14. Break Down

107 21 6
                                    

Ting!

Appa

07.55 PM.KST
Sepertinya kau sangat menikmati
waktumu tanpa appa, Park Ji Hoon.
Pulang! banyak hal yang harus kita lakukan
dirumah, aku menunggumu.

Ji Hoon menahan nafas seperkian detik begitu membaca pesan yang baru saja masuk diponselnya. Rasa takut mendadak menjalar memenuhi seluruh tubuh dan pikirannya. Ada nyeri kuat yang mendadak terasa dikepalanya. Seolah tubuhnya sedang membaca segala kemungkinan yang akan terjadi setelahnya.

Rasanya seperti ..

Ia mungkin saja akan terluka untuk kesekian kalinya.

"Siapa?"

Dengan gerak cepat Ji Hoon segera memasukkan ponsel kedalam sakunya. Tak paham perihal apa, rasanya ia tak ingin Woojin mengetahui pesan yang baru saja diterimanya.

"Bukan hal penting".

.
.

"Dan pastinya aku harap kau benar - benar melakukan itu nantinya .."

"Menangis lalu berlari mencariku, kumohon lakukan itu .." ucap Woojin mengeratkan genggaman tangannya disepasang telapak dingin milik Ji Hoon.

Kenapa Woojin selalu sehangat ini? Bagaimana bisa ada seseorang yang bahkan ketika dirinya telah dibuat kecewa masih bisa bersikap hangat dan mencoba memahami?

Kecewa? Tentu saja.

Harapnya untuk menjadi sandaran bagi Ji Hoon sangat besar. Namun pada saat seperti inipun, Ji Hoon masih kukuh enggan membagi luka. Bukankah wajar jika kecewa? Dirinya ada namun Ji Hoon masih terlihat tak ingin untuk berlari dan berlindung padanya.

Seulas senyum paksa tertarik disudut bibir Ji Hoon. Jelas ia tahu, ada ingin besar yang Woojin ucap disetiap kata. Ada harap yang Ji Hoon abaikan agar Woojin tak perlu terseret masuk dalam masalahnya. Ia takut hal buruk mungkin saja akan terjadi jika itu berkaitan dengan ayahnya.

Tangannya kini menjulur meraih rahang tegas yang ada didepannya.

"Uwah, kemana Woojinie yang pernah mengusirku waktu mencoba berteman dengannya dulu? Kenapa aku hanya melihat Woojinie yang sangat hangat setiap memandang kearahku?"

"Kau terlalu hangat Woojinie, bisa - bisa aku hancur lebur meleleh karna kehangatanmu" gurau Ji Hoon yang sama sekali tak terdengar lucu. Dari pada lucu, kesannya lebih terasa pahit bagi Woojin yang masih menangkap sorot beban dan luka disepasang mata cantik milik Ji Hoon.

"Jangan mencari Woojin yang seperti itu lagi, kau tidak akan pernah menemuinya karna ia telah lama pergi.. aku Woojin mu yang sekarang, jadi jangan ragu untuk datang padaku, Woojin mu yang ini tak akan pernah mengusirmu apalagi memintamu pergi"

"Kau hanya perlu datang padaku Ji Hoon-ah..." lirih Woojin pelan terkesan sedang memelas pada Ji Hoon.

"Hmm, aku akan melakukannya nanti... kau harus menungguku Woojin-ah .."

Kini Ji Hoon meremas pelan kedua lengan Woojin.

"Pastikan kedua lengan ini akan terbuka saat waktunya tiba. Aku akan berlari padamu, dan kau harus memelukku bagaimanapun keadaanku nanti, mengerti?"

Takut ..

Ji Hoon sangat takut. Ia ingin meraung sejadinya, menangis didepan Woojin seperti yang dulu pernah ia lakukan sebelumnya. Ia ingin Woojin melindunginya dari sosok yang hangatnya telah sirna. Ia terlalu takut menemui ayah yang pedulinya saja sudah tak ada.

To YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang