Terkadang aku merasa iri ketika melihat orang lain dapat bahagia bersama keluarganya, sementara aku hanya bisa tersenyum pada saat hati ini terluka.
—Laura
"Kak!" Laura menahan lengan Sagara saat kakaknya itu hendak saja menuruni tangga.
"Lepas!" Sagara menepis kasar lengan Laura hingga cewek itu hampir saja terjatuh dari tangga.
Laura memekik terkejut. Sungguh ia tidak menyangka Sagara bersikap kasar padanya. "Hari ini lo kuliah?" tanyanya tersenyum manis.
"Bukan urusan lo!" Sagara menatap Laura sedikit sinis. Cowok itu berlalu pergi begitu saja meninggalkan Laura sendirian.
Laura mengerutkan keningnya. Ia merasa aneh melihat tingkah laku Sagara yang sedikit sinis padanya. "Lo kenapa?"
Laura berjalan menuju meja makan. Di sana sudah ada ayahnya, Sagara, Mauren, dan tentu saja ibu tirinya, Sonia.
Ruang makan kini mendadak menjadi hening saat Laura tiba di sana. Tadinya Mauren dan Sonia tertawa, kini mereka mendadak menjadi bungkam. Semua matanya tertuju pada Laura yang hendak saja menduduki kursi.
"Tidak ada yang menyuruh kamu untuk makan bersama kita di sini." ucap Irfan dingin.
"Ta-tapi, Pa—"
"Pa," Mauren memotong ucapan Laura.
"Kenapa? Apa ada yang menjahati kamu di sekolah?" tanya Irfan terlihat khawatir.
Mauren menggeleng. "Nggak kok, Pa. Malah temen-temen aku baik," katanya sambil tersenyum lebar. "Oh iya, Pa. Aku suka sama kakak kelas aku lho. Dia orangnya ganteng banget, Pa. Namanya Kahtan."
"Oh ya? Bagus kalau begitu. Kalau perlu Papa akan menjodohkan kamu dengannya."
Laura membulatkan matanya saat papanya berbicara seperti itu. Ia tidak menyangka ternyata Mauren menyukai Kahtan. "Tapi Pa, orang yang Mauren suka itu pac—"
"Besok-besok mending ajak ke rumah cowok yang lo suka. Kasih tau Mama dan Papa." Sagara tersenyum. Cowok itu mengacak gemas pucuk rambut Mauren.
Lagi-lagi Laura membulatkan matanya. Kali ini ia sudah panas dingin. Kenapa Sagara berbicara seperti itu? Bukankah Sagara sudah tahu bahwa Kahtan adalah pacarnya? "Kak, lo—"
Sagara seketika berdiri. "Mending sekarang lo berangkat ke sekolah, biar gue yang anter."
Laura tersenyum lebar. "Kak, gue bareng lo, ya?"
"Ayo Kak!" Mauren menggandeng lengan Sagara. Mereka pergi begitu saja dan tidak mendengarkan perkataan Laura.
Laura menunduk. Kini matanya sudah berkaca-kaca. Laura hendak saja ingin ber-salaman pada Irfan, tetapi langsung ditepis kasar olehnya. "Jangan pernah pegang-pegang lengan saya!"
Laura semakin menunduk. "Maaf, Pa."
Laura berjalan menuju depan rumahnya. Semoga saja Sagara dan Mauren belum berangkat ke sekolah.
"Kak! Gue bareng lo, ya?" Laura mengambil lengan Sagara kemudian menggenggamnya.
Sagara menepis kasar lengan Laura yang menggenggam tangannya. Cowok itu mendorong tubuh Laura hingga ia terjatuh. "Lo buta apa gimana, hah? Motor gue cuma satu! Nggak usah manja jadi cewek!"
KAMU SEDANG MEMBACA
LAURA
Teen Fiction-Ayah, bukan cinta pertama, tetapi patah hati pertama. Luka terbesar. Mungkin segelintir anak saja yang beruntung mendapat (ayah) sebagai cinta pertama- 3 tahun lamanya Laura selalu difitnah pembunuh oleh ayahnya sendiri. Tuduhan itu berhasil membua...