Hiruk pikuk dan lampu kelap kelip serta bau minuman beralkohol tak menyurutkan semangat gadis yang kini asik joget bersama orang orang asing.
Seolah menemukan tempat untuk melepaskan segala keluh kesah dan penat.
Setelah lelah, berjalan keluar tempat ramai tetapi nyaman itu. Matanya membelalak antara kaget dan tak percaya.
"Putra? Lo ngapain disini?" Tanya gadis dengan pakaian minim itu. Menatap Putra yang berdiri bersandar dimobil entah milik siapa.
Putra menoleh tak kalah kaget, menatap dari atas sampai bawah meneliti Wendy yang langsung mundur was was.
"Elo yang ngapain disini pake pakean kaga pantes," Putra malah balik bertanya. Menoleh pada Wendy tetapi masih bersandar. "Gue mah nungguin Rinja lagi jemput Hana," tambahnya menyebutkan dua teman kelas yang juga hobi datang ke sini.
"Hana kesini?" Wendy bertanya kaget. Hampir dua jam dia di dalam tetapi tak bertemu gadis sinting bernama Hana itu.
Putra mendengus. Lalu berdiri tegak berjalan mendekat membantu Rinja yang kewalahan membopong Hana yang meronta masih ingin masuk ke dalam. Lagi pula bagaimana anak kelas satu STM bisa masuk ke tempat seperti ini? Oh tentu saja orang dalam.
"Brengsek emang....shii...Anj..Anjaya," gumam Hana tak jelas.
Putra yang mengalungkan tangan Hana dilehernya mengernyit bingung, "Anjaya siape?" Tanyanya pada Rinja yang masih kewalahan. Lelaki manis itu menggeleng. Kali ini menarik lebih keras tangan Hana supaya terlingkar sempurna dilehernya.
Wendy yang masih berdiri kaget menatap itu makin kaget. "Hana?" Panggilnya pelan. Mendekat lalu melambai di depan wajah Hana yang terlihat memerah. Hana mendongak lalu melengos.
Menggerakan pelan tangan kanannya yang dipegang Putra, "jamet depan nih suruh minggir!" suruhnya kasar. Putra tertawa lebar tanpa suara sedangkan Rinja mendengus kesal.
Wendy melotot, hendak marah marah jika Rinja tak segera memberi kode untuk diam. "Lo bisa diem? Dia lagi nggak sadar," kata Rinja mencoba menenangkan Wendy.
Gadis itu tertawa sinis. Berbalik pergi begitu saja dengan agak sempoyongan.
**
"Wen astagaa,"
Putra frustasi. Menarik lengan Wendy yang terbuka lebar dengan jalan kiri kanan hampir tertabrak mobil. Tadi setelah Wendy pergi, dengan tidak manusiawi Rinja menyuruhnya mengikuti gadis yang sudah hampir mabuk itu. Padahal Putra ke sini itu bareng Rinja. Naik mobil Rinja. Dan ya, sekarang mereka terpaksa jalan kaki sampai rumah Wendy. Karena cewek itu ternyata tidak membawa kendaraan.
Gadis itu memainkan bibirnya dengan suara lucu. Berlari kecil lalu berjalan mundur kemudian duduk selonjoran diaspal. Putra tentu merasa kesal. Niat awal akan makan enak secara gratis karena sudah menemani Rinja menjemput Hana malah berakhir stres di jalanan bersama cewek yang juga stress.
Wendy tertawa menenteng sepatu bootsnya. Menoleh pada Putra yang hampir mati kesal.
Saat gadis itu akan menyebrang asal karena sudah sampai di depan komplek rumahnya, Putra langsung menarik lengannya lalu memegang erat pinggang gadis pendek itu. Memapahnya supaya berjalan benar dan lebih cepat. Sungguh dia tak ada niatan berurusan lagi dengan Wendy.
"Makasehhhhh," tulus Wendy ceria. Menatap penuh riang Putra yang juga menatapnya tetapi datar.
Bibir merahnya maju dengan lucu sebal karena tidak direspon Putra. Alisnya melengkung dengan mata melotot yang malah terlihat berkilau terkena pancaran lampu. Putra terpana begitu saja. Menatap dengan bibir agak terbuka gadis yang tak pernah berekspresi menggemaskan itu. Entah tidak pernah atau dia yang tidak memperhatikan. Dadanya berdebar kencang.
Wendy yang melihat Putra diam makin kesal. Menjatuhkan sepatunya dengan asal lalu memukul mukul dada pria tinggi di depannya ini.
"Lo tuh-" gerakan tangannya terhenti. Merasakan betapa kencangnya debaran jantung Putra.
Putra sadar. Memegang tangan Wendy yang kini makin meraba dadanya mencoba meyakinkan debaran cepat jantungnya. Menatap dalam Wendy yang juga menatapnya bingung.
"Jantung lu kenceng amat?" Heran Wendy.
Putra sempat menahan nafas saat Wendy menempelkan telinganya mendengarkan debaran jantungnya.
"Wen," panggil Putra dengan suara serak dalam. Wendy agak merinding. Mendongak tanpa merubah posisinya yang masih sangat dekat dengan Putra.
Putra menunduk dengan tatapan mata teduh. Tatapan songong dan sok sangar itu hilang sudah. Wendy hampir tersenyum melihat betapa tampannya pria di depannya ini jika Putra tak segera menyadarkan.
"Gue pulang," pamitnya datar sembari mendorong kasar bahu Wendy agar menjauhinya.
"Yeu balik sono lu, setan!" Wendy sebal.
Putra berbalik cepat. Tak menyadari raut wajah Wendy yang berubah. Gadis itu memungut sepatunya lalu membuka pagar masuk ke dalam rumah dengan umpatan sebal tetapi desiran aneh di dadanya malah bertambah. Tanpa tau jika Putra juga mengalami hal yang sama. Lelaki itu menyentuh dadanya yang berdebar hebat dengan perasaan baru. Perutnya serasa banyak kupu kupu berterbangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUBBLE GUM✓
Teen FictionPermen karet misterius Yosan yang hidup di dunia. Yoo San Putra, cowok yang maksa sangar padahal mukanya gemesin kayak anak TK. Ada juga Wendy Sonia, si cantik rambut badai. Mereka yang selalu nyolot kalau ketemu, tanpa sadar saling suka. Klise sih...