Putra : hai Wen
Putra : lo lagi apa?
Putra : temenin gue makan yuk?
Putra : laper nih belom makan dari SD
Wendy mendengus. Melempar hapenya sebal membaca pesan itu. Pada akhirnya ia ditarik ulur begini, dasar Putra.
Menarik selimut kemudian memejamkan mata mengabaikan ponselnya yang berdering menyebalkan.
**
Putra mendecak. Menatap meminta saran pada Hana yang makan mie pedas di depannya. Gadis itu mengangkat bahu tak peduli.
"Makanya Put, jangan tarik ulur. Sekarang elu kan yang diulur ulur hahaha."
Lelaki yang memakai topi hitam itu mendelik. Menatap luar kafe memilih diam dari pada mendengar ocehan Hana yang tiada habisnya. Rinja yang melihat itu hanya terkekeh geli. Salah siapa mengulur hati orang lain, sekarang nikmati saja karmanya.
Hana menatap geli lalu mendengus sinis menatap hapenya. Mengetik beberapa saat lalu mendecih penuh benci kepada Putra. "Najis!"
Putra melotot. Mengancam bogem dengan wajah sok sangar yang menyedihkan. Hana tertawa lebar bersama Rinja sedangkan Putra langsung merengek miris sendiri. Menelungkupkan kepalanya dilipatan tangan berusaha mengabaikan riuhan suasana kafe. Tak lama entah kenapa, hatinya berdesir. Lalu rasa mual muncul.
Mendongak. Dan, disana ada, wah! Putra tak memiliki kata kata lagi.
Wendy. Walau wajahnya sedikit cemberut tetapi aura cantiknya tak hilang.
"Ini sama Hana, ada Rinja juga," mendelik pada Putra, "ngapain lo ngajak gue?!"
Putra terperangah lalu hah hoh bingung. Dibawah meja Hana menendang lalu memberi kode. Putra langsung paham dengan senyum lebar.
"Tadinya gue sendiri," menarik tangan Wendy memaksanya duduk di sampingnya, "tapi dua setan ini muncul tiba tiba, gue sebagai manusia setengah malaikat kasian dong jadi gue traktir deh," kata Putra dengan senyum agak sombong. Hana bahkan sudah mendelik sedangkan Rinja pura pura muntah.
Wendy mendecak. Lalu menatap Hana dengan kedipan mata serta senyum miring. Gadis itu menggeleng tak paham dengan dua manusia itu, saling suka tapi tarik ulur terus, tidak ada habisnya.
**
Wendy yang kini berjalan berdampingan dengan Putra itu mengambil nafas dalam. Mereka terpaksa berjalan dari pintu utama komplek rumahnya karena sudah lewat jam malam. Alhasil motor lelaki itu ditinggal diluar sedangkan ia mengantar Wendy sampai ke rumah dengan jalan kaki.
Saat sudah sampai di depan rumahnya, Wendy menatap dalam Putra yang tersenyum lebar. Astaga, kenapa dulu lelaki ini tak pernah tersenyum sebegitu menyenangkan?
"Lain kali jangan gini lagi ya, Put," Putra yang hendak meraih tangan Wendy jadi terhenti. Menatap bingung gadis yang kini tampak tak nyaman itu.
"Lo nggak perlu segininya, gue sadar diri kok," tersenyum paksa kemudian buang muka sesaat ketika matanya terasa panas, "gue udah gede buat lo ajak main jungkat jungkit."
Putra mencelos, "Wen...gue...eung...elo..."
Wendy tersenyum tipis, menepuk beberapa kali pipi lelaki itu, "hati hati pulangnya, salah salah elu diculik tante tante lagi hahaha."
"Wen dengerin dulu, gue mau ngomong," Wendy menggeleng pelan. Menarik tangannya yang digenggam erat oleh Putra. Ah, tangannya hangat sekali. Ia jadi tak rela, tapi bagaimana.
Langsung berlari masuk ke dalam rumah tanpa menoleh lagi. Sedangkan Putra yang tertinggal menatap hampa pagar rumah Wendy. Lalu menunduk dengan dada yang terasa sesak karena tak bisa mengatakan keinginannya.
"Wen gue..." mengacak rambutnya dengan umpatan kasar, "lo mau nggak jadi pacar gue, Wen...," Putra melirih.
"Ck, setan!!!" Buang muka berjalan pergi misuh misuh sendiri.
Wendy menghela nafas. Menepuk dadanya yang berdegup kencang sembari menggenggam tangannya seperti yang dilakukan Putra tadi. Senyumnya terbit begitu saja. Harusnya ia peluk saja lelaki sinting itu tadi.
Hana sialan!
KAMU SEDANG MEMBACA
BUBBLE GUM✓
Teen FictionPermen karet misterius Yosan yang hidup di dunia. Yoo San Putra, cowok yang maksa sangar padahal mukanya gemesin kayak anak TK. Ada juga Wendy Sonia, si cantik rambut badai. Mereka yang selalu nyolot kalau ketemu, tanpa sadar saling suka. Klise sih...