2. Brutusist

554 139 96
                                    

●●●

jeffrose_'s present

●●●

HAKIM pria bertubuh gempal itu mengipas kegerahan menggunakan Surat Dakwaan Penuntut Umum. Keinginannya untuk meredakan kebisingan penonton sudah lenyap dari berjam-jam yang lalu. Dipelototinya Pengacara Pembela yang masih muda dan ketakutan itu, seolah menyuruhnya untuk menyerah saja agar pengadilan cepat usai.

Sang terdakwa menggeram bagai hewan liar ke arah penonton yang kebanyakan menghujatnya. Ia berpaling menatap lagi pembelanya, sama seperti Hakim, ia juga ingin pengadilan dicukupkan saja.

"Saya yakin para juri sekalian tidak akan membuat keputusan yang salah. Terima kasih." Pengacara itu cepat-cepat duduk lagi di kursinya, seperti kijang yang lantas bersembunyi ketika mendengar suara senapan pemburu.

"Bagaimana keputusannya, para juri?" tanya Hakim itu malas yang sama-sama ditanggapi dengan malas oleh ketua juri.

"Bersalah."

●●●

"Kau dengar itu, mate?" Pemuda Italia yang sedari tadi menonton sidang dengan antusias di lantai dua menyenggol tangan pemuda Asia di sampingnya. "Anjing itu bersalah!" Ia lalu terbahak keras-keras.

Dejun, pemuda Asia itu, menatap si terdakwa dengan nanar.

●●●

"Kau diam di sini! Jangan kabur!"

Terdakwa berwajah liar tadi hanya berdecih ketika polisi yang bertugas menjaganya itu berlari-lari menuju kamar kecil. Ia ditinggalkan sendiri di mobil dengan keadaan kaki dan tangan diborgol seperti babi jagalan. Dalam hati bertanya-tanya, apakah mungkin koruptor-koruptor yang perutnya membengkak diperlakukan sama sepertinya ketika akan diantar ke penjara.

Tiba-tiba jendela mobil diketuk. Si terdakwa terkejut ketika melihat seseorang yang kelihatan seperti pemuda yang wajahnya ditutupi masker mengayunkan kunci inggris.

Pemuda itu membuat gestur yang membuat si terdakwa mundur sedikit demi sedikit dari jendela. Jendela mobil polisi yang awalnya terlihat kokoh, yang dikira si terdakwa anti peluru dan serangan granat itupun pecah seketika oleh sebatang kunci inggris dan tenaga pemuda itu.

Tangan pemuda itu terulur pada borgolnya. Ada setitik ketidak percayaan yang muncul di hati si terdakwa, yang membuatnya malah semakin menjauhkan tangannya dari pemuda itu.

"Maafkan aku," kata pemuda itu, menanggapi penolakan si terdakwa.

Karena suara yang dikeluarkan pemuda itu terdengar ramah, si terdakwa pun dengan enggan menjulurkan kedua tangannya.

"Bagus." Pemuda itu menggenggam kedua tangan itu sambil merogoh-rogoh sesuatu di belakang punggungnya.

Melebar mata si terdakwa, ketika sebuah kapak berkarat diacungkan oleh pemuda itu. Ia tak sempat sadar untuk berteriak ketika kapak itu diayunkan di atas pergelangan tangannya.

"Maafkan aku." Pemuda itu masih mempertahankan keramahannya. "Sekali lagi maafkan aku."

●●●

"Demi Tuhan," jerit si polisi yang baru keluar dari kamar kecil. "Demi Tuhan, panggilkan pertolongan!"

Si terdakwa, atau perampok bank yang akan diantarkan ke penjara hari ini, tergeletak pingsan di jok belakang mobil polisi, dengan darah mengalir deras dari dua pergelangan tangannya yang putus.

Devil's Advocate ● HenXiao ●Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang