9

254 71 14
                                    


Mood Illyana sudah buruk sejak dia terbangun dengan wajah meringis. Dia lupa, kalau kening dan lukanya belum diobati sama sekali. Belum lagi pusing melandanya membuat kepalanya berkedut. Matanya membengkak dia bahkan tak sadar semalam sempat menangis saat dia membersihkan diri di bawah shower. Tau-tau air matanya telah bercampur bersamaan dengan air yang mengalir itu.

Illyana malas berangkat ke sekolah. Tapi kalau dia di rumah, Mamanya akan cerewet dan menanyainya seperti wartawan yang sedang meliput. Belum lagi penampilannya yang seperti ini. Keadaannya membuat Illyana tak mau berada di situasi keduanya. Baik sekolah maupun di rumah, tak membebaskannya dari sesak sedikitpun.

Meski ia benci, ia tetap harus masuk sekolah. Gengsi dong kalau sampai orang yang mengoloknya kemarin tau kalau hari ini Illyana absen tanpa keterangan. Bisa-bisa dia kepedean mengira gadis itu takut kepadanya dan benar-benar melakoni hal yang diperintahkan; pindah kelas.

Tidak semudah itu, Ferguso.

Begitu sampai di kelas, pekikan heboh dari Putri menyambutnya. Ini membuat Illyana menghela napas panjang. Kenapa sih, kebanyakan cewek responnya berlebihan?

Eh, tapi Illyana kan juga cewek, gak segitunya juga tuh kalau ada apa-apa.

"Kamu kenapa Illyana? Apa yang terjadi sama kamu?"

Illyana berjalan cepat ke arah teman sebangkunya. Dia memberi isyarat pada Putri untuk meringankan volume suaranya. Sebab si anak hits di kelasnya itu kadang tak sadar dengan tingkahnya sendiri.

"Ini cuma kejedot kok. Udah diobatin salep di rumah kemarin."

Bo'ong deng. Mana sempat dia ngutak-atik kotak P3K kalau kemarin dia lupa? Lagian Mamanya sudah pasti curiga kalau dia berkeliaran di rumah dengan kening benjolnya itu.

Tadi pagi setelah sampai di sekolah, Illyana melipir ke UKS. Dia jadi pasien pertama sebelum dokter jaga sempat bersiap dan baru saja tiba. Untungnya, dokter yang satu ini tidak terlalu ambil pusing setelah sempat menatapnya penuh kecurigaan.

Sebab Illyana datang dalam keadaan yang cukup buruk. Luka gores yang darahnya mengering, mata yang membengkak, dan jangan lupakan soal keningnya yang jadi pusat perhatian pertama kali.

Illyana membuang napas panjang saat Putri tak berhenti tenang. Gadis ini panikan. "Kok bisa gini sih, Ly? Jangan-jangan gara-gara kemarin kamu totalitas sama hukuman? Makanya, Ly. Jangan lagi-lagi gitu. Boleh lakuin hal secara totalitas tapi harus sadar itu ada batasnya, tau. Tuh, akibatnya kalau kamu lupa diri. Lecet semua kan. Kamu udah gak sayang sama tubuh kamu lagi ya?"

Illyana merengut, tapi dalam hatinya menghangat. Jarang-jarang ia mendapat perhatian dari orang sekitar. Dia tak tau pasti rasanya diperhatikan. Makanya saat ada orang yang mengomelinya karena kelakuannya yang kadang tak tau diri pada dirinya sendiri, dia merasa lebih ... berarti?

"Illy? Heh! Dibilangin malah ngelamun! Kerasukan baru tau rasa." Dia mendengus setelah mendengar gerutuan Putri. "Aku gak papa kok. Dua hari lagi pasti sembuh. Tenang aja." katanya sambil merangkul bahu Putri dan mengajaknya duduk kembali.

Putri sendiri langsung mencibir saat mendengar respon Illyana yang terdengar begitu santai. "Gimana perkembangan hubunganmu sama gebetanmu itu? Siapa namanya? Aku lupa."

"Alvaro." sahut Putri dengan senyum malunya. Iya. Giliran bicarain soal gebetan beserta perasaan berbunganya, Putri langsung tersenyum-senyum sendiri. Ah, orang jatuh cinta memang selalu begini.

"Eum, kemarin dia ngajak aku jalan. Tapi berhubung dihukum jadinya batal. Aku sampai rumah langsung ketiduran dan baru bangun jam sebelas malam. Aku gak enak banget karena dia missed-call aku.

COLD BAD BOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang