.
.
.Illyana tak bisa berpikir banyak sekalipun ia mencoba fokus. Di dalam kelas bu Riana sedang menjelaskan pronoun yang digunakan dalam rumus present tense. Yang mana sudah dipelajari selama hampir empat atau lima tahun ini.
Bahasa Inggris masih jadi momok menakutkan bagi sebagian besar murid di sekolah. Ketakutannya perihal bahasa asing yang terlihat susah itu makin menjadi dikala mata pelajaran ini diangkat sebagai salah satu pelajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional.
Saking seringnya guru mendapati banyak murid yang kesulitan menerjemahkan kata atau kalimat, cuitan berbau sarkas pun mulai menyebar. "Belajar Bahasa Inggris sewindu gak ada hasil. Padahal di luar sana, orang-orang gampang menguasainya dalam waktu beberapa purnama."Bagaimana mau lancar kalau grammar yang terus menjadi topik bahasan? Kapan mau nambah kosa kata baru? Sudah instropeksi di pihak masing-masing belum? Barangkali KBM yang monoton jadi penyebabnya. Dua belah pihak pun sama-sama tidak kreatif dalam problem solving, malah cenderung membela diri dengan pernyataan yang ujungnya menyudutkan. Padahal salah satu solusinya adalah menjadikan bahasa asing ini sebagai budaya dan empati sehari-hari.
Kenapa? Coba dipikir, kamu bisa bicara dan paham dengan baik bahasa Indonesia kan? Kalau tata bahasanya bisa dipelajari begitu kamu paham kalimatnya. Sama halnya dengan bahasa asing.
Kalau dibilang lebih cinta negeri orang lain karena bahasa sehari-hari yang digunakan, gak papa. It's okay, belajar bahasa bukan kesalahan kok.Ah, Illyana pusing.
Tapi lebih pusing saat dia melirik ke sebelah kanannya. Sudut pandangnya sedikit menjorok belakang tepat ke arah dua biang onar. Satunya leyeh-leyeh kecapekan dan yang lain tak sengaja bertemu pandang dengannya. Aduh. Tatapan mengintimidasinya membuat gadis itu mengalihkan pandang dengan gelisah. Gestur tubuhnya seperti cacing kepanasan yang membuat Putri buru-buru menegurnya. "Kenapa? Kamu kebelet? Mau ke toilet lagi?"
Illyana menggeleng singkat dan memberi isyarat kalau dia baik-baik saja. Padahal di dalam hati dia mengalami kecemasan luar biasa. Benaknya malah jadi membayangi kejadian itu lagi.
Ah, gak! Gak boleh ikut campur! Dia itu anak bermasalah, jadi jangan terlibat masalah sama dia!Gadis itu menciut padahal kemarin dia menyuarakan keadilan dengan lantang. Kendati telah ia pikirkan kembali dan meninjau ulang berkali-kali. Dia meringis saat mengingat kembali perkataan Putri tentang sosok dingin itu.
Si misterius sampai akar-akarnya. Kalau rumor yang dibilang bahwa dia pernah membunuh benar, kejadian tadi bukan apa-apa baginya. Mirip psikopat betulan sampai Illyana merasa ngeri membayangkannya.
"Okay, Guys! Time is up! Dont forget about 'ur homework! You have to finish it in this week. Is any question here?" Bu Riana berdiri di depan papan tulis. Beliau mengedarkan pandang ke seluruh penjuru kelas.
"Not yet, Miss.“
"Sure. Lets take a greeting now." Bu Riana menginstruksi dengan menatap ketua kelas. "Listen and follow me, Friends! Thank you, Miss Riana."
"Thank you, Guys! See you next week!"
.
."Huah, pusing!" keluh Putri yang langsung meluruhkan badan begitu bu Riana keluar kelas. Illyana tak merespon banyak. Dia membereskan buku dan alat tulisnya dengan cekatan. Baru setelahnya ia tatap wajah kusut temannya. "Kantin yuk." ajaknya mengguncang bahu Putri yang sedang terpejam.
"Males makan, huhu. Pengin pulang aja." rengeknya dengan suara teredam lengan. Begitu tau temannya makin menenggelamkan wajah di lipatan tangan, Illyana membuang napas pelan. "Aku mau ke kantin, nih. Kamu mau titip sesuatu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
COLD BAD BOY
FanfictionIllyana Nadhira menilai sosok Aliandra Sagara sebagai orang yang angkuh dengan jalan pikiran tak dapat ditebak. Selain itu, Aliandra punya gengsi tinggi dan lebih suka berpikiran negatif terhadap orang lain. Illyana Nadhira bukan tipe orang yang su...