Bab 7

67 7 2
                                    

"Hm, perempuan itu sepupu ustadz?"

Agam mengerutkan dahinya melihat perempuan yang bersama neneknya. Tanpa menjawab pertanyaan Dira, Agam pun segera menghampiri sang nenek.

****

"Dia Bina, gadis yang dijodohkan dengan ku. Nenek tidak bilang jika Bina ikut," gumam Agam saat mereka sudah dekat dengan nenek Agam.

Agam bersalaman dengan nenek dan kakeknya saat bertemu. Begitupun Dira yang juga bersalaman. "Ini siapa?" ucap nenek Agam.

"Ini Dira, sahabatnya Keysha," ucap Agam.

"Kenapa bisa kamu dengannya? Bagaimana kalau Bina cemburu?"

Senyum Dira memudar ketika mendengar ucapan nenek Agam. Sang kakek pun mendekati istrinya dan Agam. "Jangan bicara seperti itu. Tidak enak dengan Dira."

"Ya sudah, di mana mobil kamu? Nenek sudah lelah ingin istirahat."

Agam pun membawakan koper sang nenek. Dia menunjukan mobilnya kemudian sang nenek berjalan terlebih dahulu bersama Bina. Sang kakek meminta maaf pada Dira.

"Dira, maafin sikap nenek ya."

Dira tersenyum. "Tidak apa kek. Kakek mau aku bantu bawakan kopernya?" tanya Dira.

"Tidak apa, kakek bisa membawanya. Sudah, ayo jalan."

Sang kakek berjalan terlebih dahulu. Dira dan Agam berada di belakang mereka. Dira menghela nafasnya. "Ustadz, lebih baik aku pulang dengan taksi saja. Sepertinya nenek ustadz, kurang menyukai ku."

"Tidak. Kamu tanggungjawab saya, karena saya diamanahkan Azzam dan Keysha untuk mengantar mu pulang."

Dira menatap Agam. "Terima kasih, ustadz."

Dira duduk di samping Bina. Mobil pun melaju dan nenek Agam hanya mengajak Bina berbincang dan tidak menganggap kehadiran Dira. Dira menghela nafasnya dan hanya menatap jalanan dari kaca mobil.

Setelah sampai di rumah Dira, Agam ikut turun untuk bertemu dengan orang tua Dira. Dira berpamitan pada nenek Agam namun tidak direspon, Dira pun berpamitan pada kakek Agam.

"Mas Agam, kamu ikut turun?"

"Kamu ngapain ikut turun, Agam?" tanya nenek Agam.

Agam menengok ke nenek dan Bina. "Agam hanya ingin meminta maaf karena telat mengatar Dira."

"Itukan salahnya, siapa suruh ikut menjemput nenek."

Kakek Agam menatap istrinya. "Istighfar. Biarkan Agam bertemu orang tua Dira."

"Tidak apa, ustadz. Lagian, Dira tidak akan dimarahi juga."

Agam tetap mengantar Dira sampai dalam. Dia bertemu dengan orang tua Dira kemudian bersalaman dengan mereka. "Om, tante, saya Agam, temannya Dira. maaf ya Dira pulang telat. Tadi Dira mengantar Agam menjemput nenek dan kakek."

"MasyaAllah, ini Agam yang di televisi itu kan?" Agam mengangguk menjawab pertanyaan mama Dira. "Tidak apa nak Agam, justru saya yang mengucapkan terima kasih telah mengantar Dira pulang."

"Nak Agam mau minum dulu?" tanya papa Dira.

"Tidak perlu repot, om. Agam sudah ditunggu kakek dan nenek di mobil. Agam langsung pamit ya."

Dira mengantar Agam sampai gerbang rumahnya. "Ustadz, terima kasih ya."

Agam tersenyum dan mengangguk. "Maafkan sikap nenek."

"Tidak apa, sepertinya nenek hanya tidak ingin mas Agam batal menikah dengan gadis itu." Agam pun segera ke mobil.

"Nenek, kenapa bersikap seperti tadi? Tidak enak dengan Dira, nek."

Ustadz, I'm in Love With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang