Sekedar saran, faktor terlalu lama update. Silahkan baca part sebelumnya, mana tau kalian lupa wkwk
.
."Tunggu aku .. aku akan keluar, aku akan datang padamu Woojin-ah ..."
"Hmm, aku akan menunggumu, Park Ji Hoon...".
Hatinya seakan teriris, kalimat yang entah sudah berapa kali Woojin ungkapkan padanya. Perihal menunggu yang selalu Ji Hoon abaikan maknanya. Kata yang baru Ji Hoon sadari betapa berharganya.
Ia benar-benar disana. Tak pernah sekalipun pergi meski Ji Hoon hanya datang sesekali kearahnya. Ribuan kali ia meminta Ji Hoon datang padanya, dan ribuan kali pula ia memberi harap kosong untuk Woojin yang setia menantinya.
Ia tak pernah datang meski Woojin memohon padanya. Jawaban iya dan permintaan menunggu hanya sebagai kalimat penenang untuk Woojin yang sesekali memaksa Ji Hoon menjadikannya sandaran.
Ji Hoon melempar ponselnya keatas tempat tidurnya. Ia meraih jaket yang tersampir diatas kursi meja belajarnya.
Sekali saja ..
Ia ingin berlari pada Woojin yang masih menunggunya saat ini. Sampai nanti Woojin mengatakan sendiri jika ia tidak ingin ikut campur lagi, maka sampai saat itu tiba, ia akan kembali berdiri sendiri.
Ji Hoon berjalan tertatih mencoba berlari, membuka kuat pintu utama yang ia tutup saat masuk tadi.
Pandangannya kabur, pelupuknya terisi penuh air mata. Ia mengedip beberapa kali mencoba memperjelas pengelihatannya. Mencari sosok yang ia tahu sedang menantinya didepan sana. Berdiri dengan senyum hangat dan tatap sayu
Ia berlari dengan sisa kekuatan diatas remuk yang kian menjadi. Bukan secara fisik, lebih dari sekedar nyeri dan lebam keunguan yang terlihat jelas dipermukaan kulitnya. Remuk yang ia rasa jauh didalam sana. Melihat sosok yang tak ia sangka mampu dirinya sendiri buat terluka.
Larinya lambat tertatih, menuju Woojin yang kini ikut berjalan mendekat kearahnya merengkuh tubuhnya. Sebuah pelukan hangat yang tak Ji Hoon sangka akan memiliki efek seperti sebuah obat paling paten penyembuh luka.
"Ma...hiks ... Maafkan aku Woojin-ah .. huhuhu ..." Tangisnya menjadi dalam dekap Woojin yang erat namun hati-hati. Meski tak begitu jelas, Woojin tahu, tubuh ringkih yang sedang dalam pelukannya saat ini sedang terluka. Ia takut, terlalu erat akan menyakitinya.
"Maafkan aku ... Huhuhuu..."
"Aku... Aku .. terus membuatmu menunggu, tapi aku tidak pernah datang padamu Woojinie .... Huhuhu"
"Hmm, sudahlah .. yang penting kau sudah datang padaku sekarang Ji Hoon-ah .." ucap Woojin hangat sambil mengusap lembut kepala Ji Hoon.
"Huhuhu ... Maafkan aku ..."
"Hmm, iya Jihoonie ... Aku akan selalu memaafkanmu.."
.
.Woojin meletakkan segelas coklat panas diatas meja. Tangannya mengusap lembut pucuk kepala Ji Hoon yang menatap kosong kearah gelas coklat yang baru saja ia letakkan disana.
"Minumlah .." ucap Woojin lalu ikut duduk diseberang meja berhadapan dengan Ji Hoon.
"Terimakasih .."
"Kenapa kau terlihat sangat kurus, apa nenekmu tidak memberimu cukup makanan disana?" Woojin tersenyum pahit. Ia tahu Ji Hoon tidak pergi, tapi ia juga ingin tahu dan mendengar hal itu dari mulut Ji Hoon sendiri.
Ji Hoon diam.
Gelas coklat yang sempat ingin diminumnya kini terhenti tepat didepan bibirnya. Matanya kini menatap jauh kedalam manik gelap milik Woojin yang melihat kearahnya.
