Bab 14

71 7 2
                                    

Dira membangunkan Agam saat mendengar alarm ponsel berbunyi. Sepertinya Agam begitu lelah karena beberapa kerjaannya kemarin, namun hari ini Agam harus bekerja pagi. Hari ini ada siaran langsung dan Agam harus berangkat sebelum Subuh. Dira pun membiarkan Agam tertidur sedangkan dia bersiap untuk sholat Tahajud.

"Mas, sudah jam tiga. Mas Agam mau berangkat jam berapa?" tanya Dira pelan.

"Sebentar, sayang." Agam membuka matanya kemudian menatap Dira.

Dira menatap Agam. "Mas Agam mau bekal apa?" tanya Dira.

"Kamu ingin membuatkan saya bekal?"

"Iya... aku akan memasak untuk mas Agam."

"Kamu goreng makanan yang waktu itu kita beli, bisa? Nanti saya sarapan roti saja." Saat Dira ingin beranjak Agam menahan Dira. "Sholat Tahajud dulu."

"Dira sudah sholat. Mas Agam mandi terus siap-siap sana. Aku mau siapin pakaian dan bekal mas Agam."

Dira berjalan menuju lemari menyiapkan kemeja kerja Agam. Kemudian keluar kamar untuk memasak di dapur. Agam membersihkan dirinya kemudian sholat Tahajud terlebih dahulu.

Dira memasak nasi terlebih dahulu kemudian memanaskan minyak. Sambil menunggu minyak panas, Dira memotong sosis dan nugget ayam yang mereka beli. Setelah minyaknya panas, dia memasukan yang tadi sudah dia potong.

Setelah matang, Dira meniriskan makanan itu kemudian membuatkan susu untuk Agam. Sambil menunggu nasi matang, Dira duduk bersama Agam di meja makan untuk menemani Agam menyantap roti.

"Sayang, kamu mau bawa mobil sendiri atau naik taksi saja? Nanti pulangnya saya jemput." Sekarang, Agam selalu menanggil Dira dengan sebutan sayang.

"Sepertinya mobil saja." Dira membawakan nasi dari dapur untuk bekal Agam. "Mas, hari ini kan hari terakhir aku magang. Hm, rencananya bang Niko sama teman-temannya mau ajak aku makan-makan. Boleh tidak?" tanya Dira sambil menaruh tempat makan dan minum Agam.

Agam tampak berpikir kemudian mengangguk. "Oh iya, mas Agam baru ingat. Hari ini juga hari terakhir Keysha dan Asya magang ya. Kemarin Reza sama Rena mengajak makan siang bersama."

Dira menatap Agam. "Berarti mas Agam tidak akan memakan bekal ku?"

Tangan Agam mengusap rambut Dira. "Saya akan tetap memakannya, nanti."

Dira terdiam sejenak saat Agam mengusap kepalanya. "Mas, aku naik taksi saja deh. Mas Agam ikut saja makan malam dengan kami."

"Ya sudah, nanti mas nyusul ya." Agam meminum susu yang dibuatkan Dira sambil membaca ulang materi untuk ceramahnya nanti.

"Mas," panggil Dira.

Agam menatap Dira. "Kenapa sayang?"

"Mas Agam mau tidak mengantarkan ku membeli pakaian?"

"Pakaian apa?" tanya Agam kemudian memakan roti yang ada di meja makan.

Dira menunjukan pakaian yang dia maksud. "Bagus kan mas pakaiannya?"

"Bagus. Kamu ingin memakai gamis ini?" Dira mengangguk. "Kenapa tiba-tiba?" tanya Agam.

Dira berpikir sejenak kemudian menatap Agam. "Aku tidak ingin dibandingkan dengan Bina. Lagian bukankah kalau pakaian Dira seperti ini, menunjukan kalau Dira ini istri seorang ustadz?"

"Astaghfirullahaladzim. Kamu masih memikirkan ucapan Bina beberapa hari lalu?"

"Maaf mas, tapi Dira ingin coba pakai ini. Dira tidak mau mendapatkan cibiran—"

"Saya tidak mau kamu berubah hanya takut dicibir orang lain. Pakai pakaian senyaman kamu yang penting pakaian mu tidak ketat, bisa menutupi seluruh aurat mu dan pakai kerudung yang rapih, itu saja."

Ustadz, I'm in Love With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang