12

173 42 1
                                    

.

.

***


Beberapa minggu ini berlalu dengan begitu cepat. Tahu-tahu bulan November sudah beranjak pergi. Yang artinya, deadline tugas sebagai pengganti hukuman dari pak Dodi semakin dekat; seminggu lagi. Tapi sampai hari ini tak ada pergerakan sama sekali antara Aliandra dan Illyana.

Keduanya larut dalam aktivitas masing-masing. Illyana dengan kegiatan belajar yang makin hari makin padat. Gadis itu akhirnya terdaftar sebagai salah satu murid di bimbel swasta ternama. Berbekal titah orang tua yang ingin anaknya bisa lulus dengan nilai terbaik. Begitu pun Aliandra dengan waktunya yang kian lengket bersama gerombolannya.

Tak banyak rumor beredar. Karena berita 'pemerkosaan di sekolah' simpang siur, topik ini sudah lapuk dimakan waktu. Sebab baik pelaku, korban, maupun saksi tak memberi klarifikasi sama sekali. Akhirnya cerita dengan berbagai versi beredar tanpa kepastian.

Illyana yang sudah jelas terlibat pun tak lepas dari kejaran paparazzi sekolah. Lagaknya bak artis kontroversial padahal hanya viral di lingkungan tempat ia belajar. Seperti pernyataan sebelumnya, dia bungkam ketika dituntut jawaban. Gadis itu lebih memilih mengelak dan dihujat anak-anak ketimbang terlibat urusan lebih jauh dengan Aliandra.

Dengan semua fakta tersebut, kehadiran kedua orang yang diketahui saling mengibarkan perang tak nyata yang sekarang duduk berdampingan di kursi kantin jelas menarik perhatian. Terlebih pojok kantin yang biasanya diisi oleh komplotan the four itu kini sepi. Hanya 'orang inti' yang berkumpul.

Pemandangan akur itu disaksikan oleh Reynand yang hanya gigit sedotan dengan gemas. Dia lebih berminat menyaksikan adegan di hadapannya ketimbang mengurus pacarnya yang merengek minta disuapi. "Sabar, Yang. Bentar. Aku nonton sinetron dulu. Lagi klimaks nih. Ternyata cowok cewek yang tadinya benci sekarang lagi pedekate. Bikin heran."

Sontak saja ucapannya mengundang tatapan tajam dari Illyana yang ternyata mengoceh sambil diam-diam mendengarkan gosip di sekitar. Tak ayal lelaki—yang tumben sekali rapi rambutnya—itu langsung menarik ponsel dan menunjukkan ke pacarnya. "Tuh. Bagus kan dramanya?" celetuknya yang direspon tatapan nyinyir dari pacarnya. Apanya yang bagus? Itu layarnya item! Tau maksud dari lirikan tajamnya, Reynand cengar-cengir salah tingkah.

Errr, what a simp boy! Illyana sampai takjub menyaksikan cowok yang biasanya tengil parah sekarang malah menjelma jadi cowok bucin kronis. Dia melirik ke cowok sebelahnya. Sekali lagi membuang napas kesal. Gadis itu belum pernah melihat wujud manusia dengan tingkah apatis tingkat tinggi seperti Aliandra.

Disaat kawan-kawannya yang 'menyeretnya' ke kantin untuk sekedar makan cemilan di istirahat pertama ini tengah bercanda ria, Aliandra hanya menyeruput air mineral dengan ogah-ogahan. Lelaki itu lebih peduli dengan ponselnya yang menampilkan permainan asah otak dan menyumbat telinganya dengan earphone. Suara musik EDM bahkan terdengar sampai ke telinga Illyana. Gadis itu meringis, enggan membayangkan seberapa besar frekuensi suara yang memenuhi telinga Aliandra.

Tak bisa dibiarkan! Kalau begini terus, dia akan terjebak diantara tugas-tugas yang 'seharusnya' dikerjakan bersama-sama. Illyana menyenggol tangan Aliandra dan membuat lelaki itu mendelik tajam.

Illyana menelan ludah. Dia berkata sambil berisyarat, "lepas earphone kamu. Kita harus kerjain ini." Illyana menunjuk tab yang ia pegang. Dan sebuah mind map tertampil menunjukkan seberapa besar proyek telah berjalan beserta to-do list nya.

Aliandra mau tak mau menurut. Wajahnya keruh bukan main. Tapi tak membuat tekad Illyana surut. Dia bertanya setelah menelan ludahnya beberapa kali. "Jadi, enaknya yang mana? Cerpen atau puisi?"

COLD BAD BOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang