🎐 Renjana Penuh Luka

3.4K 850 121
                                    

"Permisi, Pak, saya mau naro titipannya Pak Simon."

"Oh ya, silakan."

Jihan pun memasuki ruangan guru itu setelah mendapat ijin dari Pak Harry. Diletakkannya bingkisan berisi bubur milik sang wali kelas keatas meja kerja itu.

Sekarang jam istirahat dan kebetulan tadi di kantin Jihan ketemu sama Pak Simon saat gadis itu mau jalan balik ke kelas setelah selesai jajan. Beliau randomly menyuruh Jihan untuk ikut membawa bungkus makanan itu ke ruangan guru.

"Tolong ya, Jihan. Sekali jalan kan kau. Sakit kali perut ni tiba-tiba, tak enak pula kalau Bapak tenteng-tenteng ini ke toilet," kata Pak Simon kala itu.

Jihan iyain aja. Tadinya Jihan barengan Vanesa juga tapi Jihan bilang gapapa kalau Vanesa mau duluan ke kelas. Toh Jihan cuma naro titipan jadi sendiri juga gapapa.

Jihan baru hendak berbalik badan untuk keluar dari sana begitu seorang guru terlihat memasuki ruangan. Dan kemudian terdengar sapaan Pak Harry,

"Hei, Pak Dean! Apa kabar? Mulai masuk ngajar lagi, Pak?"

Lelaki yang dipanggil Dean itu tersenyum, "Iya, Alhamdulillah Pak Harry. Istri saya sudah lepas masa nifas jadi saya bisa ninggalin rumah sebentar."

Pak Harry ngangguk-ngangguk lalu tersenyum menggoda, "Pantesan tadi saya samar-samar dengar jeritan para siswi, rupanya karna Pak Dean udah masuk. Emang beda sekali aura Pak Dean yang sekarang, semenjak jadi ayah."

Pak Dean hanya tertawa menanggapi. Namun suasana hangat yang ada tiba-tiba terinterupsi karena ulah Jihan. Gadis itu tak sengaja menyenggol berkas diatas meja Pak Simon hingga jatuh berserakkan di lantai. Menimbulkan suara yang cukup membuat Pak Dean menoleh padanya.

Dan saat pandangan mereka bertemu, semua syaraf ditubuh Jihan mendadak mati rasa. Dengan gemetaran Jihan buru-buru berjongkok untuk membereskan berkas Pak Simon yang ia jatuhkan.

Pak Dean yang mengamati itu tentu tidak bisa diam saja. Beliau lantas ikut berjongkok pula untuk membantu Jihan. Pak Dean menyodorkan berkas itu pada Jihan namun bukannya diterima, Jihan malah menepis tangan Pak Dean.

Nafas Jihan menderu dan tangannya semakin gemetar. Jihan tidak kuat lagi. Terlebih saat Pak Dean bertanya padanya,

"Kamu kenapa?"

Jihan tidak menjawab. Ia langsung berdiri lalu menunduk singkat, "Maaf, Pak. Saya permisi."

Setelahnya bergegas meninggalkan ruangan itu dalam langkah besar. Pak Dean hanya mengerutkan kening.

"Wah udah diberantakin main tinggal saja. Benar-benar ya anak jaman sekarang." komentar Pak Harry. Sebelum akhirnya ikut membantu Pak Dean.

"Itu tadi murid baru ya, Pak? Kayaknya saya gak pernah liat."

"Iya. Murid baru di kelasnya Pak Simon."

Pak Dean mangut-mangut lalu tanpa ambil pusing, pria itu lanjut membereskan berkas yang dijatuhkan Jihan tadi.

Sementara itu, Jihan dengan kalap berjalan cepat menuju toilet. Untuk sesaat ia benar-benar mengabaikan apa pun yang ia lewati. Bahkan Justin yang kebetulan berpapasan di koridor. Justin menyapa tapi Jihan tidak merespon sama sekali.

Hingga Jihan sampai ke toilet yang ada di ujung koridor kelas 12. Ia masuk ke salah satu bilik lalu cepat-cepat mengunci pintu itu. Setelahnya ia meringkuk dilantai toilet sambil merapatkan kedua lutut.

Jihan menjerit tanpa suara sembari memukul-mukul dada kirinya. Rasa sakit itu kembali lagi seiring ingatannya yang dipaksa diputar. Tak terkendali, Jihan beralih menyibak roknya. Menampilkan beberapa luka bekas sayatan yang sudah mengering. Dengan menggertakkan geraham, Jihan menancapkan kuku-kukunya di atas paha itu. Mencakar secara acak hingga menimbulkan warna kemerahan.

[✔️] BubblegumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang