aku hanya menangis sambil memikirkan apakah aku akan memutuskannya atau mendengarkan penjelasannya? Tapi semua teramat sangat jelas, seharusnya otakku bisa memutuskan untuk pergi darinya. Kata orang, ada dua hal yang tidak bisa ditoleransi dari sebuah hubungan yaitu kekerasan dan perselingkuhan, apa artinya aku harus melepaskan Daffa?

Bel rumahku berbunyi, aku malas menebak siapa yang datang, saat aku hendak beranjak, Nana menghampiriku dan bilang kalau Daffa datang. Dia bertanya apakah aku mau menemui Daffa atau tidak, tentu aja aku mau, aku harus menyelesaikan masalahku. Aku izin ke Nana untuk pergi bersama Daffa sebentar, karena aku gak mau harus ribut di rumahku dan ada Nana, benar-benar canggung.

Saat ini aku sudah di mobil Daffa, aku menyuruhnya melajukan mobil ke arah manapun dia mau, intinya sampai pembicaraan kita selesai.

"Kamu kenapa gak dateng?" ucap Daffa

"Emang penting ya aku buat kamu Daf?" tanyaku

"Kenapa lagi sih Re?" tanyanya, harusnya aku yang tanya kenapa ke dia. "Kenapa kamu setega itu Daffa?" tapi aku memilih diam.

"Harusnya kamu udah tau sih Daf, tadi di Cafe kamu sama siapa?" tanyaku

"Aku sendiri Re, kan kamu tadi liat aku baru dateng" ucapnya

"Sebelum Acara" tegasku

"Iya sendiri" ucapnya

"Kamu bohong Daf, aku liat kamu sama Sera" ucapku, dia diam, lalu menarik nafas.

"Oke oke, kamu bener, aku sama Sera tadi" ucapnya

"Terus apalagi Daf? Kamu gak mau jelasin apa-apa lagi ke aku?" ucapku

Dia diam, lalu aku kembali bicara "Iya kamu gak bisa jelasin karena aku udah tau semuanya Daf" ucapku akhirnya, aku tidak mampu menahan air mataku lagi, semuanya tumpah.

"Aku minta maaf, mungkin ini emang akhir dari hubungan kita, kita putus aja ya Re" ucapnya

Apa? Harusnya aku yang bilang putus. Tapi gapapa setidaknya aku udah lepas dari dia.

"Kenapa sih Daf? Kenapa gak dari awal aja kamu jujur? Toh pada akhirnya kamu tetep nyakitin perasaan aku" ucapku

"Akupun nggak tau kalo aku sama sera bakal sejauh itu Re, aku udah berusaha untuk memalingkan diri, tapi sikap kamu yang curigaan dan posesif bikin aku gak nyaman, sementara Sera dia lebih asyik dan selalu bikin aku tenang" ucapnya

Gila ya nih orang? Udah selingkuh, masih sempet nyalahin aku? Apapun alasannya perselingkuhan bukanlah hal yang dibenarkan.

"Daf berhenti" Ucapku, aku benar-benar muak dengannya, bahkan rasanya diri ini tidak tahan untuk berada lebih lama disampingnya lagi.

"Aku turun disini, udah ya Daf aku harap ini terakhir kali kita bicara" ucapku sambil keluar pintu mobilnya, dan benar aja, dia gak mencegahku.

Sepertinya langit tau perasaanku, langitpun mulai mendung, dan perlahan turun hujan. Ku kira adegan turun dari mobil dan kehujanan cuma ada disinetron aja, dan kini aku benar-benar merasakannya. Bersama hujan yang semakin deras, akupun menangis kencang, biar saja air hujan menutupi air mataku.

Dan bodohnya dompet serta ponselku ketinggalan di mobil Daffa, aku tau daerah ini tidak jauh dari kampus tapi tetap saja membutuhkan waktu lebih lama untuk sampai ke rumah, Aku pun memutuskan untuk memberhentikan mobil yang lewat di depanku, persetan dengan ide bodohku ini, otakku benar-benar gak berfungsi sekarang

Dan mobil itu berhenti, seraya membuka kacanya. Langsung saja aku bilang

"Mas saya boleh ikut gak? Tolong anterin saya sampe rumah ya mas" ucapku, sambil membuka pintu mobilnya, gak peduli dia izinin atau enggak.

Tapi setelah masuk, dia juga hanya diam, dan gak mengusirku, itu artinya Iya. Aku percaya dia tidak akan menculikku

"Tunjukin saya jalannya" ucapnya, akupun menunjukkan arahnya. Selain itu kita tidak bicara yang lain, hingga akhirnya mobil itu sampai di depan rumahku.

"Makasih banyak ya mas udah mau nolongin saya, nama saya Rea, saya turun dulu, hati-hati" ucapku sambil menutup pintu mobilnya. Dan dia cuma menatapku datar.

Aku pun membuka pintu, dan langsung disambut Nana yang membawakanku handuk.

"Lo dari mana aja sih Re, gue panik tau gak? Si Daffa brengsek tadi kesini nganterin dompet sama HP lo, katanya ketinggalan pas lo minta diturunin di jalan" ucap Nana

"Udah gue tampar tuh orang, gatel tangan gue" imbuhnya lagi.

Aku duduk lalu menceritakan semuanya pada Nana.

"Emang udah bener kalian putus, lo berhak dapet laki-laki yang lebih baik dari Daffa, tapi Re, tadi lo pulang dianterin sama siapa?"

"Gak tau juga Na, dia irit banget ngomong, pas gue turun dan nyebutin nama gue, dia gak bilang apa-apa"

"Aduh, ya udah deh yang penting lo selamat, gue gak tau harus ngomong apa ke mama lo kalo sampe lo kenapa-kenapa" ucapnya

"Oh iya, satu lagi Na, jangan bilang ke Mama kalo gue putus sama Daffa ya, biar gue sendiri yang ngomong" ucapku, Nana mengangguk.

Ku rasa aku tidak perlu menyesali apapun, ketika berdoa aku selalu meminta yang terbaik pada tuhan, dan ini lah jawabannya, Daffa bukan yang terbaik untukku.
------------------------------------------------------------------------

Gimana part ini? Kalian Sedih atau happy ?

Jangan lupa voment ya guys hehe:)

SETELAH PUTUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang