Jihan cukup kaget dengan kunjungan dadakan Dean ke rumahnya hari itu. Bukan cuma Jihan, namun Ibunya pun demikian.
"Ada apa ya, Pak?" tanya Meri setelah mereka sudah duduk bersama di ruang tamu.
"Sebelumnya mohon ijin untuk kedatangan saya yang tiba-tiba, Bu Meri. Sebenarnya tujuan saya kesini adalah untuk meminta maaf pada Ibu dan khususnya kepada Jihan."
Meri mengernyit. Ingatan wanita itu berlabuh di pertemuannya dengan Dean beberapa waktu yang lalu.
"Ah, kalau Pak Dean minta maaf karna Bapak sudah memberitahu saya tentang kasus Jihan yang kesebar, itu gak apa-apa kok, Pak. Toh saya memutuskan untuk nggak jadi memindahkan Jihan."
Jihan langsung menatap Meri. Baru tahu jika ternyata guru yang menemui ibunya di kantor adalah Dean.
Dean menipiskan bibirnya lalu menunduk sungkan. Sebenarnya niat Dean memberitahu Meri kala itu adalah supaya sang Ibu bisa lebih mengawasi anaknya. Tapi Dean cukup terkejut begitu Meri merespon dengan serta merta mengurus perpindahan sekolah Jihan.
Hal itu pula yang membuat Dean berpikir ulang untuk meminta maaf kepada keluarga korban.
"Saya ikut bersyukur Jihan gak jadi pindah sekolah," balas Dean lalu mengangkat kepalanya, berpandangan dengan lawan bicaranya, "Dan betul, saya memang ingin meminta maaf tentang itu. Juga tentang hal lainnya."
Jihan dan Meri sama-sama diam mendengarkan. Dean melanjutkan kalimatnya,
"Sebenarnya saya dan Christian adalah saudara kembar."
Pupil Jihan sontak melebar seketika, "P-pak Tian...?"
"Iya. Orang yang pernah melakukan kesalahan pada kamu itu, kembaran saya."
Baik Jihan maupun sang Ibu, terlihat terhenyak di tempatnya.
"Maaf saya baru meminta maaf sekarang." sesal Dean, "Sebagai orang yang bertanggung jawab atas perbuatan kembaran saya, saya bersedia untuk mengundurkan diri dari pekerjaan saya, jika memang itu yang terbaik."
Jihan masih terdiam. Tak sengaja ia teringat dengan obrolannya bersama Justin sore kemarin. Perihal makna Hate the sins not the sinner.
Sekarang Jihan mengerti mengapa Justin tiba-tiba membawa topik itu padanya. Dengan sebuah tarikan napas, Jihan akhirnya memutuskan menjawab,
"Saya gak mau Bapak mengundurkan diri dari sekolah. Lagipula, saya juga sedang mencoba untuk memaafkan Pak Tian."
Membuat bukan hanya Dean, tapi juga Meri, memandangnya terkejut.
"Jihan." sela Meri. Terlihat tidak setuju dengan kalimat gadis itu.
Namun Jihan balas menatap Meri sambil tersenyum. Ia beralih mengenggam lembut tangan sang Ibu, "Mama pernah bilang kan, ayo hidup tanpa rasa takut. Jadi itu yang lagi aku lakuin. Aku mau berhenti hidup dalam rasa cemas karna bayang-bayang masa lalu."
Lalu Jihan menyapu pandangannya pada Dean, "Saya harap Bapak juga sebaiknya melakukan hal yang sama. Biar kembaran Bapak bisa beristirahat dengan tenang."
Tidak mampu lagi berkata apa-apa, Mari lantas mengusap lengan Jihan sambil tersenyum penuh haru.
"Terus sebenarnya, saya juga mau minta maaf sekaligus berterimakasih sama Pak Dean. Maaf kalau sikap saya mungkin kurang baik di awal pertemuan, dan makasih karena Bapak udah mau jujur soal ini."
Dean menggeleng sambil ikut tersenyum, "Saya yang lebih makasih, Jihan, karena kamu sudah berjiwa besar untuk mau memaafkan kami."
Pembicaraan hari itu pun selesai. Setelah Dean pamit pulang, Meri serta merta merangkul Jihan erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️] Bubblegum
Fiksi PenggemarKetika Justin yang hanya berniat menggebet malah ikut terseret dalam lingkar hidup Jihan. written on: Nov 8, 2020 - March 26, 2021. ©RoxyRough