Bab 10

80 8 3
                                    

Keesokan harinya, Agam dan keluarganya segera menuju rumah Bina. Nenek Agam pun ikut. Bina duduk di hadapan Agam kemudian Agam mulai memberanikan diri untuk mengatakan rencananya membatalkan perjodohan ini.

"Saya ke sini ingin meminta maaf yang sedalam-dalamnya karena saya tidak bisa melanjutkan perjodohan ini."

Senyum Bina menghilang ketika mendengar ucapan Agam. "Kenapa mas Agam tiba-tiba membatalkan perjodohan ini?"

"Karena saya baru menyadari jika saya menyukai seorang gadis."

"Siapa?" tanya Bina.

"Gadis murahan yang kemarin ikut menjemput kita," ucap nenek Agam.

Agam menatap mereka. "Dia bukan gadis murahan. Di sini saya yang salah karena saya terlambat menyadari perasaan saya. Menurut saya, lebih baik saya katakan sekarang sebelum kita lanjut lebih jauh lagi."

"Nak Agam, bukankah perasaan akan muncul jika kalian sudah terbiasa bertemu? Apa kamu tidak ingin mencobanya dulu?" tanya mama Bina.

"Maafkan Agam, tapi pernikahan dan perasaan bukanlah suatu permainan. Agam takut jika nantinya akan lebih menyakiti Bina."

Papa Bina menghela nafasnya kemudian berdiri. "Kamu sudah mempermalukan keluarga kami."

"Saya atas nama Agam, memohon maaf yang sebesar-besarnya," ucap ibu Agam.

"Apa kau tidak mendidik anak mu dengan benar agar dia tidak mengecewakan orang lain?!" bentak papa Bina.

Melihat sang istri dibentak, ayah Agam pun tidak tinggal diam. "Anda tidak perlu membentak istri saya."

Mama Bina memeluk sang anak yang menangis. "Tega sekali kamu membuat anak saya menangis. Pergilah dari rumah kami."

"Sekali lagi, Agam mohon maaf yang sedalam-dalamnya." Kemudian pandangannya berpindah menatap Bina. "Saya doakan agar kamu bertemu dengan pria yang lebih baik dari saya."

Agam dan keluarganya pun memilih untuk pergi. Terdengar suara Bina berteriak dari dalam. "Aku akan merebut mu kembali mas!"

Kakek Agam mengusap punggung Agam. "Kamu memilih pilihan yang benar."

Nenek Agam masih berada di samping Bina. "Nenek akan membantu mu mendapatkan Agam." Kemudian menyusul keluarganya.

Agam mengantar nenek dan kakeknya terlebih dahulu. Mereka tidak menginap karena besoknya Agam ingin bertemu dengan orang tua Dira agar dia bisa cepat melamar Dira.

***

Dira terkejut saat melihat Agam yang bertamu ke rumahnya. Papa Dira ikut menyusul Dira untuk melihat siapa yang datang. Melihat Agam yang datang, papa Dira segera menyuruh Agam untuk masuk ke rumahnya.

"Ma, buatkan minum untuk nak Agam."

Mama Dira menengok ke ruang tamu. "Wah, ada nak Agam. Agam ingin minum apa?"

"Air putih saja, tan."

"Masa air putih saja? Tante buatkan es sirup saja ya, agam suka?"

Agam mengangguk. "Terima kasih, tan."

Mama Dira segera ke dapur membuatkan minum untuk mereka. Papa Dira duduk di samping Agam dan Dira duduk di hadapan Agam.

"Tumben ini nak Agam main ke sini. Apa tadi sedang berada di dekat sini?" tanya papa Dira.

Mama Dira datang kemudian menaruh minuman yang dia bawa. Dia duduk di samping Dira untuk berbincang dengan Agam.

"Agam memang niat ke sini karena Agam ingin meminta izin dan restu untuk melamar dan menikahi Dira."

Jantung Dira berdegub kencang mendengar itu. "Bagaimana dengan Bina?" tanya Dira.

"Saya memang sempat dijodohkan, namun saya sudah membatalkan perjodohan itu."

"Jika memang nak Agam serius dengan Dira. Tentu, om mengizinkan dan merestui."

Mama Dira mengangguk. "Tante juga pasti merestui kalian. Tolong jaga anak tante ya nak Agam."

"Alhamdulillah. Pasti akan saya jaga dengan baik tante."

"Kapan rencananya keluarga Agam akan datang?" tanya papa Dira.

"InsyaAllah, besok, om. Agam tidak ingin menundanya."

"MasyaAllah. Baiklah, silahkan datang dengan keluarga mu." Agam mengangguk.

Mereka pun berbincang hal lain. Sedangkan Dira masih merasa tidak enak karena dia seperti merusak hubungan Agam dengan Bina.

Saat Agam pamit pulang, Dira mengantar Agam ke mobilnya. "Dira harap, ustadz tidak akan mengecewakan orang tua Dira." Kemudian masuk meninggalkan Agam.

***

Keesokan harinya, keluarga Agam datang je rumah Dira. Dira bersalaman pada keluarga Agam kemudian duduk di hadapan Agam. Agam tersenyum melihat Dira di hadapannya.

Sedangkan Dira dengan wajah datarnya menatap Agam yang akan melamarnya. Bahkan Dira tahu bagaimana nenek Agam yang tidak menyukainya saat mereka bertemu waktu itu.

"Tante, om, saya Galen Agam Magentha, ingin meminta izin dan restu untuk menikahi Anindira Syifani. Saya akan menjaga Dira dengan baik dan berusaha membahagiakannya."

Mama Dira tersenyum, begitupun ayah Dira. "Tentu saya mengizinkan Dira untuk dinikahi oleh nak Agam. Tolong jaga dan bahagiakan anak tunggal saya."

"Agam, saya juga merestui kalian. Saya percayakan Dira pada mu, jangan sakiti dia. Jika memang Dira ada salah, tolong beritahu dengan cara yang baik."

Agam mengangguk. "Pasti tante, om. Agam akan memperlakukan Dira dengan baik."

Agam menengok ke Dira. "Dira, izinkan saya menjadi suami mu." Agam mengeluarkan cincin yang dia beli semalam.

Dira mengulurkan tangannya. "Aku menerima ustadz menjadi suami ku, nanti." Agam pun memakaikan cincin itu ke tangan Dira.

"Kapan kalian akan menikah?" tanya ibu Agam.

"Secepatnya, bu."

Azzam terkekeh melihat sang adik yang sangat bersemangat. "Jika butuh bantuan, aku dan Keysha siap membantu."

Dira dan Agam mengangguk. "Terima kasih," ucap Dira tersenyum tipis.

Keysha memeluk Dira dan mengucapkannya selamat. Setelah melewati banyak masalah, pada akhirnya, Allah memberikan jalan mereka untuk bersatu dalam sebuah pernikahan.

Sejak acara lamaran itu, Agam dan Dira mengurus pernikahan mereka karena Agam tidak ingin mengulur waktu. Namun ditengah kesibukan mereka, terdapat berita yang mengatakan jika Dira adalah perusak hubungan Agam dan Bina. Banyak sekali pesan yang Dira dapatkan setelah berita itu muncul.

Dasar perempuan murahan.
Perebut calon suami orang.
Aku pastikan hidup mu akan hancur karena merebut kebahagiaan orang lain.
Perusak hubungan orang, bukankah seharusnya mati saja?
Penggoda lelaki orang.
Jaga kekasih kita dari perempuan jahat ini.
Cantik sih tapi kenapa merebut milik orang lain?
Lepas saja hijab mu, munafik.
Kamu pikir hidup mu akan bahagia ketika berhasil merebut milik orang lain?

Dira mengerutkan dahinya mendapatkan pesan sebanyak itu. Namun dia hanya diam saja dan tidak merespon. Tidak bisa dipungkiri hatinya sangat sakit dan khawatir jika orang tuanya tahu berita ini.

"Dira apa berita ini benar?" tanya temannya.

Dira menggeleng. "Ini salah paham."

Niko yang sudah mengetahui berita itu segera menghampiri Dira yang sedang ditanya oleh beberapa temannya. "Aku tahu, kamu tidak mungkin seperti ini. Tenanglah, semua akan baik-baik saja."

Agam menjemput Dira di tempat magangnya. Ternyata ada beberapa media yang menunggu Agam. Agam menghela nafasnya melihat banyak kamera yang menanyakan berita itu. Agam pun memilih untuk menjelaskan secara detail jika berita itu bohong dan Dira tidak bersalah. Agam tidak menyangka jika Bina bisa melakukan hal seperti ini.

Ustadz, I'm in Love With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang