Bertamu

1.1K 70 1
                                    

"Udah siap ma?"tanyaku pada mama yang duduk disampingku.

"Udah yuk" ucapnya. Akupun menyalakan mesin mobilku untuk menuju rumah dokter Fani, beruntungnya Mama, hari ini beliau bisa ditemui karena nggak ada jadwal di RS.

Sepanjang perjalanan hanya diiringi oleh lagu-lagu tahun 90'an kesukaan mama, dan tentunya mama ikut bernyanyi, mama itu sebenarnya dulu kuliah, ambil Agrikultur dan bekerja di sebuah perusahaan, namun ketika hamil aku, mama putuskan untuk fokus merawatku, benar-benar sebuah pengorbanan. Kata mama, kalau kita merelakan sesuatu yang kita sukai demi sesuatu yang kita sayangi, itu disebut pengorbanan. Biar ku ceritakan sedikit tentang pertemuan mama dan papa, pertemuan mereka terjadi di bangku kuliah, karena mengambil fakultas yang sama mereka jadi sering ketemu, dijodoh-jodohin eh jadi jodoh beneran. Gak lama kemudian, kita sampai di Rumah berhalaman luas dengan cat putih dan banyak tanaman yap kita sudah sampai di rumah dokter Fani.

Akupun mengetuk pintu dan mengucapkan salam, tak lama kemudian dokter Fani datang.

"Waah senang sekali ibu bisa berkunjung ke tempat saya, tanaman yang kemarin ibu kirim bagus-bagus sekali, rasanya ingin saya ke bandung melihat langsung" ucap dokter Fani, kini kami sedang duduk didepan teras rumah megahnya, kata mama biar ia bisa melihat-lihat jenis tanaman yang lain, siapa tau ada yang bagus.

"Senang juga bertemu dokter, kata Rea dokter orangnya humble, saya jadi makin kagum deh hehe" ucap mama

"Ah bisa aja, ibu berhasil loh ngedidik Rea, dia Pinter banget, penelitiannya juga udah mau selesai, abis itu wisuda deh. Sekarang saya juga pangling Rea udah pake hijab, tambah cantik" ucap dokter Fani

"Alhamdulillah dok saya sangat bersyukur, ngomong-ngomong dokter sendiri aja di rumah?" tanya mama, cuma seorang mama yang bisa tanya sespontan itu ke orang yang baru ditemuinya.

"Oh enggak kok, suami sama anak saya lagi kerja, paling bentar lagi juga pulang" ucap dokter Fani

"Anak dokter emang ada berapa dok?" tanya mama lagi

"Anak saya 3, yang pertama udah nikah, yang kedua belum nikah, satu laginya masih SMA tapi lagi studytour di luar kota" ucap dokter Fani

"Wah rame juga ya dok, syukurlah" ucap mama

"Kalau rea berapa bersaudara bu?" tanya dokter Fani

"Rea anak saya satu-satunya hehe" ucap Mama, sejak divonis endrometriosis memang kecil sekali kemungkinan mama hamil, tapi Allah menunjukkan kuasanya dengan mama bisa hamil aku, tapi setelah aku lahir, penyakit mama makin parah, jadi terpaksa mama harus melakukan histerektomi atau pengangkatan rahim, jadilah aku sebagai anak tunggal, makanya aku disayang banget hehe

"Gapapa bu, nanti cucunya yang banyak" ucap dokter Fani, gak lama setelah beliau bicara, ada mobil masuk ke halaman depan. Dan turun lah seorang pria yang aku kenali. Semoga dia tidak mengenaliku.

"Ah ini anak kedua saya udah pulang, Reyhan salam dulu sama tante, ibunya mahasiswa mama" ucapnya, iapun menjabat tangan mama, dan setelahnya menyapaku sambil menyatukan tangannya, ya memang yang benar begitu, kita bukan mahram.

"Saya Reyhan" ucapnya

"Saya mamanya Rea, ini Rea anak saya" ucap mama memperkenalkanku

"Rea" ucapku, aku berharap dia melupakan namaku saat itu juga.

Matanya menelisik, mengamatiku, untuk pertama kalinya aku benar-benar takut, ucapanku soal buah tangan, rumah dan berterima kasih padanya ku tarik sekarang juga. Aku takut dia menanyaiku macam-macam, aku menunduk, lalu seseorang memanggil dokter Fani dari dalam rumah.

"Reyhan, kamu disini sebentar temani mereka, tadi bi Inah bilang ada telpon" ucap dokter Fani, sambil masuk ke dalam rumah

"Nak Reyhan, dokter juga ya?" tanya mama pada pria itu.

"Iya bu" ucapnya ramah

"Kerja di RS mana?"tanya mama, aku pastikan jika pria itu menjawab, mama juga gak akan tau, mana hapal dia rumah sakit disini.

"RS pelita harapan, dekat sini bu" ucapnya

Pantas saja waktu itu aku bertemu dengannya, tempat kerjanya tidak jauh dari situ. Huh.

"Oh gitu, dokter spesialis juga ya?" tanya mama

"Iya saya spesialis jantung, beda sama mama" ucapnya lagi

Please bawa aku kabur, aku gak kuat canggung banget, gimana aku bisa jelasin ke mama dan dokter fani, kalo aku nebeng anaknya gara-gara abis diputusin. Tengsin dong aku

"Oh bagus dong kalo gitu, ngomong-ngomong toiletnya sebelah mana ya? Saya kebelet pipis hehe" ucap mama

"Lurus aja terus belok kiri bu" ucapnya

Dan mamapun meninggalkan kami, harusnya aku yang pergi, kenapa jadi aku yang terjebak sih.

"Kamu yang waktu itu ikut mobil saya kan?" tanyanya memecah keheningan. Sial dia masih ingat, padahal kejadiannya udah berminggu-minggu yang lalu.

"Eh iya, terima kasih banyak dok, waktu itu udah anterin saya, maaf saya nggak tau kalo dokter anaknya dokter Fani, maaf kalo sikap saya kurang sopan" ucapku terus terang.

"Lain kali kalo pergi malem-malem, bawa dompet sama HP, biar gak bahaya" ucapnya lagi

"Iya dok, lain kali saya lebih hati-hati" ucapku

"Terus kenapa waktu itu nangis?" tanyanya lagi, ku kira dia tidak memperhatikanku waktu itu, tapi dia tau aku nangis.

"Saya ada masalah" ucapku akhirnya.

"Sorry kalo pertanyaan saya menyinggung" ucapnya

"Gapapa dok" ucapku

Gak lama kemudian, dokter Fani dan Mama kembali. Dan perbincangan kembali dimulai.

Kira-kira dokter Rayhan bakal cerita ke dokter Fani gak ya? Aduh gak kebayang kalo misal skripsiku jadi taruhannya, atau bisa-bisa aku diinterogasi, tapi kayanya gak mungkin sih, inikan masalah pribadiku.

Tenang Rea tenang...

----------------
Gimana part ini? Lumayan panjang ya guys wkwk

Jangan lupa voment:)

SETELAH PUTUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang