Bab 16

62 9 0
                                    

Dira pulang kuliah sedikit lebih telat. Agam menunggu Dira di lobby kampus karena rencananya mereka akan makan malam di restoran romantis di pinggir laut. Agam juga sudah menyiapkan kejutan untuk Dira, sebagai hadiah karena Dira menyelesaikan skripsinya dengan baik.

Dira
Mas, Dira sudah selesai.

Mas Agam
Saya di lobby.
Mengirim foto.

Dengan laptop yang dia peluk, lembaran-lembaran skripsi dan tas berisi buku yang ada dipundak kanannya, Dira berlari saat keluar dari lift menghampiri Agam. Dengan senyumannya yang lebar membuat Agam ikut tersenyum melihat Dira.

"Gimana kuliahnya?" tanya Agam.

"Semuanya sudah beres, tinggal sidang."

Agam memeluk Dira. "MasyaAllah, akhirnya setelah berbulan-bulan."

Mereka menuju ke parkiran. Agam menjadi saksi proses Dira membuat skripsi itu. Mulai dari menangis, marah-marah sendiri bahkan pernah sampai sakit karena tidur larut malam dan makan yang tidak teratur. Bahkan Dira sempat ingin menyerah.

Agam menjanjikan akan mengajak Dira pergi berdua ke tempat yang romantis agar Dira semangat menyelesaikan kuliahnya. Hampir satu tahun setengah mereka tinggal bersama dan Dira merasa terbiasa melakukan tugasnya sebagai istri.

"Mas, Dira sangat mengantuk."

Tangan Agam mengusap kepala Dira. "Tidur saja. Nanti saya bangunkan kalau sudah sampai."

"Tidak jadi deh." Dira menengok ke Agam. "Mas, jadwal sidang ku sama dengan jadwal mas Agam ke luar kota. Berarti mas Agam tidak akan hadir?"

"Oh ya? Apa tidak bisa diubah?" tanya Agam.

Dira menggeleng. "Tidak bisa..."

"Sepertinya saya tidak bisa menemani mu, saya tidak bisa meninggalkan pekerjaan ini. Maaf ya sayang."

Dira mengangguk. "Baiklah, Dira mengerti. Lagian nanti kan ada teman-teman Dira. Hm, tapi wisuda, mas Agam dampingin aku kan?"

"InsyaAllah." Agam membelokan mobilnya ke parkiran kemudian memarkirkan mobilnya dekat pintu masuk restoran itu.

Mereka masuk ke dalam restoran itu, awalnya terlihat biasa saja hingga pada akhirnya Agam membawa Dira ke tempat di pinggir laut dengan bucket bunga yang sudah disiapkan di meja makan tersebut.

Dira tersenyum menatap Agam. "Mas itu buat aku?" tanya Dira.

"Sepertinya kita salah meja."

"Padahal Dira sudah senang."

Agam tertawa. "Iya ini untuk mu, sayang. Semangat ya menyelesaikan kuliahnya yang tinggal beberapa tahap lagi." Sambil memberikan bucket bunga yang dia siapkan.

Dira memeluk Agam sambil memegang bucket bunga itu. "Terima kasih mas. Seumur hidup, baru kali ini aku dapat bucket bunga."

Agam mencium kening Dira kemudian mereka duduk dan menikmati pemandangan laut lepas dengan beberapa kapal di sana. Tidak lupa memotret pemandangan indah itu dan wajah bahagia mereka.

Dira menyantap makanannya dengan senang karena Agam benar-benar manis sekali hari ini. Sungguh Dira tidak menyangka jika Agam berpikiran untuk membuat rencana makan berdua di pinggir laut yang indah.

***

"Mas, ada yang ketinggalan lagi?" tanya Dira.

Agam menggeleng. "Semua sudah siap, termasuk bekal dari istri saya tersayang," ucap Agam menunjukan bekal yang dibuat Dira.

"Mas doakan Dira lancar sidang hari ini ya."

"Saya selalu mendoakan yang terbaik untuk mu. Sini." Agam merentangkan tangannya kemudian Dira menghampiri Agam dan memeluknya dengan erat.

Mereka duduk di sofa sambil menunggu mobil jemputan Agam datang. Dira bersandar pada dada Agam dengan tangan yang melingkar dipinggang Agam. "Jantung Dira berdegub kencang memikirkan sidang nanti, mas."

"Saya selalu mendoakan mu, semoga segala urusan mu dilancarkan."

"Aamiin..." Dira mendongak menatap Agam. "Mas Agam semangat ya kerjanya."

Agam menunduk menatap Dira. "Terima kasih, sayang. Baik-baik ya di rumah sendirian, kalau memang butuh teman ajak mama atau ibu ke sini."

"Iya mas, nanti Dira minta ibu sama mama ke sini atau Dira main ke rumah ibu sama mama."

Mobil jemputan Agam datang. Mereka bertatapan lama, kemudian Dira mencium punggung tangan suaminya. Agam pun mencium kening Dira. Dira memeluk Agam beberapa detik kemudian mengantar Agam ke depan rumah.

"Hati-hati ya mas."

"Iya sayang, assalamualaikum."

Dira mengangguk. "Waalaikumsalam."

Setelah mobil itu pergi, Dira bersiap untuk ke kampusnya. Jantungnya berdegub kencang karena hari ini adalah penentuannya lulus atau tidak. Dira terus berdoa dan membaca materi yang dia miliki.

Dira datang menyapa beberapa temannya. Hingga tiba gilirannya memasuki ruangan sidang. Ini lebih menegangkan daripada ujian biasa. Dira menatap dosen pengujinya dan dosen pembimbingnya yang mendampinginya. Dira tersenyum menyapa mereka.

Beberapa saat kemudian, Dira keluar dari ruang sidang memeluk teman perempuannya yang ada di sana. Lega rasanya mendengar kata lulus. Sayangnya Agam tidak ada di sini juga Keysha yang jadwal sidangnya berbeda dengannya.

Setelah semuanya selesai, Dira diantar oleh dua orang temannya, satu pria dan satu wanita untuk pulang. Dira memang tidak membawa mobil dan temannya berinisiatif mengantar Dira sekalian bertamu di rumah Dira.

Dira
Mas Agam, Alhamdulillah Dira lulus.

Tidak ada balasan dari Agam karena kebetulan ponsel Agam sedang diisi daya dan Agam tertidur.

Sampai di rumah Dira, Nadin, teman perempuan Dira izin ke toilet rumah Dira karena dia tidak tahan ingin buang air kecil. Sedangkan Dira ingin memesan makanan, dia melihat menu makanan bersama dengan teman prianya, Adit.

"Assalamualaikum," ucap seseorang.

Dira tersenyum melihat ibu Agam dan ayah Agam ke rumahnya. "Waalaikumsalam. Ibu, ayah," ucap Dira kemudian bersalaman dan memeluk ibu Agam.

Nadin yang baru keluar dari kamar mandi menyapa ibu dan ayah Agam juga. "Tante, om."

"Baru pada sampai juga?" tanya ayah Agam.

"Iya, om, kami juga baru ingin memesan makanan," ucap Adit.

"Lalu kenapa teman kalian langsung pulang, tadi?" tanya ibu Agam.

Dira mengerutkan dahinya. "Teman? Tapi Dira hanya bertiga saja bu," ucap Dira.

"Mungkin tadi orang salah alamat, bu," ucap ayah.

"Hm, mungkin. Ibu membawakan makaroni panggang." Satu loyang ibu Agam letakan di meja ruang tamu. Dira pun memesan makanan dan minuman untuk mereka karena mamanya juga akan datang, nanti.

"Sayang sekali Agam tidak bisa mendampingi mu."

Dira mengangguk. "Iya, mas Agam tidak bisa meninggalkan pekerjaannya. Tapi tidak apa, lusa nanti mas Agam pulang."

Ibu Agam mengusap kepala Dira. "MasyaAllah, menantu ibu sangat pengertian pada kesibukan suaminya."

"Dira ambil piring dulu, biar ini bisa dimakan." Dira mengambilkan piring, sendok dan beberapa air mineral dalam kemasan gelas.

"Kalian gimana sidangnya, pasti lulus dong?" tanya ayah Agam.

"Tentu om. Kami lulus sidang, meskipun awal masuk ruang sidang sangat gugup," jawab Adit.

"Syukurlah kalau begitu. Semoga gelar sarjana kalian nanti bisa bermanfaat untuk diri kalian dan orang lain ya."

Nadin mengangguk. "Aamiin... terima kasih doanya, om."

Orang tua Dira datang sehingga Dira menyambutnya. Mereka pun makan bersama karena makanan yang Dira pesan juga sudah datang. Tidak hanya makan, mereka pun berbincang dan bercanda hingga tawa memenuhi ruangan mereka.

Ustadz, I'm in Love With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang