-
Jam menunjukkan pukul 9 malam. Langit semakin gelap, sedangkan rembulan tampak malu memamerkan sinarnya. Rintihan hujan tiba-tiba turun, tidak terlalu deras namun berhasil membuat jalan besar tersebut licin. Kendaraan beroda empat dan dua pun memperlambat lajunya.
Terlihat Carissa bersama dengan Arzan keluar dari rumah sakit seberang jalan gang rumah Carissa. Setelah kejadian cukup menegangkan tadi, Arzan yang terluka langsung dilarikan ke rumah sakit. Beruntung, kata dokter luka di kepala cowok itu tidak terlalu serius. Hanya saja, kini ada lilitan perban yang menghiasi kepala Arzan.
Keduanya berjalan ke pinggir jalan, tepat di sebelah Zebra Cross. Saat lampu hijau berubah merah, Carissa dan Arzan melangkah bersama beberapa pejalan kaki lain.
"Pelan-pelan Carissa!" gerutu Arzan yang merasakan sakit di kepalanya saat ia melangkah terlalu lebar.
Carissa yang sempat mendahului cowok itu pun memperlambat langkahnya. Akhirnya Arzan mengalungkan lengannya di leher bagian belakang Carissa. Cowok itu bermaksud merangkul gadis itu, seolah-olah ia tampak sangat lemah karena lukanya.
"Apasih, Arzan gak usah lebay," tolak Carissa menjauh dari cowok itu.
Akhirnya mereka berdua telah sampai di seberang. Keduanya berjalan berdampingan menuju gang. Masalah Aurella, gadis itu sudah pulang bersama Ibunya. Sedangkan Raga, entahlah pihak polisi masih mencari cowok itu. Ia berlari dan menghilang begitu saja.
"Carissa," panggil Arzan.
Carissa menoleh dan sedikit mendongak ke arah Arzan. "Kenapa?"
"Kepala gue... Sakit... Mau mati," kata Arzan lagi-lagi mengalungkan tangannya ke pundak Carissa. Seperti orang lemah, cowok itu menempelkan tubuhnya ke Carissa.
Merasa kesal, Carissa mendorong perut Arzan. Cowok dengan perban di kepalanya itu kehilangan keseimbangan akibat dorongan Carissa. Arzan terjatuh ke jalanan gang yang sepi.
"Eh?" Carissa langsung menghampiri cowok itu, dan menolongnya berdiri. Namun, Arzan malah menarik tangan Carissa hingga ia ikut terjungkal di aspal yang halus.
Namun jangan khawatir, karena kepala Carissa mendarat di lengan Arzan yang kuat.
"Sialan!" umpat Carissa yang masih terlentang di aspal dengan kepala yang menindih lengan Arzan.
"Ssstt," Arzan memiringkan tubuhnya, lalu meletakkan jari telunjuk cowok itu ke bibir tidak terlalu tebal milik Carissa.
"Kalian ngapain?" heran Lian yang tampaknya baru mandi dengan setelan kaos berbalut sweater. Ia kebingungan karena melihat dua sejoli yang sedang terlentang di jalanan.
-
Dibalik jendela kaca tidak terlalu besar memerlihatkan derasnya hujan yang turun dari langit. Sedangkan didalam sebuah rumah sederhana, terdapat dua sejoli tengah menonton televisi seraya minum teh hangat. Yang gadis sibuk mengotak-atik remote, mencari saluran televisi yang pas untuk dilihat.
"Jangan di ganti-ganti mulu, Carissa!" ujar Arzan merebut remote dari tangan gadis cantik berbalut piyama tidur itu.
Carissa hanya melirik Arzan yang duduk disebelahnya, lalu meraih gelas berisi teh di meja, dan menyeruputnya. Pintu utama rumah tidak terlalu besar itu terbuka. Tampaklah sosok Lian dengan pakaian sedikit basah. Payung tuanya tidak bisa melindungi penuh tubuh cowok itu dari derasnya hujan.
Lian membawa satu kantong plastik besar dengan isi penuh. Cowok itu baru saja dari Toserba untuk membeli makanan instan. Dia tidak bisa membiarkan adiknya dan Arzan kelaparan.
"Nih lo yang masak," titah Lian meletakkan kantong putih itu di paha Carissa.
"Masak apa?" Carissa mengintip isi kantong, ia lihat ada beberapa mie instan dan snack.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARZAN DAN CARISSA
Teen FictionBagaimanapun Carissa harus menerimanya. Karena jika tidak, Arzan akan memperkosanya.