Minta Maaf

1.2K 83 2
                                    

Pagi ini sesuai dengan janji Nana kita bicara, Nana menceritakan bagaimana waktu mempertemukan mereka kembali. Aku sempat meragukan keinginan Nana untuk bisa berjodoh dengan Kemal, tapi mungkin doanya lebih kuat sehingga atas kuasa-Nya mereka dipertemukan lagi, bahkan menuju ikatan pernikahan. Sungguh tidak ada yang bisa menebak skenario Allah.

"Udah percaya sama gue, gue yang jomblo kongenital aja ada jodohnya, bukti kalo semua manusia itu pasti punya pasangan Re, dan gue berharap lo akan dapet yang lebih dari Daffa" ucap Nana sembari menggenggam tanganku.

"Thanks, Na. Btw, selamat ya sekali lagi." ucapku

"Lo udah berkali-kali bilang ini Re, oh iya akhir-akhir ini lo sibuk ngapain?"

"Gue sibuk penilitian sama kajian, bantuin mama juga" ucapku

"Dari waktu kajian terakhir yang gue ikutin, mama lo masih disini?" tanya Nana

"Iya tau tuh betah amat, padahal waktu itu papa juga udah nyusulin buat pulang, semenjak punya temen baru disini mama jadi betah". Ucapku

"Temen? Siapa?" tanya Nana

"Dokter Fani" ucapku

"Ha? Mama lo temenan sama dokter Fani? Temen darimana? Sejak sekolah?" tanya Nana

"Enggak sih, ketemu kemarin-kemarin aja. Oh iya, gue mau bilang tapi lo jangan kaget ya?" ucapku

"Apa?" tanyanya

Akupun menceritakan tentang pertemuanku dengan dokter Reyhan, dia yang mengantarku pulang saat aku putus dengan Daffa, bagusnya mulut Nana bisa dikendalikan, jadi suara kami tetap tenang dan tidak membuat heboh di kantin.

"Kalo feeling gue, kayanya itu tanda-tanda deh Re" ucapnya

"Tanda-tanda apa? Tanda kalo gue dalam bahaya? Kayanya dokter fani gak sekejem itu deh, masa gara-gara gue main nebeng ke anaknya doang beliau gak mau tanda tangan di skripsi gue" ucapku

"Tanda-tanda jodoh lu" ucap Nana, kali ini volumenya agak keras, sehingga aku melirik memastikan tidak ada yang memperhatikan kami, dan syukurlah semua orang sibuk dengan makanannya masing-masing.

"Ngaco lo Na, ketemu aja dua kali, masa iya langsung jodoh, eh ralat tiga kali maksud gue" ucapku buru-buru meralatnya.

"Idaman lo tuh, dokter juga kan?" tanya Nana

"Iya spesialis jantung" ucapku

"Udah Re, gue percaya dia orang baik. Doain aja disepertiga malam" ucap Nana.

"Gue pertimbangkan" ucapku akhirnya.

Setelah berbincang cukup lama. Aku dan Nana harus berpisah, aku ke Perpus dan Nana pergi ke butik untuk fiting baju pengantinnya, sebenarnya aku ingin ikut, tapi ia bersama keluarga kak Kemal.

Perpus adalah satu tempat favoritku di kampus, selain banyak buku dan jurnal tempat ini juga sangat nyaman, tidak ada suara berisik, karena semua yang berada disini bertujuan sama, untuk belajar. Kini aku duduk dibangku paling ujung, bangku ini memang favoritku sejak dulu, karena jauh dari rak-rak buku lain dan para pengunjung, namun masih di tempat yang sama.

Aku berencana untuk menambah referensi penelitianku, akupun mulai mereview jurnal-jurnal yang sudah ku kumpulkan. Saat tengah asyik mengetik, aku mendengar derap langkah seseorang menghampiriku, ah mungkin Nana pikirku.

"Hai" sapa seseorang dengan suara khasnya, aku tau betul siapa pemilik suara itu, Daffa.
Aku terdiam tanpa menatapnya beberapa detik, sejak kapan dia berani muncul di depanku lagi?

"Re, bisa bicara sebentar?" tanyanya, aku mulai mengendalikan emosiku, aku persilahkan dia untuk duduk disebelahku.

"Aku minta maaf" ucapnya, singkat namun tidak berarti apa-apa untukku.  Luka ku masih belum sembuh, kalau bukan karena sebuah hadits, aku akan memilih untuk menyimpan dendam padanya.

"Ternyata Sera nggak sebaik itu Re, dia buang-buang uang aku, dia cuma mau uang aku doang, dia gak lebih baik daripada kamu" ucapnya

"Aku udah maafin kamu, urusan Sera aku nggak peduli" ucapku, aku nggak ingin berlama-lama dengan Daffa. Akupun merapikan laptopku dan mengambil tasku, ia mengikutiku, sampai akhirnya aku keluar dari perpustakaan.

Dia menarik tanganku, membuat langkahku berhenti. Tatapanku berubah padanya, aku berusaha melepaskan tanganku, tapi susah.

"Daff, aku bukan pacar kamu lagi, berhenti berbuat seenaknya. Ini kampus, aku gak mau cari ribut" ucapku,  jujur saja aku butuh Nana, butuh perlindungannya.

"Rea, kamu bener-bener berubah Re, aku tau kamu masih sayang aku kan?" tanyanya

"Lepasin aku Daf, perasaanku udah gak kaya dulu." ucapku

"Kamu bohong Re, gak mungkin" ucap Daffa

"Apa yang gak mungkin Daf? Kamu aja bisa dengan mudahnya selingkuh tanpa peduliin perasaan aku, tentu aja aku juga bisa buat semudah itu untuk lupain kamu" ucapku, dengan suara gemetar, aku tau pertahananku sebentar lagi akan runtuh, aku takut.

"REA" bentaknya. Aku menutup mataku, hingga sadar perlahan lenganku dilepaskannya.

"Ada apa ini?" tanya seseorang yang aku yakini melihat kami bertengkar tadi, aku harap beliau bukan dosen atau siapapun yang bisa menyeretku ke dalam masalah lagi. Akupun membuka mataku yang sudah basah.

Dia, dokter Rayhan?

------------------------------------------------------------------------
Hai guys, gimana part ini? Greget gak?

Jangan lupa voment yaa:)

SETELAH PUTUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang