Bab 15

65 7 0
                                    

"Mas Agam." Dira memberanikan diri menggenggam lengan Agam yang sedang memainkan ponselnya.

Kemarin, setelah makan dengan para seniornya, Dira pulang dengan taksi karena Agam tidak menjemputnya ataupun menghubunginya. Tadi pagi pun, Agam tidak membangunkan Dira saat ingin berangkat kerja.

Sekarang, Agam hanya diam memainkan ponselnya mengabaikan Dira. "Apa mas Agam begitu marah pada ku?" Agam tidak menjawabnya. "Aku takut kalau nenek memaksa mas Agam menikahi Bina. Lagian, aku hanya tidak ingin mas Agam juga dicibir karena Dira."

Agam menengok ke Dira. "Pikiran itu masih berlanjut? Hentikan pikiran itu. Saya tidak ada niat sedikit pun untuk menikahi Bina, Dira. Saya juga tidak masalah dengan cibiran itu dan tidak peduli."

"Mas, bahkan tidak ada yang bisa dibanggakan dari ku," ucap Dira menatap mata Agam. "Kenapa mas Agam tetap mempertahankan pernikahan ini padahal mas Agam tahu kalau aku tidak memiliki kemampuan apapun? B-bahkan aku belum memberikan diri ku seutuhnya pada mas Agam."

Agam menghela nafasnya saat menatap mata Dira yang sudah berlinang air mata. "Maksud mu, saya harusnya memilih untuk berpisah dengan mu?"

Dira mengangguk. "Mas, nenek benar-benar tidak menyukai Dira."

Agam menatap Dira dengan lekat. Gadis ini memang benar-benar kehilangan kepercayaan dirinya untuk saat ini. Tangannya menangkup wajah Dira. "Biarkan saja nenek tidak menyukai mu, yang penting saya sangat menyukai mu. Kita menikah untuk saling melengkapi, bukan berlomba menunjukan kelebihan masing-masing." Tubuh Agam mendekap Dira kemudian mengecup kepala Dira.

"Dira kehilangan kepercayaan diri Dira ketika dibandingkan dengan Bina." Tangan Agam menepuk pelan punggung Dira. Tangisan Dira mulai mereda dan melepaskan pelukan mereka. "Aku sangat mencintai mas Agam dan tidak ingin melepaskan mas Agam ataupun membagi mas Agam dengan orang lain. Tapi disisi lain Dira—."

Agam tersenyum lebar mendengar pernyataan Dira kemudian memotong ucapan Dira. "Saya juga sangat mencintai mu."

"Terima kasih sudah membuat ku yakin kalau mas Agam mencintai ku."

Agam mengangguk. "Dira, ingatlah satu hal, saya mencintai mu karena Allah. Saya akan selalu mencintai dan menyayangi mu."

Dira memeluk Agam dengan erat. Pria yang sekarang menjadi suaminya benar-benar membuat dia merasa beruntung karena berhasil mendapatkan cinta Agam.

***

"Sayang, ayo hari ini kita ke toko pakaian. Aku akan membelikan pakaian untuk mu."

Dira yang sedang mengambil pakaian Agam di lemari, menengok ke Agam. "Memangnya mas Agam tidak lelah?" tanyanya kemudian memberikan pakaian ke Agam.

"Tidak. Besok saya libur."

"Berarti aku ikut mas Agam syuting dulu?" tanya Dira.

Agam mengangguk. "Eh, kamu hari ini ada jadwal kuliah tidak?"

"Tidak ada. Sana mas Agam mandi dulu." Dira mendorong pelan tubuh Agam ke kamar mandi.

Agam mengecup kening Dira kemudian masuk ke kamar mandi. Selagi menunggu Agam mandi, Dira membuat roti dan juga susu untuk sarapan mereka.

Mobil Agam melaju menuju tempat syutingnya. Tangan Agam terus menggenggam tangan Dira ketika dia memasuki studio. Para staff menyapa Agam dan Dira.

"Nempel terus," ledek salah satu staff.

Dira hanya terkekeh. Mereka pun ke ruangan Agam, Azzam dan beberapa rekan kerja mereka. Azzam tersenyum melihat mereka berdua. "Senangnya melihat kalian akur terus seperti ini."

Ustadz, I'm in Love With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang