Bab 17

60 8 1
                                    

Dira masih menatap ponselnya berharap Agam membalas pesannya namun tetap saja tidak dibalas dari kemarin. Dira mengerti kemungkinan Agam sibuk namun apa tidak ada waktu istirahat untuk membalas pesannya beberapa menit saja. Bahkan Agam tidak peduli saat Dira mengadu jika dirinya demam.

Tangan Dira menyuap bubur yang dia beli di depan rumah tadi. Sejak kemarin dia muntah-muntah dan demam, mungkin karena Dira tidur larut malam terus akhir-akhir ini. Apalagi dua malam kemarin, Dira tidak bisa tidur karena tidak ada Agam.

Nomor tidak dikenal
Mengirim foto.

Saat ingin minum obat, Dira berhenti sejenak melihat foto yang dikirimkan oleh seseorang. Dira mendengar suara pintu rumah terbuka. Dira melihat Agam yang baru saja sampai. Dira segera menghampiri Agam untuk menyambut Agam yang baru sampai tanpa menghiraukan foto yang tadi dia dapatkan.

"Mas Agam kenapa tidak mengabari Dira?" Bukan senyuman atau penjelasan yang Dira dapatkan justru melihat ekspresi marah Agam. "Mas, kenapa ekspresinya begitu? Dira ada salah?" tanya Dira.

Agam menatap Dira. "Siapa pria yang kemarin ke rumah?"

"Adit, kemarin dia ke sini—"

"Apa pantas seorang istri berduaan dengan pria yang bukan suaminya di dalam rumah?" tanya Agam sambil menunjukan foto Dira dan Adit.

Dira terkejut melihat foto itu. "F-foto ini dari siapa mas?"

"Kamu tidak perlu tahu. Jawaban mu terdengar gugup, apa ada yang kamu sembunyikan?" tanya Agam menatap Dira dengan lekat.

"Tidak. Itu memang benar teman ku, tapi harusnya bertiga. Aku bersama dengan teman perempuan ku juga mas."

Agam menghela nafasnya. "Tidak bisakah kamu jujur pada suami mu?" Agam berjalan ke kamar.

Dira menghampiri Agam dan menggenggam tangan Agam. "Mas, Dira tidak bohong." Agam tetap tidak peduli pada ucapan Dira. "Bukankah besok ada acara keluarga di rumah mas Agam? Apa mas Agam akan bersikap dingin seperti ini?"

"Saya tidak suka dibohongi."

Dira menghela nafasnya berat. "Apa mas Agam bertemu Bina di sana?" tanya Dira.

Agam menggeleng. "Kenapa kamu justru membahas dia?"

Dira memutar bola matanya kesal. "Bukan Dira yang berbohong tapi mas Agam."

Tadinya Dira tidak ingin membahas foto yang dia dapatkan dari orang yang tidak dia kenal. Karena Dira pikir itu foto lama Agam dengan Dira meskipun pakaian yang Agam gunakan adalah pakaian yang Dira siapkan saat Agam ingin ke luar kota. Namun mendengar Agam menuduhnya membuat Dira juga kesal.

"Saya lelah dan tidak ada waktu untuk membahas hal tidak penting yang kamu tuduhkan pada saya."

"Tidak penting?" Tanya Dira melihat Agam pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. "Mas Agam tidak mau menyelesaikan masalahnya? Mas Agam mau kita renggang terus?"

"Apa menurut mu hubungan kita penting? Bahkan kamu mengajak pria lain ke rumah ini saat tidak ada saya."

Dira tidak sanggup menahan tangisannya. Dia pun ke kamar sebelah untuk menangis. Bahkan, Dira tidak mengerti kenapa Agam menuduhnya seperti itu. Padahal Dira sudah menjelaskan dengan jujur.

Setelah membersihkan dirinya, Agam memilih tidur tanpa makan dulu. Dia sudah lelah dari luar kota ditambah lelah dengan masalahnya. Mungkin nanti siang jika suasana hatinya sudah membaik, dia akan bicara dengan Dira.

"Mas Agam mau ke mana?" tanya Dira yang melihat Agam ingin pergi.

"Makan di luar."

"Mas, Dira kan sudah masak ini."

Tanpa bicara Agam pun tetap memilih pergi. Ternyata suasana hati Agam masih buruk. Sedangkan Dira, bukan tidak ingin menyelesaikan masalahnya, kepalanya sudah sangat sakit, sekarang. Dira berusaha memasak untuk Agam saat dirinya sakit namun Agam tidak melirik masakannya sama sekali.

Dira pun memilih untuk ke kamar untuk sholat kemudian tidur. Padahal Dira ingin ke dokter dengan Agam, namun justru masalah datang dalam rumah tangga mereka.

Beberapa lama kemudian, Agam pulang dan melihat Dira tidur di kamar mereka dengan pendingin ruangan yang mati. Agam mengerutkan dahinya karena kamarnya terasa panas. Agam pun memilih untuk menaruh barangnya di kamar samping dan menyalakan pendingin udara.

"Apa Dira tidak makan?" tanya Agam pada dirinya sendiri melihat masakan Dira masih utuh di meja makan.

Sore harinya, Dira ke meja makan untuk melihat masakannya, ternyata benar, Agam tidak menyentuh masakannya sama sekali. Dira pun mengambil tempat makan kemudian membungkus semua masakannya dan nasi yang dia masak.

"Mau diapakan?" tanya Agam yang ingin mengambil minum.

Dira menatap Agam. "Ini masakan ku, jadi aku bebas melakukan apapun pada masakan ku."

"Mubazir membuang makanan."

"Untuk apa memindahkan masakan ku ke tempat makan jika ingin membuangnya?" Dira menaruh tempat makan itu di plastik kemudian kemuar dari rumahnya.

Dia memberikan makanan itu pada satpam perumahannya. "Pak, kalau mau pulang, ini dibawa saja ya. Nanti bisa dipanaskan di rumah."

"Alhamdulillah, terima kasih ya, neng Dira."

Dira mengangguk. "Kalau gitu, saya pulang dulu ya pak."

Agam melihat itu dari jendela rumah mereka karena pos satpamnya sangat dekat denga rumah mereka. Dira membuka pintu rumah kemudian mencuci peralatan makan yang kotor. Dia meminum obat warung tanpa makan apapun terlebih dahulu.

"Kalau mas Agam lapar, beli saja di luar atau masak mie instan," ucap Dira kemudian masuk ke kamar mereka dan kembali merebahkan dirinya dengan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya.

***

Dira memilih untuk berangkat ke rumah orang tua Agam, sendiri. Tidak lupa dia membeli beberapa makanan untuk di sana. Dira turun dari taksi kemudian melihat mobil Agam terparkir di rumah orang tuanya.

"Ku pikir mas Agam masih kerja, ternyata dia sengaja tidak mengajak ku," gumam Dira.

Kaki Dira melangkah memasuki rumah orang tua Agam dan di sambut dengan Arka yang sedang bermain mobil sendirian. Dira menyapa Arka, keponakan Agam.

"Ante cantik... lihat, Alka punya mobil balu, tsama punya om Agam."

Dira tersenyum mengusap rambut Arka. "Wah, iya, mirip sekali dengan mobil om Agam. Arka kenapa mainnya di luar? Tidak main dengan kakak Rachel?" tanya Dira.

"Kakak Chel lagi beliin Alka es klim sama om Agam."

Dira mengangguk mengerti. "Arka masuk yuk, di luar sedang panas."

Arka pun masuk ke rumah dengan Dira. Melihat ruang tamu, Dira terkejut dengan kehadiran Bina. Ibu Agam menghampiri Dira kemudian memeluk Dira.

"Bu, maaf Dira telat. Dira bawakan ini," ucap Dira memberikan kue yang tadi dia beli.

"Tadi Agam sudah membawakan kue juga, katanya itu dari kamu karena kamu tidak bisa ikut ke sini."

Dira mengerutkan dahinya. "Hm, tidak apa bu, Dira bawakan lagi k-karena tamunya kan banyak."

"Oh iya, Bina ke sini karena ingin meminta maaf sama kamu," ucap ibu Agam.

Dira bersalaman dengan nenek, kakek dan ayah Agam, kemudian dengan Bina. "Dira, maaf ya untuk masalah waktu itu."

Dira tersenyum. "Iya, maafin Dira juga karena waktu itu sinis sama Bina."

Arka menarik tangan Dira. "Ante, ayo ketemu mama," ucap Arka.

"Dira permisi dulu ya," ucap Dira dengan sopan kemudian bertemu dengan tante Agam. Dira memeluk tante Agam dan berbincang banyak. Dia bersyukur karena Arka menyelamatkannya dari Bina. Jujur saja Dira masih tidak suka melihat Bina.

Ustadz, I'm in Love With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang