13 - Masuk sekolah

82 2 0
                                    

Gema sorak-sorai mengudara, mengunci berbagai sudut area sirkuit dengan pekikan yang lebih membara setelah pencapaian akhir dari balap motor yang di lalui sudah terlihat di depan mata.

Reynald mencapai garis akhir dengan tanpa melakukan kesalahan apa-apa, Yama juga tak berbuat hal janggal yang mampu membuat kericuhan terjadi setelah pertandingan tadi.

Setelah membuka kaca pada helm fullface yang ia kenakan, Reynald langsung saja mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru pada orang-orang yang tengah menyebut-nyebut namanya seolah mendukung, tak bisa di pungkiri bahwa Reynald senang, tapi di sisi lain, ada hal janggal yang selalu menghantam perasaan Reynald karena alur permainan antara dirinya dengan Yama tak menghasilkan drama apa-apa.

Mendengar suara motor Yama yang baru saja mencapai garis finish, membuat Reynald menoleh sekilas ke arah laki-laki bertubuh jangkung yang kini hanya diam di atas motor tanpa melakukan hal lain. Reynald mencoba menelisik lebih dalam gesture tubuh yang ia cari pada Yama, kemudian berusaha menerjemahkannya karena Reynald takut kecolongan akan sesuatu.

Tapi, bukannya mendapat apa yang ia inginkan, Reynald malah tak menemukan keanehan ketika tiba-tiba saja Yama kembali melajukan motor yang ia bawa ke arah Reynald.

"Cukup buat hari ini, bawa aja duit taruhannya." Ujar Yama tanpa membuka helmnya sama sekali, hal itu sempat membuat Reynald menaikkan kedua alis karena merasa terperangah.

Yama kemudian memutar arah kemudi, berbalik arah menuju para bawahannya yang mulai turun dari tribun, untuk menuju ke arah motor yang sudah terparkir rapi di belakang garis pembatas.

"Gareska, cabut!!" Titahnya mutlak kemudian langsung melesatkan motornya keluar dari dalam sirkuit Mandaka yang tentu saja diikuti oleh semua pasukannya.

Reynald menatap tak percaya terhadap apa yang ia lihat kali ini, ia bahkan sempat tak mengalihkan pandangan pada punggung-punggung berjaket Gareska yang mulai termakan cahaya sore hingga melewati gerbang sirkuit untuk keluar dari dalamnya.

Abara Dwicaksa, atau yang akrab di sapa Bara, salah satu pemimpin cabang Algerion di SMA Pusaka mulai mengikis langkah ke arah Reynald yang masih tak bergeming dari posisinya semula. Laki-laki berwajah dingin itu kontan menepuk pundak Reynald, membuat laki-laki tampan yang baru mendapat kesadarannya kembali menjadi menoleh.

"Apa?"

Bara menghela nafas sebentar, dengan mata hitamnya yang mulai mengelam ketika melihat arah pandangan Reynald tadi. "Lo ngerasa aneh juga bang? Kenapa Yama cuma kaya gitu doang?"

Reynald membasahi bibir bawahnya, kebiasaan yang selalu ia lakukan ketika tengah berpikir dalam. "Gue juga ngerasa aneh, gue nggak nyangka dia cuma diam aja dari awal balapan tadi. Gue nggak ngarepin dia mau nyelakain gue, tapi aneh aja kalau kaya gitu."

Leon, Putut, Saka, dan Reegan terlihat mulai berdiri di belakang mereka berdua, ikut mendiskusikan apa yang tengah terjadi saat ini.

"Yama nggak bakal ngerencanain hal buruk, kan?" Tanya Putut mencoba memastikan, karena tak hanya Reynald dan Bara, tapi seluruh anggota Algerion yang hadir juga tengah dirundung rasa penasaran.

"Gue—–nggak tau. " Balas Reynald merasa tak mendapat jawaban yang pasti, karena dirinya juga ragu.

"Ya udahlah, mungkin si Yama udah mulai insaf." Kata Saka mencoba menghentikan pemikiran tak berujung para sahabatnya.

"Iya, kadang manusia licik kaya dia juga bisa bosen kan, kalau cara mainnya selalu kaya gitu." Sahut Leon ikut-ikutan.

Reynald menghela nafas putus asa. "Ya, kalian semua nggak usah berpikir terlalu jauh, yang penting kita selalu waspada aja." Ujarnya.

Reynald vs ReinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang