Bubble Gum 11

10 2 0
                                    

"Jungkat jungkit apa sih maksudnya?" Hana yang makan mie instan itu menatap Rinja yang sibuk catur dengan Iwan.

"Kadang diatas kadang dibawah," sahut Udin tak jauh darinya, nongkrong di luar warung mbak Uun bersama Boji dan Jordi.

"Emang gitu, Nja?" Tanya Hana menatap fokus Rinja. Lalu menarik pion yang akan dimainkan Rinja kemudian membuangnya jauh. "Iya gitu?"

Rinja mendecak. Menatap tajam Hana dengan anggukan kesal. Berlalu mengambil pion dengan berjalan mundur untuk tetap mengawasi Iwan.

"Asik ya atas bawah," sahut Hana dengan kekehan sinting. Rinja mendelik. Iwan yang mendengar terkekeh geli walau sebentar karena diskak oleh Rinja.

Boji mendekat. Menawarkan rokok dengan bungkus warna merah putih itu pada Hana. Gadis itu menerima, "apa iya bang?"

Boji tertawa, "nggak percaya kan lu sama Rinja?"

Hana menggeleng, "sering dikibulin gue sama dia," Rinja mengumpat mendengar itu.

"Mungkin kayak lebih bermakna kalo salah satu dari mereka cuma main main, dibikin ke atas dibahagiain abis itu ya jatuh lagi. Sebenernya mereka cuma perlu keseimbangan sih, Na. Jungkat jungkit kan buat meninggikan satu sama lain, kalo mau seimbang alias bahagia bareng susah. Jadi mau nggak mau ya mereka harus gantian atau saling meninggikan untuk bahagia."

Hana menggaruk pipi tak paham, menatap Boji yang tampak menikmati rokok, "gimana bang?"

Boji tertawa keras. Udin mendekat meminta Hana berbagi rokok. Sedangkan Rinja dan Iwan masih saling tatap tajam bermain catur.

"Bolot lu, Na?" Sahut Rinja tiba tiba, "emang gitu dia bang nggak pahaman."

Hana mengumpat. Memainkan kuda yang melindungi ratu hingga lelaki itu mengumpat kasar.






**






Putra menghela nafas. Setelah dari kamar mandi lelaki itu turun ke lantai satu menuju lapangan basket. Saat baru akan mengambil bola, ia menatap terpaku Wendy yang kini duduk tak jauh darinya. Terlihat menawan ketika mendongak dengan mata terpejam, belum lagi rambut panjangnya berkibar terkena angin.

Wah!

Lagi lagi jantungnya berdegup kencang.

Wendy mendecak. Mengacak rambutnya yang memang sudah berantakan. Tangannya terangkat mengumpulkan rambut kemudian menggulungnya asal. Terlihat anak rambut turun menghiasi pelipis dan leher gadis itu. Wendy menoleh, bertatapan dengan Putra yang masih terpesona menatapnya.

Seperti drama korea. Mereka saling tatap dengan semilir angin yang kian menambah suasana romansa. Belum lagi matahari yang hanya sayup sayup terlihat. Anggap saja ada banyak kupu kupu dan hati berterbangan diantara mereka.

Wendy berdiri. Berjalan pelan menatap Putra yang juga maju mendekati. Suasana sudah pas sekali.

"Loh Wennn??"

Gadis itu malah tetap berjalan lurus mengabaikan Putra. Menghancurkan momen indah dan patahnya seluruh hati diantara mereka. Putra berlari menyusul.

"Apa sih?!" Tanya Wendy kesal. Menekuk alisnya tajam.

Putra mengelus tengkuknya canggung. Kenapa juga ia mengejar Wendy, "eung..."

Wendy mendecak. Bersidekap menatap tajam lelaki yang mengombang ambingkan perasaannya. Ia hampir pergi jika Putra tidak memeluknya tiba tiba. Badannya menegang kaget dan gugup.

"I love you too, Wen."






**







"Jadi dia langsung pergi?"

Putra mengangguk. Duduk maju menatap antusias Hana yang makan kentang. Di samping gadis itu ada Rinja dan Joyo. Ia curhat mengenai Wendy yang langsung pergi ketika ia memeluknya. Bahkan tidak membalas saat ia mengatakan cinta.

"Elu nggak jelas sih anjing!" Sahut Rinja kasar. Sibuk minum es taronya. "Misal gue cewek juga bakal lari kalo tiba tiba dipeluk primata."

Putra mengumpat. Hana mengangguk angguk, "bener kata Rinja, lu nggak jelas."

"Dibagian mana gue nggak jelasnya?"

"Semua!!!"

Putra kaget. Termundur meneguk ludah karena dijawab kompak oleh tiga temannya itu.

Joyo maju dengan helaan nafas, "gini deh bro, bayangin aja elu diajak main jungkat jungkit, terus waktu lu diatas si lawan main lu ogah bikin lo turun. Awalnya bahagia tapi lama lama ngeri kan? Atau sebaliknya, lawan main lo cuma maunnya diatas dia nggak mau gantian naikkin lo. Anjlok ae terus. Sakit kan?"

Rinja mengangguk setuju, "jungkat jungkit tuh permainan dua orang, ke atas terus ke bawah, itu hal pasti. Nggak bisa lu doang yang diatas atau dia doang yang diatas."

"Seimbang kalo kata bang Boji, kalo mau bahagia harus seimbang," sambung Rinja, "narik ngulurnya tepat, nggak asal asalan."

Putra diam. Termenung mencerna kalimat teman temannya. Sebenarnya ia masih tak paham. Kenapa semua ini diibaratkan jungkat jungkit? Apa karena dua orang? Atau karena seperti kata Rinja, harus seimbang?






















BUBBLE GUM✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang