2

386 82 2
                                    

***

Di hari pertama tak ada hal ribut yang berarti. Illyana masih hidup dengan normal, walaupun sepanjang hari dibuat kesal dengan tingkah laku dua biang onar yang duduk tak jauh darinya. Yang satu suka menjahilinya dan lainnya bersikap sinis, bahkan tak segan menendang meja tempatnya duduk yang berakhir membuat Illyana terlonjak kaget. Begitu tahu siapa pelakunya, ia hanya meloloskan dengusan kesal. Nampaknya mulai detik ini dia harus menyimpan banyak stok kesabaran menghadapi tingkah anak serupa bocah umur lima tahun itu.

Esoknya Illyana datang di pagi yang sama seperti kemarin. Dia duduk dan tersenyum seadanya menyapa Putri.

"Ly, kamu gak apa-apa kan? Gak ada yang jahilin kamu waktu pulang sama dateng tadi pagi?" tanya si gadis berkaca mata itu dengan panik. Illyana menjawab dengan gelengan tanda ia baik-baik saja.

"Syukurlah. Aku kira kamu bakal dinakalin lagi sama the Four." kata Putri dilanjut hela napas lega. "Senakutin itu ya, mereka?" tanya Illyana bingung. Teman sebangkunya itu mengangguk tanpa pikir panjang. "Kamu liat sendiri kan gimana mereka kemarin."

Illyana heran. Apa yang harus ditakuti kalau modal mereka cuma sekedar gertakan? Atau itu hanya segelintir yang baru ia tahu? Apa kemarin ia sok jadi pahlawan padahal diam-diam hatinya ikut takut kalau mendengar sepak terjang empat cowok degil itu?
Tapi nggak kok. Yang ia lakukan sudah benar kok. Ayah dan Ibunya bilang, kita tidak boleh menerima perlakuan tak adil secara cuma-cuma. Setidaknya dia harus membela diri agar tidak berakhir menyedihkan. Alias menyimpan dendam yang entah akan terealisasikan kapan. Atau mau-mau saja dibodohi padahal tahu itu adalah sebuah kesalahan.

Perlakuan buruk kok dibiarkan. Mentang-mentang berwajah tampan dan cantik diberi sanjungan. Giliran berbuat kebaikan dengan mengadili yang bersalah dianggap sok benar. Lantas jadi apa nanti generasi muda yang sekarang? Apa gunanya belasan nilai dalam pendidikan karakter dan definisinya yang selalu terpasang di dinding kelas? Apa hanya dibiarkan jadi pajangan semata-mata sekedar teori tanpa praktek?

Illyana terlalu fokus dengan pikiran rumitnya. Sampai tak menyadari kalau Putri memanggilnya berkali-kali. Ketika dia menepuk bahu Illyana, barulah gadis itu tersadar. "Mikir apaan sih? Serius amat."

"Bukan apa-apa kok." elak Illyana dengan senyum seadanya. Putri sempat berdecak kesal walaupun ia juga tak ambil pusing dengan tingkah laku teman barunya yang sedikit aneh. "Tau gak, Ly? Aku pikir kamu anaknya pendiam banget loh. Aku aja kemaren gak nyangka kamu bisa ngelawan mereka. Jarang loh, ada yang berani berurusan sama the Four."

Dahi Illyana berkerut bingung, "kenapa sih, kalian takut banget? Lagian mereka kan seumuran sama kita. Sama-sama disekolahin orang tua juga. Paling mereka nakal karena caper aja." katanya berterus terang. Hal yang membuat Putri menganga tak percaya sebelum akhirnya mengeluarkan tawa kecil. "Illy, Illy. Kamu terlalu nyepelein mereka. Padahal rekor mereka udah disanjung sama beberapa guru loh. Ekhem, maksudnya terkenal suka cari masalah yang beneran ekstrim. Kamu bakal kaget kalo mereka itu suka bikin lab sekaligus pak Roy meledak gara-gara ulah mereka. "

Lalu, apa masalahnya? Bagi Illyana itu masih hal biasa yang bisa dilakukan oleh semua orang. Nakalnya mereka dalam batas wajar. Lagipula siapa yang tidak marah kalau ada yang seenaknya memakai fasilitas milik sekolah tapi tidak bertanggung jawab?

"Belum lagi ya, kamu tahu, mereka tuh langganan anak tawuran yang biasa diseret sama satpol PP. Untung aja orang tua mereka kelewat mampu jadi tiap keciduk langsung bebas."

"Kamu tau anak yang kemaren tidur mulu waktu dah nemplok ke tempat duduknya? Namanya Alex, kerjaannya emang suka tidur. Jangan dipikir, dia emang begitu. Tapi sekalinya dia marah atau buat ulah, teriakannya ngalahin toa pengumuman. Untung aja dia jago futsal, jadi tingkah illfeel-nya di-cover sama kemampuannya itu.

Kalo yang tengil dan rambutnya gondrong itu namanya Reynand. Dia yang godain kamu kemaren. Gak usah baper, Ly. Dia udah punya cewek, jurusan sebelah sih. Tapi galak. Sering ngelabrak anak cewek yang centil, padahal mereka gitu juga karena sikapnya Reynand yang oke-oke aja. Ada yang bilang dia kalo marah nyeremin, tapi dia emang jarang marah sih. Di antara mereka berempat, cuma si Rey sama Alex yang responnya oke kalo dideketin buat hal tertentu, misal minta tolong gitu. Tapi kudu sabar aja, bakal lama berjuang ngarepin bantuan mereka.

Nah, kalo si cowok yang suka nguncir rambutnya mirip Upin itu namanya Ornald. Anak-anak, guru, sampai penjaga sekolah aja bilang kalau dia tuh sensitif dan super temperamen. Ibarat senggol dikit langsung kena bacok. Kamu sendiri udah rasain kemaren kan waktu berantem sama dia—

"Aku gak berantem, Put. Kemarin kita cuma adu mulut." ralat Illyana cepat. Yang dibalas ringisan kecil dari Putri.

"Iya, maksudnya adu mulut.

Kalo cowok yang terakhir namanya Aliandra. Dia tuh diam-diam menghanyutkan. Gak banyak yang tahu gimana dia kalau waktu berantem yang beneran. Soalnya dia lebih sering keliatan tenang. Saking tenangnya, orang yang emosi aja bisa ketularan ademnya. Gak ada tuh sejarahnya dia ngelabrak yang berlebihan tapi katanya ada rumor yang bilang dia pernah bunuh anak sebelah yang sempet kena masalah sama dia."

Illyana langsung merinding. Kalau rumor itu benar, maka dia tak akan berani cari masalah lagi dengan si the Four—julukan yang ia tahu dari Putri—dan memutuskan untuk menjaga jarak sejauh-jauhnya mulai sekarang.

"Omong-omong kok kamu kaget sih, pas aku ceritain tentang mereka? Jangan-jangan ini pertama kalinya kamu dengar fakta tentang mereka?" Putri menganga. Tambah terkejut waktu Illyana mengangguki apa adanya. "Ya ampun Ly! Kamu mirip orang yang tinggal di gua deh! Padahal kita udah satu tahun di sekolah ini."

Illyana meringis kecil. Ya mau bagaimana lagi? Selain hal-hal positif, tak ada yang menarik di matanya. Makanya ia mengurangi mendengar pembicaraan negatif seputar biang onar yang jelas banyak menimbulkan masalah. Menurutnya itu hanya membuang-buang waktu berharganya.

Keduanya tak sadar sudah berbagi obrolan terlalu lama. Tahu-tahu kelas sudah mulai penuh dan akan ribut seperti kemarin. Jangan lupakan kalau mereka juga akan diam sewaktu the Four masuk ke kelas. Illyana tak menggubris sama sekali, cukup kemarin ia berurusan dengan mereka. Ia tak mau terlibat lagi.

Lalu bisikan dari Putri sampai di telinganya. "Harusnya kemarin kita pindah aja dari pada duduk dekat mereka." Illyana meringis pelan, "kamu bilang gak suka duduk di depan. Terus gimana dong? Mau pindah? Kan gak ada tempat kosong lagi."

Sesaat Putri merengut. Dia akhirnya bilang, "ya udah deh gak papa. Lumayan bisa lirik-lirik buat cuci mata. Omong-omong mereka beneran cakep sesuai rumor yang beredar."

Illyana meringis lagi. Merasa setuju dan tidak setuju dengan pendapat Putri terkait visual mereka. Baginya, buat apa cakep kalau kelakuannya minus? Apa yang bisa dibanggakan dari visual sempurna? Toh itu tidaklah menetap selamanya. Kalau kecakepannya luntur karena kecelakaan gimana? Masih mau menganggap orang itu ganteng?
Well, penilaian visual itu relatif buat orang-orang. Bahkan ada yang mengklaim kalau cowok itu ganteng karena mereka cowok, sedangkan cewek itu cantik karena mereka cewek.

Tidak selamanya visual bagus itu menyenangkan, malah lebih sering membutakan. Sampai siapapun mau melakukan apapun asal ambisi untuk punya visual sempurna tercapai, kan?

***

Baru liat kalender, udah mau tanggal tua aja.. Pantesan kantong menipis, hm..

COLD BAD BOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang