Kenapa Harus Aku?! Kim Sunoo
🥀🥀🥀
"SERAHKAN UANG KAMU!!" Teriak seorang preman bertubuh kekar dengan seringai mengerikan. Dan tentu dengan sebilah pisau ditangannya.Ia todong kan pisau tersebut di leher mulus Sunoo.
Dua preman lainnya sibuk menggeledah tas sekolah serta kantung baju seragam Sunoo.
"S-saya tidak punya uang pak.." Ujar Sunoo lirih.
"JANGAN BOHONG ANAK KECIL!" Preman yang menodongkan sebilah pisau tadi menginjak kaki Sunoo dengan sepatu kulitnya.
"Argh.." ringis Sunoo,pijakan kaki preman tersebut tidak main-main..ini sungguh menyakitkan.
Sunoo hanya pasrah tas serta kantung seragamnya di geledah.
Berharap preman tadi tak menemukan uang hasil bekerjanya sebagai kuli angkat beras.
Uangnya tak seberapa sih,tapi itu satu-satunya uang yang Sunoo miliki saat ini,ia tak punya uang lagi selain uang itu.
Tas sekolah Sunoo dilempar begitu saja kesembarang arah oleh salah seorang preman.
"BOS!! NIH ADA UANG!!" teriak salah satu preman yang sekarang telah menggenggam sejumlah uang.
'haduh...mampus aku.' batin Sunoo dalam hati. Dengan wajah khawatirnya.
Pulang naik apa dia? Kasih makan Ni-ki pakai apa?
"MANA-MANA??? BAWA SINI!" perintah preman yang tadi disebut-sebut sebagai bos.
Mungkin ia preman terkuat diantara lainnya.
"Halah!! cuma dikit,tapi gapapa dah. Mayan bisa buat nyebat. Dah yuk cabut." Preman bos tadi merebut uang dari tangan preman lain dan mengajaknya pergi meninggalkan Sunoo sendirian.
Sunoo hanya menatap kepergian tiga preman tadi dengan sendu. Berusaha mengikhlaskan uang kesayangannya yang kini ikut pergi bersama preman sialan.
Lagi-lagi hari ini Sunoo juga tertimpa kesialan.
Sunoo menghela napas pasrah "huft...ya udah deh gapapa, Sunoo ikhlas kok kalo uangnya diambil preman tadi,gapapa... mungkin preman tadi lebih membutuhkan uang Sunoo."
Sunoo merapikan pakaiannya yang sudah acak-acakan,dan menyisir rambutnya dengan tangannya.
Ia pungut tas sekolahnya yang kini sudah lusuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kenapa Harus Aku?! || Kim Sunoo [END]✓
Fiksi Penggemar[Proses Revisi] Ntah apa yang menurut semesta ini lebih menyakitkan dibandingkan orang tua yang berkeji hati pada sang buah hati. Segala sarwa kehidupan menjadi saksi kepahitan. Ntah sejuta nestapa lara yang terpendam, terkubur jauh lebih dalam, ter...